Pakar Ungkap Tantangan Tekan Angka Stunting kala Pandemi COVID-19
Reporter
Tempo.co
Editor
Yayuk Widiyarti
Jumat, 15 Mei 2020 09:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Target penurunan angka stunting yang merupakan program prioritas nasional dapat tetap tercapai dan dibutuhkan modifikasi strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan di tingkat daerah sehingga kita tetap bisa mencegah terjadinya malnutrisi dan menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia di tengah pandemi virus corona.
Sebuah diskusi digelar oleh Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) pada Rabu, 13 Mei 2020. Para ahli setuju nutrisi yang dikonsumsi anak memiliki peran penting dalam pencegahan stunting dan proteksi daya tahan tubuh, terutama di tengah pandemi COVID-19.
Dalam mencegah terjadinya malnutrisi, deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial. Guru Besar FKUI Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) menuturkan, “Kebijakan di rumah saja dan jaga jarak fisik menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting.”
Menurut Damayanti, selain mempengaruhi otak, nutrisi pada awal kehidupan seperti protein hewani, asam amino, zat besi, maupun seng juga berpengaruh kepada daya tahan tubuh anak. Asupan yang tidak cukup dapat berpengaruh pada penurunan berat badan, weight faltering (kenaikan berat badan yang tidak sesuai kurva), kesulitan nafsu makan, hingga malnutrisi.
Tumbuh kembang yang tidak sesuai usia juga dapat menjadi salah satu pertanda telah terjadi penurunan daya tahan tubuh pada anak yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi, termasuk patogen seperti virus corona.
“Bahayanya, infeksi berulang akan mengganggu saluran cerna, malabsorpsi nutrisi, risiko malnutrisi, hingga mengganggu hormon pertumbuhan pada anak, yang dapat berujung pada stunting akibat malnutrisi kronis yang dibiarkan tidak terdeteksi,” jelas Damayanti lewat keterangan pers yang diterima Tempo.co.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Rr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan menjelaskan ada risiko peningkatan masalah gizi akut dan kronis yang disebabkan oleh menurunnya akses dan daya beli masyarakat terhadap pangan bergizi akibat pandemi COVID-19.
“Imbas PSBB, kami meminimalisir kunjungan masyarakat ke fasilitas layanan kesehatan dan mengutamakannya untuk yang bersifat mendesak dan gawat darurat. Kami menyeimbangkannya dengan rencana modifikasi pelayanan seperti kunjungan rumah bagi sasaran berisiko, konseling virtual, edukasi masyarakat, hingga komunikasi melalui grup di media sosial,” ujar Dhian.
Pelayanan yang diatur oleh Kementerian Kesehatan tersebut dilakukan untuk balita gizi kurang, balita gizi buruk, ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK), ibu hamil dengan anemia, hingga remaja putri dengan anemia. Masih menurut Dhian, pemantauan status gizi balita di Posyandu kini ditunda. Namun, masyarakat diharapkan tetap memberikan ASI pada bayi, makanan sesuai pedoman gizi seimbang pada anak, cuci tangan dan PHBS, hingga melakukan aktivitas fisik.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk segera menghubungi kader atau fasyankes apabila anak mengalami penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, maupun gangguan kesehatan lainnya. Dokter Spesialis Anak Dr. dr. Tb. Rachmat Sentika SpA. MARS menuturkan penderita gizi buruk dan gizi kurang dapat berisiko, terutama dalam 3 bulan masa PSBB.
Ada empat hal yang dikhawatirkan oleh pemerhati gizi anak di Indonesia, terutama pada masa pandemi COVID-19. “Dalam kejadian pandemi ini, dikhawatirkan program nasional penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak dapat terlaksana dengan baik. Kedua, isu program refocusing dana yang dapat membuat berkurangnya dana untuk implementasi program nasional stunting di daerah. Ketiga, kami ingin menekankan pentingnya peranan makronutrien dan asam amino esensial dari 2 tahun pertama kehidupan. Keempat, menghimbau penggunaan media digital untuk pencegahan stunting, contohnya penggunaan teknologi digital untuk memantau status gizi anak di rumah,” kata Rachmat.