Bom Surabaya: Waspada Stres Pasca-Trauma, Cek Solusi Ahli

Reporter

Tempo.co

Editor

Susandijani

Minggu, 13 Mei 2018 13:36 WIB

Ilustrasi

TEMPO.CO, Jakarta - Pagi ini masyarakat dikejutkan dengan tragedi bom Surabaya. Seperti diberitakan Tempo.co pukul 11.11 WIB, korban ledakan bom Surabaya yang terjadi di tiga titik bertambah. Menurut juru bicara Kepolisian Daerah Jawa Timur, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, jumlah korban tewas akibat bom Surabaya menjadi 8 orang dan 38 luka-luka.

Sungguh berita menyedihkan, apalagi luka yang terjadi bukan saja yang terjadi saat itu, tapi juga pada hari-hari berikutnya. Stres akut bisa dialami mereka yang mengalami kasus-kasus seperti kejadian bom, kecelakaan, dan atau bencana alam yang mengancam jiwa. Begitu yang disebutkan spesialis kedokteran jiwa dari Omni Hospital, Alam Sutera, Tanggerang, Dr Andri, kepada Tempo.co, Minggu siang, 13 Mei 2018.

Stres akut ini biasa terjadi pada korbannya juga pada keluarga yang kehilangan orang-orang yang dicintai pada kejadian tersebut.

Baca juga:
Gaya Busana Chadwick Boseman Saat Tak Main Film Black Panther
Aturan Gadget pada Anak ala Pangeran William dan Kate Middleton

Stres akut adalah suatu kondisi di mana seseorang tersebut mengalami kondisi kecemasan yang bisa sampai terjadi serangan panik, seperti cemas, jantung berdebar, sesak napas, keluar keringat dingin, lambung mual, dan mau muntah.

Kejadian bisa berkembang pada munculnya kejadian flash back. “Bisa muncul bayangan kejadian atau mimpi atau re-experience kejadian dari pengalaman buruk tadi,” katanya yang dihubungi Tempo.co lewat pesan elektronik.

Andri juga menyebutkan, jika kondisi tersebut dibiarkan, akan muncul suatu kondisi kecemasan yang disebut gangguan stres pasca-trauma. “Stres pasca-trauma ini bisa terjadi kalau (stres akut) dibiarkan muncul terus-menerus selama satu bulan,” katanya.

Karena itulah ketika mendapatkan diri pada situasi kondisi yang mengancam jiwa, kemudian keluarganya juga mengalami suatu kehilangan akibat kondisi tersebut, maka dianjurkan untuk meminta bantuan psikologis.

“Misalnya untuk awalnya melakukan suatu relaksasi atau mengurangi dan menghindari paparan hal-hal yang bisa terkait dengan peristiwa tersebut,” katanya.

Baca: Perceraian Meningkat 400 Persen, Tilik 3 Penyebab Utamanya

Selanjutnya, bisa juga diberikan psikoterapi yang dilakukan oleh psikolog atau psikiater atau kombinasi keduanya untuk bisa membantu bagaimana mengurangi rasa ketakutan atau rasa bersalah berlebihan terkait dengan peristiwa tersebut. "Terapi tersebut juga bisa dibantu dengan pengobatan untuk mengurangi kecemasan atau membantu tidurnya agar lebih baik lagi," kata Andri.

Berita terkait

Ibu Hamil Konsumsi Paracetamol, Apa yang Perlu Jadi Perhatian?

4 hari lalu

Ibu Hamil Konsumsi Paracetamol, Apa yang Perlu Jadi Perhatian?

Ibu hamil mengonsumsi paracetamol perlu baca artikel ini. Apa saja yang harus diperhatikan?

Baca Selengkapnya

Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

5 hari lalu

Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

Merawat orang tua dengan demensia menyebabkan burnout, apalagi jika Anda harus merawat anak juga alias generasi sandwich. Simak saran pakar.

Baca Selengkapnya

Perkokoh Kesehatan Mental dengan 4 Tips Berikut

5 hari lalu

Perkokoh Kesehatan Mental dengan 4 Tips Berikut

Psikolog menyarankan empat praktik untuk menjaga kesehatan mental dan meningkatkan kekuatan mental, baik di tempat kerja maupun di rumah.

Baca Selengkapnya

Polisi Tangkap Rio Reifan 5 Kali karena Narkoba, Sederet Bahaya Konsumsi Sabu

6 hari lalu

Polisi Tangkap Rio Reifan 5 Kali karena Narkoba, Sederet Bahaya Konsumsi Sabu

Artis Rio Reifan kelima kali ditangkap polisi karena kasus narkoba. Apa itu sabu dan bahaya menggunakannya?

Baca Selengkapnya

Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

7 hari lalu

Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

Stres fisik, seperti saat sakit atau cedera, gula darah juga bisa meningkat, yang dapat mempengaruhi penderita diabetes tipe 1 maupun tipe 2.

Baca Selengkapnya

Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

7 hari lalu

Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

Faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari tekanan dalam diri untuk mencapai sesuatu dari standar mengukur kebahagiaan orang lain.

Baca Selengkapnya

Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

8 hari lalu

Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

Rutin menulis jurnal bersyukur atau gratitude journal, semacam buku harian, bisa menjadi salah satu cara mengusir perasaan tidak bahagia.

Baca Selengkapnya

Inilah Manfaat Berlari di Pagi Hari

10 hari lalu

Inilah Manfaat Berlari di Pagi Hari

Salah satu manfaat yang paling signifikan dari berlari di pagi hari adalah kemampuannya untuk mengurangi gejala depresi.

Baca Selengkapnya

12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

11 hari lalu

12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

Berikut 12 tips yang bantu mencegah kolesterol dan gula darah naik, termasuk pola makan dan kelola stres.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

12 hari lalu

Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

Pakar kesehatan menyebut delapan perilaku tak sehat paling umum yang mempercepat proses penuaan. Apa saja?

Baca Selengkapnya