Jokowi Ajak Jan Ethes Berhitung, Kapan Mulai Ajarkan Anak Hitung?
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 23 September 2019 05:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo memamerkan kegiatannya bersama cucu pertamanya, Jan Ethes. Jokowi mengajak Jan Ethes melihat berbagai hewan yang ada di Istana Bogor.
Jan Ethes pun diajaknya untuk memberi makan rusa yang ada di halaman istana. "Pagi-pagi memberi makan rusa sama Jan Ethes. Jalu, sini sini," kata Jokowi memanggil salah satu rusa agar mendekat ke Jan Ethes dalam video yang diunggahnya di Instagram pada 21 September 2019.
Dalam video blog itu, Jokowi pun meminta Jan Ethes menghitung rusa-rusa yang datang mendekati mereka. "Rusanya banyak. Dihitung rusanya," kata Jokowi
Dengan gayanya yang menggemaskan Jan Ethes pun mulai menghitung rusa hingga angka sepuluh. "Satu, kua (dua), tiga, epat (empat), lima, ujuj (tujuh), delapan, kebilan (sembilan), kepuluh (sepuluh)," kata Jan Ethes.
Walau pengucapannya masih belum sempurna, tentu saja Jokowi tetap memuji Jan Ethes karena berhasil menghitung rusa hingga angka sepuluh. "Sepuluh, pintar!" katanya.
Menghitung gaya Jan Ethes tentunya sudah termasuk belajar matematika dasar. Usia berapa sebaiknya anak diajarkan belajar matematika? Menurut Cially Tan, Manajer Kurikulum Math Monkey Indonesia pada Maret 2017, usia terbaik untuk memulai belajar matematika adalah 3 tahun.
Studi yang dilakukan Universitas Missouri menunjukkan bahwa anak usia balita memiliki asosiasi yang baik dengan angka, seperti 3 dan 4, dan pemahaman mengenai penjumlahan terkait angka sejak awal memiliki peluang lebih besar untuk berhasil pada pendidikan selanjutnya.
Menurut Cially Tan, pada dasarnya anak hanya suka bermain, maka satu-satunya tip menghadapi anak-anak yang tidak menyukai matematika adalah dengan mengajak anak bermain sambil menyelipkan materi-materi menghitung tanpa disadari anak.
Dengan menciptakan suasana yang menyenangkan, anak dijamin tidak akan cepat bosan. Mengajarkan matematika tidak melulu harus menghafal, melainkan lebih mengutamakan kepada interaksi.
Dia percaya bahwa dengan kurikulum berbasis permainan akan meningkatkan kekuatan ingatan, melatih visualisasi, dan yang paling penting melatih kecepatan dan ketepatan anak dalam menyelesaikan soal.