TEMPO.CO, Jakarta - Apakah indikator kekayaan itu diukurnya lewat barang bermerek? Belum lama ini, viral tentang kehebohan rebutan sepatu merek ternama gara-gara diskon di salah satu outletnya.
Penulis buku Money Intelligent dan Kekuasaan itu Key Driving Force Uang Ir Goenardjoadi Goenawan MM., menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki persepsi yang salah mengenai konsep kekayaan. “Mereka memandang bahwa memiliki mobil, sepatu merek terkenal, jam tangan sebagai simbol kekayaan. Padahal itu salah,” katanya.
Disebutkan bahwa beberapa orang terus gali lubang tutup lubang gara-gara menggunakan kartu kredit atau mengejar barang-barang konsumtif ber-merek.
Indikator kekayaan juga bukan pada berapa harga mobil Anda. Ada tiga indikator kemakmuran seseorang, katanya.
1. Memperoleh penghasilan tetap tambahan secara pasif. Misalnya ada yang memiliki penghasilan dari sewa kos, ruko, atau memiliki restoran.
2. Memiliki investasi simpanan aset yang bisa menjadi agunan. Poin kedua ini penting karena bisa menurunkan biaya bunga bank hingga 10 kali lipat lebih rendah dibandingkan dengan bunga kartu kredit. Banyak orang yang selamat dari beban biaya hidup yang semakin berat gara-gara mereka rajin investasi cicilan KPR yang sampai 50 persen dari penghasilan.
3. Memiliki likuiditas tabungan, pasif income atau pinjaman lebih dari 3-6 bulan untuk membiayai gaya hidup saat berhenti bekerja.
“Nah, dalam hal ini maka kekayaan bukan indikasi berapa mobilnya dan lain-lain,” kata Goenardjoadi Goenawan
Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia
9 hari lalu
Kinerja Keuangan Dinilai Baik, Bank DBS Raih 2 Peringkat dari Fitch Ratings Indonesia
Bank DBS Indonesia meraih peringkat AAA National Long-Term Rating dan National Short-Term Rating of F1+ dari Fitch Ratings Indonesia atas kinerja keuangan yang baik.