Psikolog Ungkap Sebab Korban Pelecehan Sering Tak Bisa Melawan
Reporter
Bisnis.com
Editor
Yayuk Widiyarti
Rabu, 11 Maret 2020 08:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Publik sering dibuat heboh dengan video-video kekerasan dan pelecehan seksual yang viral. Beberapa korban tidak bisa melawan sehingga warganet menyalahkan dan menganggap kekerasan atau pelecehan yang terjadi karena memang diinginkan oleh korban.
Psikolog Rosdiana Setyaningrum menuturkan bahwa dalam sisi psikologi ada saat di mana orang tidak bisa melindungi diri sendiri karena terlalu kaget atau emosional. Kondisi tersebut juga membuat orang yang memiliki kemampuan membela diri menjadi membeku dan tak bisa berkutik.
"Ada juga saat di mana orang itu kaget, syok enggak bisa bereaksi cepat. Biasanya orang yang mengalami pelecehan seksual juga begitu, apalagi yang sudah fisik, misalnya. Yang dengan ucapan kita masih lumayan sadar, tetapi kalau sudah keroyokan ada satu saat kita akan bingung," tuturnya.
Senada dengan Rosdiana, psikolog Bunda Romi mengatakan pada kasus kekerasan juga acapkali ditemukan orang yang tidak berani melawan karena rasa takut yang luar biasa.
"Kalau orang takut, pada dasarnya dia bingung dalam menghadapi hal tersebut. Kalau misalnya harus bereaksi, dia berpikir dulu mau apa reaksinya, reaksi bisa timbul kalau dia punya power. Kalau dia terintimidasi atau power-nya lebih rendah daripada yang mengintimidasi, bisa saja dia akhirnya tidak berani. Jadi, bukannya karena memang menyukai disakiti tapi rasa takut yang membuat dia seperti itu," paparnya.
Dia menambahkan orang yang melakukan perundungan adalah yang biasanya punya kuasa yang lebih besar daripada korbannya. Pada waktu korban mau melawan pasti takut karena sebelumnya pernah ada tindakan melawan yang dibalas oleh pelaku.
Sebagai informasi, dalam psikologi ada fenomena yang dinamakan tonic immobility atau sensasi kelumpuhan sementara yang terjadi pada korban pelecehan atau perkosaan, korban yang diserang jadi tidak bisa menjerit minta tolong, melarikan diri, apalagi melawan balik pelaku karena sekujur tubuhnya tidak bisa digerakkan.
Tonic immobility ini diakui dalam jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica (AOGS) tahun 2017. Para ahli mencatat 70 persen korban perkosaan mengalami sensasi seolah seluruh tubuhnya lumpuh. Akibatnya, mereka pun tak mampu bergerak, apalagi melawan serangan pelaku sehingga ketidakberdayaan ini bukan karena suka sama suka atau senang disakiti.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), Bintang Puspayoga, mengimbau agar masyarakat tidak segan untuk melaporkan langsung segala bentuk kekerasan terhadap anak kepada Kementerian PPPA melalui pengaduan masyarakat ke nomor 082125751234 dan akun media sosial Kemen PPPA.