Semakin Banyak Anak Muda Alami Hipertensi, Dokter Ingatkan Ini

Reporter

Antara

Kamis, 3 Juni 2021 18:51 WIB

Ilustrasi hipertensi (Pixabay.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Hipertensi terjadi saat tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Penyakit ini sering disebut sebagai pembunuh senyap karena tanpa keluhan tetapi bisa tiba-tiba menyebabkan serangan jantung atau stroke.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi kini juga umum dialami generasi milenial, khususnya yang berusia 22-40 tahun. Penyebabnya antara lain stres karena beban pekerjaan dan kurang bergerak. Demikian menurut spesialis jantung dan pembuluh darah dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Badai Bhatara Tiksnadi.

"Gaya hidup lebih tidak aktif, WhatsApp bisa setengah jam hingga satu jam, lebih banyak stres karena tuntutan pekerjaan, beban pekerjaan yang terus bertambah jadi bagian dari hidup sehari-hari," ujarnya.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan 34 persen orang dewasa di Indonesia atau berusia di atas 18 tahun mengalami hipertensi. Angka ini naik dibandingkan 2013, yakni 14,5 persen. Selain tuntutan pekerjaan, COVID-19 juga menjadi penyebab generasi milenial, yang lahir 1981-1996, stres dan berisiko terkena hipertensi.

Data sebuah studi menunjukkan sekitar 92 persen milenial berpikir COVID-19 bisa mengganggu kesehatan mental. Di sisi lain, makanan, terutama tinggi garam, gorengan, jeroan, minuman beralkohol, kegemukan, dan merokok pun menjadi penyebab sekaligus faktor risiko, termasuk kalangan milenial, terkena hipertensi.

Advertising
Advertising

"Makanan (gorengan dan jeroan) ini kalau sudah ada sulit ditolak dan saat makan tidak menyesal, maka hindarilah. Makan ini banyak di populasi, gorengan, apalagi jeroan," tutur Badai.

Hal senada diungkapkan Ketua Yayasan Jantung Indonesia (YJI), Esti Nurjadin. Menurutnya, kenaikan prevalensi hipertensi di kalangan milenial antara lain disebabkan gaya hidup dengan level stres tinggi, tingginya konsumsi minuman beralkohol, merokok, konsumsi garam, gula, dan lemak, serta kurang bergerak.

"Selain stres pekerjaan, mereka berada dalam usia sudah berkeluarga yang sudah punya anak, bekerja juga harus menjadi guru di rumah. Stres bertambah dengan adanya COVID-19, tidak bisa bersosialisasi seperti sebelumnya," kata Esti.

Tetapi, apabila generasi milenial sudah terlanjur menerapkan gaya hidup tak sehat lalu melakukan modifikasi seperti berhenti merokok, maka bisa berdampak positif pada kesehatan.

"Kalau berhenti setelah rutin merokok, efek rokok pulih baru 10-15 tahun sehingga tidak bisa hilang karena terakulumasi menyebabkan perubahan di paru-paru, beberapa kadang irreversible. Tetapi kalau dilakukan lebih awal, kerusakan tidak seberat yang lebih lama, jangan pernah ditunda tobatnya," tutur Badai.

Badai mengatakan hipertensi baru bergejala bisa sudah berat atau merusak organ penting macam jantung dan ginjal, seperti pusing, sesak, berdebar, buang air kecil sedikit, hingga nyeri dada.

Baca juga: Sebab Penderita Hipertensi Rentan Terkena COVID-19

Berita terkait

Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

4 hari lalu

Alami Burnout karena Merawat Orang Tua Demensia, Begini Saran Pakar

Merawat orang tua dengan demensia menyebabkan burnout, apalagi jika Anda harus merawat anak juga alias generasi sandwich. Simak saran pakar.

Baca Selengkapnya

Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

7 hari lalu

Kenali Dampak Stres pada Diabetes dan Cara Mengelolanya

Stres fisik, seperti saat sakit atau cedera, gula darah juga bisa meningkat, yang dapat mempengaruhi penderita diabetes tipe 1 maupun tipe 2.

Baca Selengkapnya

Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

7 hari lalu

Psikiater: Jangan Ukur Kebahagiaan Berdasar Standar Orang Lain

Faktor penghambat kebahagiaan kerap berasal dari tekanan dalam diri untuk mencapai sesuatu dari standar mengukur kebahagiaan orang lain.

Baca Selengkapnya

Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

7 hari lalu

Tips Psikiater untuk Mengusir Rasa Tak Bahagia

Rutin menulis jurnal bersyukur atau gratitude journal, semacam buku harian, bisa menjadi salah satu cara mengusir perasaan tidak bahagia.

Baca Selengkapnya

Parto Patrio Operasi Batu Ginjal, Kenali Gejala dan Penyebab Batu Ginjal

8 hari lalu

Parto Patrio Operasi Batu Ginjal, Kenali Gejala dan Penyebab Batu Ginjal

Komedian Parto Patrio sedang menjalani pemulihan usai operasi batu ginjal. Lantas, apa yang menyebabkan dan tanda-tanda dari penyakit ini?

Baca Selengkapnya

12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

10 hari lalu

12 Tips Bantu Cegah Kolesterol dan Gula Darah Tinggi

Berikut 12 tips yang bantu mencegah kolesterol dan gula darah naik, termasuk pola makan dan kelola stres.

Baca Selengkapnya

Cegah Stroke, Pakar Saraf Minta Kontrol 3 Hal Ini

11 hari lalu

Cegah Stroke, Pakar Saraf Minta Kontrol 3 Hal Ini

Masyarakat diimbau mengontrol gula darah, tekanan darah, dan kolesterol demi mencegah serangan stroke yang bisa datang kapan pun.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

11 hari lalu

Pakar Sebut 8 Hal Paling Umum yang Percepat Penuaan

Pakar kesehatan menyebut delapan perilaku tak sehat paling umum yang mempercepat proses penuaan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

12 hari lalu

Kelola Stres Setiap Hari untuk Redakan Emosi

Mengelola stres adalah cara meredakan emosi yang harus terus dilatih setiap hari agar tidak mudah emosional si situasi yang buruk.

Baca Selengkapnya

Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

12 hari lalu

Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

Psikolog mengatakan wajar bila orang kecewa karena harapan tidak menjadi kenyataan tetapi rasa kecewa itu mesti dikelola agar tak sampai memicu stres.

Baca Selengkapnya