iPhone 11 Membuat Penderita Trypophobia Takut, Tangani dengan Ini
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Rabu, 11 September 2019 19:10 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Trypophobia menjadi salah satu trending topik di media sosial pada Rabu 11 September 2019. Trypophobia ternyata salah satu bentuk ketakutan alias fobia. Lucunya warganet mengaitkan rasa takut itu dengan salah satu ponsel iPhone seri terbaru, iPhone 11. Desain iPhone 11 ternyata memiliki desain tiga bulatan lensa kamera. "Apakah ini hanya saya saja atau orang lain juga mengalami penyakit trypophobia dari iPhone? Hal ini membuatku cemas @Apple," tulis @Cassiee pada 11 September 2019 di akun twitternya.
Sebelumnya, Apple meluncurkan iPhone 11 baru dalam acara tahunannya Selasa, 10 September 2019, di Cupertino, Amerika Serikat. Beberapa pemirsa memberikan perhatian pada satu detail tertentu, yaitu banyaknya lensa kamera di bagian belakang.
Dikutip Gizmodo, Selasa, 10 September 2019, meskipun kemungkinan berguna untuk mengambil foto, bagi mereka yang menderita trypophobia, kurang senang dengan desain iPhone baru itu. Dengan iPhone 11 yang baru, Apple telah memperkenalkan lensa kamera belakang perangkat. Pada model iPhone Pro yang baru, raksasa teknologi ini telah menambahkan dua lensa lagi, dengan hasil akhir berupa sudut tiga kamera yang penuh sesak.
Trypophobia adalah ketakutan akan lubang atau gundukan yang berdekatan, dengan sebagian besar penderita tidak tahan melihat hal-hal itu seperti contohnya sarang lebah. Seperti dikutip SehatQ, sama dengan fobia-fobia lainnya, fobia lubang juga memicu rasa takut, jijik, dan cemas pada penderitanya. Penderita fobia lubang merasa cemas saat diperlihatkan dengan pola-pola lubang yang kecil dan saling berkerumun. Beberapa contoh benda-benda yang dapat memicu fobia lubang adalah, gelembung-gelembung sabun, biji lotus, buah delima, dan sebagainya.
Penyebab dari fobia lubang belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa penelitian yang meneliti penyebab dari fobia lubang. Pada awalnya, penelitian di tahun 2013 mendapati bahwa secara tidak sadar penderita fobia lubang mengasosiasikan objek yang dilihat dengan hewan-hewan beracun yang berbahaya. Namun, penelitian pada tahun 2017 membantah hal tersebut dan menemukan bahwa penderita fobia lubang merasa cemas, takut, dan jijik karena karakteristik visual dari objek tersebut.
Pada tahun 2018, penelitian lain menemukan bahwa fobia lubang merupakan respon individu terhadap parasit atau infeksi penyakit. Pola-pola lubang tersebut dipersepsikan sebagai parasit (seperti kutu, dan sebagainya) dan mikroorganisme (patogen) yang menular lewat kulit (seperti air ludah yang terciprat saat bersin atau batuk, dan sebagainya).
Jika Anda merasa bahwa ketakutan dan kecemasan yang ditimbulkan oleh fobia lubang mempengaruhi kehidupan sehari-hari, Anda dapat berkonsultasi dengan dokter dan ahli kesehatan mental lainnya. Penanganan yang dilakukan dapat berupa:
1. Medikasi. Obat-obatan yang diberikan untuk penderita fobia lubang dapat berupa penghalang beta (beta-blockers), antidepresan, dan penenang. Obat-obatan tersebut berfungsi untuk mengurangi gejala cemas dan panik.
2. Teknik-teknik mengatasi stres dan relaksasi. Penderita fobia lubang perlu mengatasi stres yang dialami. Oleh karenanya, teknik-teknik yang bisa diterapkan dapat berupa teknik pernapasan, yoga, meditasi, dan sebagainya.
3. Terapi pemaparan (exposure therapy). Penderita fobia lubang diperlihatkan atau dipaparkan dengan objek yang membuat cemas dan takut dalam dosis yang kecil.
4. Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy). Penderita fobia lubang akan diajak untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi pemikiran-pemikiran yang membuatnya merasa cemas dan takut. Penderita fobia lubang juga akan didorong untuk menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan.
5. Modifikasi gaya hidup. Penderita fobia lubang direkomendasikan untuk menerapkan pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, tidur yang cukup, serta menghindari zat-zat yang dapat menstimulasi penderita fobia lubang, seperti kafein.
6. Terapi kelompok. Penderita fobia lubang dapat bercerita mengenai masalah yang dialami dengan komunitas-komunitas yang juga memiliki masalah yang serupa. Penderita juga dapat bercerita dengan orang-orang terdekatnya.
SEHATQ | MOH KHORY ALFARIZI