Produksi ASI Bermasalah? Perhatikan Tingkat Emosi Anda
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Kamis, 8 Februari 2018 15:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Air susu Ibu alias ASI merupakan kebutuhan utama bayi yang harus dipenuhi oleh ibu. Hal itu ditegaskan oleh dokter spesialis kandungan, Dwiana Ocviyanti, saat dihubungi Tempo pada 6 Februari 2018. “Kita sarankan ASI minimal 6 bulan sampai 1 tahun,” kata Ovy.
ASI memiliki banyak manfaat bagi ibu dan bayi. Manfaat tersebut adalah menyehatkan bayi, mencegah penyakit autoimun, mencegah alergi, dan sebagainya. Akan tetapi, banyak ibu yang justru menghentikan pemberian ASI pada bayi sebelum minimal waktu yang disarankan. Salah satu alasannya adalah masalah produksi ASI. Baca: Jakarta Banjir : 4 Jurus Jitu Agar Baju Cepat Kering
Menurut data penelitian yang dipaparkan Ovy, hampir 80 persen orang berhenti menyusui pada 2 bulan pertama. Bahkan, ada yang berhenti di 2 minggu pertama karena ilmu tentang menyusui yang dimiliki tidak cukup. “(Efektivitas) menyusui itu tergantung tingkat edukasi ibu. Kalau pasien betul-betul cermat, rajin baca, semangatnya tinggi, menyusui bisa sampai 2 tahun. Kalau nggak mau baca, nggak sabar, baru 2 bulan sudah bisa stop ASI. Mereka tidak menyadari bahwa ASI itu berharga ” kata Ovy.
Dokter Ovy menekankan, menyusui dan merawat anak membutuhkan kematangan emosi yang luar biasa selain kondisi fisik yang prima. Karena itu, ia mengatakan bahwa usia tidak berpengaruh pada produksi ASI ibu. Sebab, kematangan emosi tidak bisa diukur dengan usia. Hanya saja, jika berusia terlalu muda, ibu ditakutkan lebih rentan kehilangan kontrol dalam hal mengatur emosi. “Pasti ada yang bisa melewati (menyusui di usia muda), tapi harus ada dukungan kuat dari orang terdekatnya,” kata Ovy. Baca: Heboh Melahirkan, Ini 5 Fakta Kehidupan Kylie Jenner
Dokter lulusan Universitas Indonesia tersebut menegaskan, semua perempuan bisa menyusui. Hanya saja, produksi ASI bisa terganggu jika ibu merasa putus asa ketika menghadapi masalah menyusui. Selain itu, emosi juga sangat dipengaruhi oleh kebugaran tubuh. Oleh karena itu, ibu harus mengimbangi antara kesehatan fisik dengan kesehatan mental.
MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA