Dulu, Benang Layangan Digunakan untuk Operasi Bedah  

Reporter

Minggu, 20 September 2015 17:56 WIB

Dokter bedah plastik, Ali Manafi membentuk tulang rawan hidung seorang pasien wanita di sebuah rumah sakit di Teheran, Iran, 19 Agustus 2015. Para wanita Iran mengurangi ukuran besar, melangsingkan dan meruncingkan hidung mereka lewat operasi plastik. REUTERS/Raheb Homavandi

TEMPO.CO, Sentul - Ahli bedah tulang, Idrus Paturusi, mengatakan saat ia masih bersekolah di fakultas kedokteran pada 1979, menjahit hasil bedah masih menggunakan benang layangan. "Benang layangan itu tentu disterilkan dahulu dengan direbus," katanya, saat peresmian pabrik benang bedah nasional pertama di Indonesia, PT Triton Manufactures, Sabtu, 19 September 2015, di Sentul, Jawa Barat.

Seperti saat menjahit baju, para dokter bedah pun menggunakan jarum jahit untuk bedah. Benang layangan akan dimasukkan di lubang jarum yang sebelumnya juga disterilkan dengan direbus. Lalu setelah bekas operasi dijahit, beberapa lama kemudian benang itu akan dikeluarkan kembali.

Risiko menggunakan alat kesehatan tradisional itu cukup tinggi. Walau sudah direbus untuk disterilkan, kata Idrus, tak jarang ada pasien yang mengalami infeksi karena benang yang disterilkan hanya bagian luar saja. "Terkadang tidak bersih hingga di bagian inti benang," katanya.

Risiko lain menggunakan alat kesehatan seperti itu juga bekas operasi akan sangat terlihat di tubuh pasien. Hal ini disebabkan ujung jarum, yang terkait dengan benang lubangnya lebih besar dibandingkan ujung jarum untuk menusuk jahitan.

Teknologi terus berkembang. Ada benang yang terbuat dari usus kucing. Benang itu bisa tertanam dan menyatu di dalam tubuh setelah beberapa waktu. Sayang bahannya cukup mahal saat itu.

Lalu sekitar 1980-an, benang impor pun mulai masuk ke Indonesia. "Benang impor itu juga mahal sekali harganya," kata Idrus. Ia sebagai mahasiswa kesulitan berpraktek lantaran tidak mendapatkan benang bedah impor itu.

Saat ini, benang semakin banyak bentuk dan bahan dasarnya. Ada yang berukuran besar, sedang, atau kecil. "Yang ukuran kecil biasanya untuk operasi plastik," katanya. Hal ini agar tidak terlihat bekas jahitan operasinya.

Sudah banyak pula benang bedah yang tidak perlu dilepas kembali dan bisa menyatu dengan kulit. Banyak juga perusahaan yang sudah mengaitkan jarum dan benangnya, sehingga tidak ada lubang yang lebih besar di bagian ujung jarum belakang. "Tentunya saat ini alat bedah itu sekali pakai. Tidak perlu direbus untuk digunakan kembali seperti dahulu," katanya.

Teknologi yang semakin maju ini pun sayangnya belum banyak diproduksi dalam negeri. Baru perusahaan Triton Manufacture yang memproduksi benang bedah dalam negeri. Sisanya Indonesia masih mengimpor dari berbagai negara, terutama Jerman. "Padahal dengan memproduksi secara nasional, harganya bisa jauh lebih murah," katanya. Harga yang murah dengan kualitas baik, tentunya bisa berakibat pada kebutuhan alat kesehatan para dokter.

MITRA TARIGAN

Berita terkait

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

2 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

4 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

8 hari lalu

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

Kementerian Kesehatan membantu warga terdampak Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara dengan penyediaan masker.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

8 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

18 hari lalu

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

Kementerian Kesehatan mencatat hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak ditemui di Pos Kesehatan Mudik Idulfitri 1445 H/2024 M.

Baca Selengkapnya

Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Bahaya Kandungan Senyawa Bromat pada Air Minum dalam Kemasan

25 hari lalu

Hal-hal yang Perlu Diketahui Soal Bahaya Kandungan Senyawa Bromat pada Air Minum dalam Kemasan

Pakar mengingatkan bahaya kandungan senyawa bromat yang banyak terbentuk saat Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Baca Selengkapnya

3 Kunci Penanganan Penyakit Ginjal Kronis Menurut Wamenkes

35 hari lalu

3 Kunci Penanganan Penyakit Ginjal Kronis Menurut Wamenkes

Wamenkes mengatakan perlunya fokus dalam tiga langkah penanganan penyakit ginjal kronis. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah Antisipasi Demam Berdarah

36 hari lalu

Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah Antisipasi Demam Berdarah

Banyak rumah sakit penuh sehingga pasien tidak tertampung. Masyarakat miskin kesulitan akses pelayanan kesehatan.

Baca Selengkapnya

Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

55 hari lalu

Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

Dalam pengukuhan Guru Besar FKUI, Sandra Widaty mendorong strategi memberantas skabies. Penyakit menular yang terabaikan karena dianggap lazim.

Baca Selengkapnya

Peringatan Penyakit Tropis Terabaikan, Mana Saja Yang Masih Menjangkiti Penduduk Indonesia?

31 Januari 2024

Peringatan Penyakit Tropis Terabaikan, Mana Saja Yang Masih Menjangkiti Penduduk Indonesia?

Masih ada sejumlah penyakit tropis terabaikan yang belum hilang dari Indonesia sampai saat ini. Perkembangan medis domestik diragukan.

Baca Selengkapnya