Demam, Mata Berair, lalu Diisolasi Karena Difteri

Reporter

M Rosseno Aji

Editor

Mitra Tarigan

Selasa, 12 Desember 2017 18:30 WIB

Difteri, Penyakit Mematikan

TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit difteri berstatus kejadian luar biasa di Indonesia saat ini. Sabtu pagi pekan lalu, Fachrijal, 25 tahun, mengeluh demam sebelum berangkat kerja. Namun, kepada istrinya, Wika Kharisma, Fachrijal mengatakan tetap ingin berangkat kerja sebagai office boy di sebuah sekolah di Depok, Jawa Barat.

Wika mengungkapkan, suaminya bahkan sempat makan bakso dan gorengan di tempat kerja. Sepulang kerja, demam Fachrijal bertambah tinggi. Matanya berair, dan ia susah menelan makanan. "Dia uring-uringan semalaman," kata Wika kepada Tempo di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Senin 11 Desember 2017.

Keesokan paginya, Wika mengantarkan suaminya ke Rumah Sakit Umum Daerah Depok. Rumah sakit itu lalu merujuknya ke RS Permata Depok karena curiga suaminya terjangkit difteri. Ternyata benar, dokter RS Permata Depok mendiagnosis suaminya terkena penyakit itu sehingga harus mendapat perawatan intensif di RSPI Sulianti Saroso, yang khusus menangani penyakit menular. Baca: Malas Bersihkan Riasan Wajah, Awas Infeksi Mata dan 4 Dampak lain

Sudah tiga hari ini suaminya diisolasi di ruangan khusus di RS tersebut. "Kondisinya sudah membaik. Kata dokter, seminggu lagi boleh pulang," ujar Wika.

Selain Fachrijal, sebanyak 33 pasien penderita difteri dirawat di ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso. Pasien pun berdatangan dari wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang rumah sakitnya kewalahan menangani pasien penyakit akibat bakteri itu. Hingga kemarin, dari 33 pasien, 22 di antaranya merupakan anak balita berusia 1-4 tahun. Baca: Foto Setya Novanto Buat Pria ini Sadar Menderita Sleep Apnea

Difteri adalah penyakit menular akibat bakteri yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan. Penyakit ini menyebabkan kematian karena bakteri menyumbat saluran pernapasan, menimbulkan komplikasi miokarditis atau radang pada dinding jantung bagian tengah, dan berakhir dengan gagal ginjal serta gagal sirkulasi. Gejalanya adalah demam hingga 38 derajat Celsius, munculnya selaput putih di tenggorokan, rasa sakit saat menelan, leher membengkak, serta sesak napas dan suara mengorok. Baca: Setya Novanto Menderita Sleep Apnea? Simak Gejalanya

Penyakit ini sebenarnya dapat dicegah lewat program imunisasi wajib difteri, pertusis, dan tetanus (DPT) yang diberikan kepada anak secara bertahap sejak berusia dua tahun. Namun, menurut Kementerian Kesehatan, kasus ini kembali merebak karena sebagian orang tua menolak anaknya diimunisasi dengan alasan keagamaan maupun hal lainnya. Data Kementerian menyebutkan, 66 persen penderita difteri belum menjalani imunisasi.

Akibatnya, Senin 11 Desember, Kementerian Kesehatan dan tiga provinsi serentak menggelar imunisasi ulang untuk menangkal penyebaran difteri lewat program Outbreak Response Immunization (ORI). Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten mencatat, pada hari pertama pelaksanaan ORI, puluhan ribu anak disuntik vaksin. Berikut adalah peta daerah dan jumlah anak yang mendapatkan program ORI:

Advertising
Advertising


Difteri sebenarnya bukan penyakit baru di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah berhasil mengeliminasi penyakit difteri dari Tanah Air pada 1990 di mana program imunisasi ramai digalakkan pemerintah, termasuk imunisasi difteri yang diberikan pada bayi baru lahir. Namun penyakit difteri kembali muncul pada tahun 2009, dan secara bertahap jumlahnya meningkat dalam beberapa tahun hingga yang terjadi pada saat ini.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Pulungan mengatakan faktor yang menyebabkan difteri kembali muncul dan mewabah di Indonesia ialah menurunnya imunitas suatu kelompok yang diakibatkan dari beberapa hal. Beberapa hal tersebut antara lain adanya program imunisasi yang tidak lengkap, program imunisasi yang tak tercapai sempurna, adanya gerakan anti vaksin di masyarakat, tidak adanya pelaksanaan vaksin tiap kurun waktu 10 tahun saat dewasa, dan kesadaran masyarakat yang sangat kurang tentang bahaya penyakit difteri. Baca: Akhir Tahun Changi Airport Sajikan Nuansa Hello Kitty

Alasan lain orang tua enggan memberikan imunisasi secara penuh adalah agama. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Huzaemah Tahido Yanggo mengatakan ada orang tua yang khawatir bahwa kandungan vaksin untuk imunisasi belum halal. Untuk mengantisipasinya, kata Huzaemah, pada 2016 kandungan vaksin untuk imunisasi diteliti Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM) lalu disidangkan oleh anggota komisi fatwa MUI yang terdiri lebih dari 60 orang. "60 orang tim fatwa ini memiliki latar belakang syariah semua, dan Hukum Islam. Selain itu, ada pula perwakilan dari organisasi masyarakat Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah,” katanya.

Hasil sidang fatwa itu menyebutkan hukum vaksin untuk imunisasi dibolehkan, bukan dihalalkan. “Pemberian vaksin imunisasi ini al-Dlarurat dan al Hajat, kalau tidak diimunisasi, akibatnya itu bisa lumpuh, cacat atau meninggal," katanya. Baca: Tempat Kerja Jauh Picu Gangguan Jiwa, Cek 3 Solusinya

Dalam fatwa MUI dengan nomor 04 Tahun 2016 tentang imunisasi, tertulis bahwa MUI memutuskan bahwa vaksin imunisasi termasuk imunisasi dasar untuk penyakit difteri bersifat al - Dlarurat yang artinya kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia. Al Hajat artinya kondisi keterdesakkan yang apabila tidak diimunisasi maka akan menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.

Difteri bisa efektif dicegah dengan vaksin apabila capaian imunisasi mencakup 95 persen dari yang ditargetkan. Ketika cakupan imunisasi mencapai 95 persen maka akan terbentuk kekebalan kelompok di mana bakteri tidak bisa berkembang. Secara otomatis, 5 persen yang tidak divaksin akan terlindungi dari 95 persen penduduk yang imun terhadap difteri. Baca: Sukses di Box Office, Ini Keistimewaan Film Coco

Sebaliknya saat cakupan dari kekebalan kelompok itu menurun, di situlah bakteri penyebab penyakit difteri bisa menyerang, termasuk kepada orang-orang yang sudah divaksin.





Berita terkait

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

2 hari lalu

Jokowi: Daerah Kepulauan Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis

Jokowi mengatakan kemampuan produksi dokter spesialis Indonesia hanya 2.700 per tahun.

Baca Selengkapnya

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

3 hari lalu

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

Bayi wajib melakukan imunisasi untuk mencegah bahaya kesehatan, terutama ketika berusia 1-2 bulan. Lantas, apa saja jenis imunisasi yang wajib dilakukan bayi?

Baca Selengkapnya

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

4 hari lalu

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

4 hari lalu

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

7 hari lalu

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

Masih ada warga yang menganggap vaksinasi dapat menyebabkan kematian sehingga pelaksanaannya masih sering menemui kendala.

Baca Selengkapnya

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

7 hari lalu

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

Jangan memberi obat penurun demam seperti parasetamol saat anak mengalami demam usai imunisasi. Dokter anak sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

8 hari lalu

Alasan Masyarakat Perlu Imunisasi Seumur Hidup

Imunisasi atau vaksinasi tidak hanya diperuntukkan bagi bayi dan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Simak alasannya.

Baca Selengkapnya

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

8 hari lalu

Posyandu Garda Terdepan Tangani Kesehatan Ibu dan Anak

Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan atau pilihan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

8 hari lalu

Asal Usul 29 April Ditetapkan sebagai Hari Posyandu Nasional

Presiden Soeharto menetapkan 29 April 1985 sebagai Hari Posyandu Nasional.

Baca Selengkapnya

Kenali Gejala Imunodefisiensi yang Mengganggu Kesehatan Anak

10 hari lalu

Kenali Gejala Imunodefisiensi yang Mengganggu Kesehatan Anak

Masyarakat diminta mewaspadai imunodefisiensi pada anak bila ditemui gejala berikut. Simak penjelasan pakar kesehatan anak.

Baca Selengkapnya