Sejumlah Pertanyaan tentang Virus Corona yang Masih Teka-teki

Reporter

Bisnis.com

Selasa, 31 Maret 2020 14:25 WIB

Ilustrasi virus (Pixabay.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Para pakar dari berbagai negara masih mencoba memahami segala hal yang berkaitan dengan virus corona bernama SARS-CoV-2, penyebab pandemi COVID-19. Masih banyak hal belum diketahui secara detail tentang virus ini.

Sementara, dalam bidang kesehatan atau kedokteran, apa yang tidak diketahui bisa menyebabkan bahaya penyakit hingga membunuh masyarakat. Dilansir dari Business Insider, berikut 11 pertanyaan umum seputar virus corona baru dan COVID-19 dan kenapa mencari jawabannya merupakan upaya penting dalam konteks kesehatan dan kedokteran dunia.

Dari mana virus berasal?
Para peneliti cukup yakin virus SARS-CoV-2 berkembang pada kelelawar. Tes laboratorium menunjukkan hewan ini memiliki sekitar 80 persen genom yang mirip dengan SARS, virus yang juga berasal dari kelelawar dan memicu epidemi pada awal 2000-an.

Akan tetapi, hal yang masih belum jelas adalah bagaimana virus tersebut bisa melompat dari kelelawar ke manusia. Dalam kasus SARS, musang adalah inang hewan perantara. Adapun dalam kasus kali ini, para peneliti mencurigai bahwa musang, babi, ular, atau trenggiling kemungkinan menjadi inang baru dari virus.

Hal ini penting diketahui untuk memahami bagaimana penyakit zoonosis baru berevolusi dan menyebar sehingga ke depannya ilmuwan dapat melakukan penelusuran yang lebih baik dan melakukan perawatan untuk penyakit baru yang muncul.

Advertising
Advertising

Berapa banyak yang sebenarnya terinfeksi?
Penghitungan global kasus infeksi, kematian, dan pemulihan yang dirilis di situs-situs peneliti atau pemerintah hanya mencerminkan angka yang telah dikonfirmasi. Para peneliti menduga bahwa jumlah kasus sebenarnya jauh lebih besar.

Untuk setiap orang yang dinyatakan positif, mungkin ada 5-10 kali lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi. Sebuah studi yang terbit pada pertengahan Maret di jurnal Science menemukan hal ini terjadi karena kapasitas pengujian yang masih sedikit dibandingkan dengan laju penyakit.

Hal ini penting diketahui untuk melakukan penilaian secara akurat yang bisa membantu para peneliti untuk lebih memahami penyebaran virus corona, tingkat kematian, prevalensi pembawa asimptomatik, dan faktor lain.

Apa yang membuat virus corona begitu cepat menyebar?
Virus adalah partikel kecil yang mampu berevolusi dan mengembangkan diri dengan membahak sel-sel hidup dari inangnya. Penelitian menunjukkan bahwa satu orang yang terinfeksi rata-rata menyebarkan virus ke 2,2 orang lain.

Meski begitu, para peneliti belum memahami secara mendalam kenapa virus ini penyebarannya sangat efektif. Salah satu hipotesis yang diajukan adalah protein permukaan virus yang memungkinkan virus menempel pada sel inang dan menginvasi sel ini. SARS-CoV-2 dilaporkan menginfeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah.

Adapun, memahami hal ini akan menjadi penting untuk mengetahui bagaimana virus menyebar dan melakukan pencegahan efektif atas penyebaran. Ini juga penting untuk mengatasi perilaku penyebaran sehingga tidak lagi masif.

Apa yang mendorong kematian pada orang dengan COVID-19?
Orang yang mengalami gejala COVID-19 parah memiliki pola yang cukup teratur. Mulai dari demam, nyeri otot, kelelahan, dan batuk ringan, kemudian beralih ke sesak napas, dan terakhir berada dalam kondisi yang parah ketika cairan mulai memenuhi paru-paru dan menghalangi aliran oksigen.

Pola kasus-kasus kritis ini mengkhawatirkan karena tidak hanya terjadi pada orang dengan faktor risiko nyata, misalnya perokok dan mengidap penyakit lain, tetapi juga terjadi pada orang-orang yang tampak sehat.

Seorang ahli virus mengatakan bahwa SARS-CoV-2 dapat bereplikasi dengan cepat untuk memicu sistem kekebalan tubuh secara tiba-tiba. Akan tetapi, masih belum diketahui dengan pasti alasan utama yang mendorong kematian pada pasien COVID-19.

Hal ini penting diketahui untuk memahami bagaimana virus corona menyebabkan bahaya sehingga dapat dilakukan tindakan perawatan yang efektif dan membuat obat-obat atau vaksin yang menjanjikan dengan risiko minim.

Berapa persen kasus meninggal dunia akibat virus corona baru?
Tingkat kematian COVID-19 bukan satu ukuran yang sama di semua tempat di dunia. Ada banyak faktor yang berpengaruh, misalnya usia. Generasi tua lebih mungkin meninggal akibat gagal paru-paru dari infeksi virus ini, sementara generasi muda kemungkinan meninggalnya lebih rendah.

Lokasi juga menjadi faktor penting dalam hal ini. Respons pemerintah dan sistem kesehatan di suatu tempat memiliki pengaruh terhadap tingkat kematian pasien virus corona. Selain itu, kondisi cuaca juga dilaporkan memengaruhi kemampuan virus menyebar.

Hal ini penting diketahui untuk mengungkap kelemahan virus dan membuat strategi tanggap terkait yang efektif. Dengan informasi ini, pihak berwenang bisa bersiap melakukan banyak hal terkait rantai pasok hingga perawatan pasien yang ideal.

Kenapa generasi muda tidak berisiko tinggi meninggal karena virus?
Berdasarkan data yang dikumpulkan, anak muda adalah golongan yang paling tangguh terhadap virus corona. Dalam artian, angka kematiannya cukup kecil, meski angka infeksinya cukup tinggi.

Kenapa hal ini terjadi masih merupakan misteri bagi para ahli. Beberapa penjelasan awal dari para profesional menyebut hal ini ada hubungannya dengan sistem kekebalan tubuh, di mana orang tua rentan karena infeksi virus. Adapun, hal ini penting untuk diketahui agar para ahli bisa mengembangkan obat atau vaksin yang efektif melawan dan mencegah penyakit menyebar.

Bisakah seseorang terinfeksi kembali virus corona?
Ada beberapa kasus di mana orang yang positif corona dinyatakan pulih tetapi kemudian dites dan menunjukkan hasil positif setelah adanya gejala yang kembali terlihat. Akan tetapi, kasus ini terjadi hanya pada segelintir orang.

Para ahli lain menyatakan sistem kekebalan tubuh akan mengenali dan melawan virus yang telah menginfeksi tubuh. Dengan demikian, tubuh memiliki sistem kekebalan tubuh yang bisa melindungi diri dari virus serupa sehingga tidak menyebabkan infeksi ulang.

Hal ini penting diketahui untuk memahami apakah kekebalan jangka panjang memiliki konsekuensi untuk mengendalikan pandemi dan memungkinkan pemerintah melakukan langkah-langkah strategis bagi orang yang telah terjangkit.

Apakah SARS-CoV-2 merupakan virus musiman?
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan virus corona baru ini akan hilang pada April ketika musim panas datang. Akan tetapi, banyak ahli memperkirakan virus tidak akan hilang begitu saja ketika suhu naik.

Sebuah penelitian ilmuwan di Beijing memang menyatakan bahwa suhu tinggi dan kelembaban tinggi secara signifikan mengurangi transmisi COVID-19. Akan tetapi, sekali lagi, virus ini telah menjangkit hampir seluruh negara di dunia.

Hal ini penting untuk diketahui seberapa besar virus corona dipengaruhi oleh perubahan musim, yang akan membantu pemerintah di seluruh dunia agar menggunakan sumber dayanya mencegah penyebaran virus.

Apakah ada obat yang aman dan efektif untuk mengobati COVID-19?
Sejauh ini belum ada pengobatan yang disetujui oleh Food and Drug Administration untuk penanganan COVID-19 atau gejalanya. Akan tetapi, ada beberapa kandidat awal yang menjanjikan dan telah dilakukan uji coba.

Obat-obat tersebut misalnya hydroxuchloroquine dan remdevisir. Adapun, saat ini pengujian klinis masih terus dilakukan untuk memastikan efektivitas obat tersebut sekaligus kemanannya untuk digunakan di skala global. Hal ini penting diketahui agar sistem kesehatan dunia memiliki obat untuk memperlambat infeksi atau menghentikan penyebaran dan infeksi virus corona baru ini.

Kapan vaksin virus corona tersedia?
Pengujian klinis dari beberapa obat atau vaksin yang dilakukan mengambil pendekatan yang berbeda-beda dan ada peluang bahwa setidaknya satu vaksin akan menunjukkan hasil yang baik. Akan tetapi semua kandidat vaksin itu masih berada dalam fase awal percobaan. Mungkin butuh waktu lebih dari setahun untuk membuktikannya secara aman, dan setelahnya butuh waktu sekitar enam bulan untuk proses produksi dan distribusi.

Apa konsekuensi jangka panjang bagi mereka yang pulih dari COVID-19?
Meski jumlah kasus sembuh di seluruh dunia telah mencapai angka lebih dari 100.000 kasus, kondisi ini baru terjadi beberapa bulan belakangan. Jadi, belum jelas apa konsekuensi jangka panjang dari COVID-19.

Sebuah cerita muncul dari kasus awal di Cina yang menyatakan pasien yang sembuh dari virus corona mengalami penurunan fungsi paru-paru. Beberapa di antaranya mengalami sekitar 20 persen hingga 30 persen penurunan fungsi paru-paru. Hal ini penting diketahui untuk pihak berwenang mengambil tindakan yang lebih drastis dalam pengendalian penyebaran penyakit, jika memang ada konsekuensi jangka panjang dari infeksi penyakit virus ini.

Berita terkait

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

3 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

3 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

4 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

8 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

11 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

11 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

18 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

19 hari lalu

Terpopuler: Menhub Budi Karya Usulkan WFH di Selasa dan Rabu, Sri Mulyani Sebut Idul Fitri Tahun Ini Sangat Istimewa

Menhub Budi Karya Sumadi mengusulkan work from home atau WFH untuk mengantisipasi kepadatan lalu lintas saat puncak arus balik Lebaran.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: H-4 Lebaran Penumpang di 20 Bandara AP II Melonjak 15 Persen, Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19

22 hari lalu

Terpopuler: H-4 Lebaran Penumpang di 20 Bandara AP II Melonjak 15 Persen, Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19

AP II mencatat jumlah penumpang pesawat angkutan Lebaran 2024 di 20 bandara yang dikelola perusahaan meningkat sekitar 15 persen.

Baca Selengkapnya

Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19, Tak Bayar Gaji sejak Januari

22 hari lalu

Kronologi Indofarma Terpukul Melandainya Covid-19, Tak Bayar Gaji sejak Januari

Indofarma ambruk karena salah perhitungan kapan pandemi COvid-19 berakhir, sehingga banyak obat sakit akibat virus corona tak terjual

Baca Selengkapnya