Jangkau Kesehatan Daerah Sulit, Ini Kisah Rumah Sakit Apung
Reporter
Lani Diana Wijaya
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 6 November 2017 12:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa warga di kawasan timur Indonesia merasa senang ketika mengetahui tim dokter akan berkunjung ke wilayah tersebut, khususnya Papua dan Maluku. Kurangnya akses pelayanan kesehatan di wilayah timur Indonesia itu menjadi salah satu alasan kedatangan relawan dokter yang tergabung dalam tim Rumah Sakit Apung (RSA) doctorShare. Koordinator Media doctorShare Panji Arief Sumirat mengatakan ada beberapa daerah yang warganya belum pernah melihat dokter. “Mereka belum ada yang berobat di dokter, paling ke klinik setempat, hanya ketemu perawat,” katanya saat dihubungi pada 3 Februari 2017.
DoctorShare merupakan salah satu organisasi kemanusiaan nirlaba yang fokus memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tak mampu di Indonesia. Nama lain organisasi yang didirikan Lie A. Dharmawan ini adalah Yayasan Dokter Peduli. Lembaga yang berdiri pada 19 November 2009 itu memiliki program menyediakan rumah sakit apung yang akan berlayar ke beberapa titik di Indonesia. RSA hadir sejak 2013 lalu dengan konsep menyediakan pelayanan kesehatan di dalam kapal.
RSA atas ide Lie itu merupakan salah satu pelopor rumah sakit terapung di Indonesia. Akhir pekan lalu, alumni Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya menggagas rumah sakit serupa bernama Rumah Sakit Terapung (RST) Ksatria Airlangga. RST itu beroperasi perdana melayani masyarakat di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. “Kami sandar di Dermaga Sangkapura, Bawean, sejak 27 Oktober 2017," ujar Kapten Kapal RST Ksatria Airlangga Mudatsir, seperti diberitakan Antara.
Baca: Tertarik Berbisnis di Instagram? Simak Dulu 5 Langkah Awalnya
Menurut Panji, RSA doctorShare mengunjungi beberapa wilayah yang memenuhi syarat. “Indikator utamanya apakah akses masyarakat ke rumah sakit sulit atau biaya transportasinya mahal. Kedua, masyarakat yang kesulitan dari segi ekonomi untuk mencapai rumah sakit,” katanya.
Dalam satu tahun, RSA doctorShare selalu berpindah dari satu titik ke titik lain. Berdasarkan pengalaman, kata Panji, relawan dokter dan kru kapal paling sebentar menetap di satu titik selama tujuh hari dan maksimal dua minggu. Dalam satu tahun, RSA bisa melakukan 12-15 perjalanan. “Kalau diakumulasi sejak 2013 sekitar 50 perjalanan. Jadi benar-benar per titik yang sudah direncanakan,” ucapnya.
Fokus pelayanan medis di rumah sakit yang terombang-ambing ombak ini adalah pengobatan umum dan operasi. Layanan operasi itu mencakup semua jenis bedah, kecuali di bagian kepala, misalnya operasi mata. Panji menceritakan sebagian besar pasien di Papua dan Maluku menderita hernia akibat terbiasa bertani, berlayar, hingga mencari makanan di hutan.
Relawan dokter yang direkrut pun disesuaikan dengan kebutuhan di setiap wilayah. Sebelum berangkat, timnya tidak lupa melakukan riset lebih dulu . Hingga saat ini, Panji menambahkan, doctorShare memiliki dua kapal yang siap datang dan melayani warga. Kapal pertama diberi nama Rumah Sakit Apung Lie Dharmawan, sesuai dengan nama pendiri kapal itu. Lie juga yang membiayai keseluruhan dana pembangunan kapal itu. Kapal ini hanya memiliki satu ruang operasi dengan kapasitas 17-18 relawan dokter. Titik wilayah yang menjadi fokus pelayanan RSA Lie Dharmawan adalah Indonesia timur, khususnya di Papua dan Maluku.
Kapal kedua adalah RSA Nusa Waluya 1, yang pertama kali beroperasi pada 25 Juli-1 Agustus 2017 di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. RSA Nusa Waluya 1 menyediakan dua ruang operasi sehingga kapasitas relawan dokter pun lebih banyak, yakni 22 orang. Kapal ini memusatkan pelayanan di Kalimantan dan Sumatera.
Baca: Polusi Udara Tingkatkan Risiko Penyakit Ginjal, Cek Penelitiannya
Menurut Panji, doctorShare akan menambah satu kapal lagi, yakni RSA Nusa Waluya 2. Kapal ketiga itu berjenis tongkang, yang dihibahkan salah satu perusahaan swasta. Kapal ini direncanakan berkapasitas 50 ruang operasi dengan standar luas menyerupai rumah sakit umum di Jakarta. “Untuk kegiatan berkelanjutan dan jangka waktu satu tahun,” ucapnya.
Sejak awal didirikan, target rumah sakit apung ini adalah menjangkau masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dan pulau kecil. Hal itu untuk menjamah masyarakat kurang mampu dalam konteks ekonomi dan akses ke rumah sakit. Walau cuaca dan ombak laut kadang tak menentu, RSA tetap harus berjalan. Banyak calon pasien yang telah menunggu dan memerlukan pertolongan kesehatan. Belum lagi perjalanan yang memakan waktu panjang. “Melihat kawasan geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau, banyak masyarakat yang belum bisa ke rumah sakit untuk operasi atau pengobatan lainnya. Mereka masih membutuhkan rumah sakit apung,” tuturnya.