Gading Marten Digugat Cerai Gisella, Cek Dampaknya Bagi Anak
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Kamis, 22 November 2018 12:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dunia hiburan kembali dikejutkan dengan rumor atas gugatan cerai yang diajukan Gisella Anastasia kepada Gading Marten. Maklum, masyarakat melihat pasangan selebriti ini tampak harmonis dan mesra di depan publik. Gugatan tersebut dibenarkan juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 19 November 2018. “Didaftarkan pada hari Senin, 19 November 2018 dengan nomor perkara 908/Pdt.G/2018/PN.JKT.SEL, oleh kuasa hukumnya,” kata Ahmad Guntur selaku Humas Pengadilan Jakarta Selatan saat ditemui di kantornya, Rabu, 21 November 2018.
Baca: Gading Marten Digugat Cerai Giselle, 3 Tips Besarkan Gempi
Keduanya pun secara tidak langsung membenarkan kabar tersebut melalui unggahan terakhir pada akun Instagram masing-masing. Warganet pun memberikan perhatiannya kepada anak dari pasangan selebritas ini, Gempita Nora Marten. Tagar #savegempi pun sempat trending pada Rabu, 21 November 2018 malam. Salah satu netizen menulis: “Gempi anak yang kuat dan hebat, sabar yaa gempi. I love you Gempi #savegempi.”
Lantas, apa sebenarnya dampak yang akan dialami anak yang orang tuanya bercerai? Dilansir dari verywellfamily dan psychologytoday, berikut adalah dampak perceraian pada buah hati.
1. Dampak secara emosional
Perceraian menciptakan gejolak emosi bagi seluruh keluarga, tetapi untuk anak-anak, situasinya bisa sangat menakutkan, membingungkan, dan membuat frustrasi. Anak yang tergolong lebih dewasa akan mengalami kesulitan menyerap alasan mengapa mereka harus tinggal pada dua rumah. Mereka juga takut apabila orang tua mereka akan berhenti mencintai mereka. Anak di sekolah dasar akan menganggap perceraian yang terjadi adalah akibat kesalahannya sehingga secara emosional akan memilih menyendiri dan diam. Remaja akan marah atas perceraian dan membenci orang tua yang menurutnya menjadi penyebab perceraian.
2. Stres atas hasil dari perceraian
Perceraian biasanya berarti anak-anak kehilangan kontak harian dengan salah satu orangtua. Kuantitas kontak yang menurun mempengaruhi ikatan orang tua-anak. Para peneliti telah menemukan banyak anak merasa kurang dekat dengan ayah mereka setelah perceraian. Sebuah studi juga menunjukkan bahwa ibu sering kurang mendukung dan kurang memberi kasih sayang setelah perceraian. Hal ini lantas membuat tekanan dan pemicu stres bagi anak. Selain dua kondisi ini, anak-anak juga merasa pindah sekolah, pindah ke rumah baru, dan tinggal dengan orang tua tunggal menjadi beberapa pemicu stres tambahan yang membuat perceraian menjadi sulit.
3. Meningkatkan resiko masalah kesehatan mental akibat orang tua menikah lagi
Dengan pernikahan baru yang orang tua lakukan, anak pun menerima dampaknya. Hal ini berarti anak-anak diwajibkan untuk menanggung perubahan terhadap dinamika keluarga mereka. Penambahan orang tua tiri dan mungkin beberapa saudara tiri bisa menjadi penyesuaian besar lainnya. Dalam hal ini, mereka harus beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi dan situasi yang baru. Menurut sebuah studi, banyak anak yang tidak tanggap dalam hal ini. Ini kemudian menyebabkan risiko masalah kesehatan mental seperti gangguan depresi karena takut bertemu orang baru.
Baca: Rumah Tangga Gading Marten Retak, Muncul Gosip Orang Ketiga
4. Memiliki resiko lebih tinggi untuk melakukan pergaulan bebas
Remaja dengan orang tua yang bercerai lebih cenderung terlibat dalam perilaku berisiko, seperti penggunaan narkoba dan aktivitas seksual dini. Menurut sebuah riset di Amerika Serikat, remaja dengan orang tua yang bercerai minum alkohol lebih awal. Remaja ini juga lebih banyak yang menggunakan alkohol, marijuana, tembakau, dan penggunaan narkoba daripada rekan-rekan mereka. Remaja yang orang tuanya bercerai ketika mereka berusia 5 tahun atau lebih muda memiliki risiko sangat tinggi untuk menjadi aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Pemisahan orang tua secara dini juga dikaitkan dengan jumlah pasangan seksual yang lebih tinggi selama masa remaja.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | VERYWELLFAMILY | PSYCHOLOGYTODAY