Ilustrasi virus Corona atau Covid-19. Shutterstock
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika dunia terus berjuang melawan virus corona, sebuah makalah baru dalam jurnal Brain, Behavior, and Immunity menunjukkan kecenderungan covid-19 memicu keinginan orang untuk bunuh diri.
Menggunakan kasus-kasus bunuh diri terkait COVID-19 di Amerika Serikat, Italia, Inggris, Jerman, Arab Saudi, India, dan Bangladesh, penulis menyoroti empat faktor risiko utama berikut seperti dikutip dari psychologytoday.com.
Jarak dan Isolasi Sosial Secara global, ketakutan COVID-19 telah menciptakan tekanan emosional yang serius. Keterasingan yang diciptakan oleh perintah-perintah jarak sosial telah mengecewakan banyak orang dan dapat mengintensifkan kondisi kesehatan mental yang ada, termasuk depresi dan bunuh diri. Para penulis merinci kasus-kasus dari India, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Inggris, di mana isolasi COVID-19 kemungkinan berkontribusi mati karena bunuh diri.
Dalam satu kasus, misalnya, seorang mahasiswa Cina yang belajar di universitas Arab Saudi meninggal karena bunuh diri. Pelajar itu telah diisolasi di karantina rumah sakit karena dugaan infeksi virus corona.
Resesi Ekonomi akibat COVID-19 Epidemi COVID-19 telah memicu krisis ekonomi global, yang kemungkinan akan meningkatkan risiko bunuh diri terkait dengan pengangguran dan tekanan ekonomi. Para penulis berpendapat bahwa ketidakpastian, perasaan putus asa, dan rasa tidak berharga dapat meningkatkan tingkat bunuh diri. Di Jerman, misalnya, seorang menteri keuangan meninggal karena bunuh diri di dekat Frankfurt pada akhir Maret 2020. Dia dilaporkan merasa putus asa atas dampak ekonomi dari pandemi virus corona.
Stres dan Trauma bagi Tenaga Kesehatan Secara global, ada bukti bahwa penyedia layanan kesehatan berada pada risiko yang meningkat untuk kesehatan mental selama epidemi coronavirus. Stres termasuk stres ekstrem, takut sakit, rasa tidak berdaya, dan trauma yang terkait dengan menyaksikan pasien meninggal sendirian. Semua ini kemungkinan akan meningkatkan risiko bunuh diri di kalangan profesional kesehatan. Di Inggris, misalnya, seorang perawat UGD meninggal karena bunuh diri di rumah sakit London. Kematiannya terjadi ketika dia merawat pasien COVID-19 dan setelah 8 pasien virus corona meninggal.
Stigma dan Diskriminasi Stigma COVID-19, dapat memicu kasus bunuh diri yang muncul di seluruh dunia. Di India, misalnya, seorang pria meninggal karena bunuh diri setelah 'menghadapi boikot sosial dan diskriminasi agama' karena masyarakat curiga ia mungkin menderita COVID-19. Di Bangladesh, seorang lelaki lainnya meninggal karena bunuh diri setelah diisolasi oleh tetangganya karena diagnosis virus corona.
CATATAN: Bantuan krisis kejiwaan atau tindak pencegahan bunuh diri di Indonesia, bisa menghubungi: Yayasan Pulih (021) 78842580.