Counterblaste to Tobacco, Undang-Undang Pertama Pengendalian Tembakau di Dunia
Reporter
Tempo.co
Editor
Istiqomatul Hayati
Jumat, 11 Juni 2021 22:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Regulasi mengenai pengendalian tembakau ternyata bukan kegiatan baru di masyarakat modern. Kerajaan Inggris pada abad ke-17 sudah mengeluarkan aturan mengenai pelarangan merokok. Raja James I menerbitkan panduan bernama Counterblastr to Tobacco pada 1604.
“James membuat risalah itu karena dia berpandangan bahwa merokok itu adalah sesuatu hal yang menjijikkan, bau, berbahaya bagi otak dan paru-paru, dan menimbulkan asap yang mengganggu,” Ridhwan Fauzi, kandidat doktor dalam bidang Manajemen dan Kebijakan Kesehatan Universitas Chulalongkorn, Thailand kepada Tempo melalui pesan Whatsapp, Jumat, 11 Juni 2021.
Bahkan, kata dia, Raja James memiliki kesadaran untuk melindungi perokok pasif. Dia berpendapat, seorang istri perokok harus memilih apakah ia ikut merokok atau hidup dalam siksaan seumur hidupnya. “Pilihannya sama-sama enggak enak dan jadi korban,” ucapnya.
Ridhwan menuturkan, selain Raja James I dari Inggris, pada 1633, Sultan Murad IV, penguasa Kekaisaran Ottoman, yang memberlakukan larangan merokok di daerah kekuasaannya. “Tapi larangan itu kemudian dicabut oleh penerusnya, yakni Sultan Ibrahim Mad pada 1647,” ujarnya.
Secara terpisah, pengajar Kebijakan Kesehatan dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka atau Uhamka, Deni Wahyudi Kurniawan menuturkan, meski banyak penguasa dulu yang benci terhadap tembakau, pada akhirnya mereka tidak bisa membuat pelarangan secara total. “Banyak kerajaan yang malah membuat monopoli perusahan tembakau karena kecanduannya, tembakau menjadi komoditas yang gampang menghasilkan uang,” ujarnya.
Salah satunya dilakukan oleh Raja James I sendiri. Meski membenci rokok, ia juga memerintahkan koloni Inggris di Amerika untuk menanam tembakau. “Makanya ada tembakau Virginia, itu asalnya dari situ,” kata master International Development Studies dari Ohio University ini kepada Tempo, Jumat, 11 Juni 2021.
Dilema inilah, kata Deni, yang masih dialami pengambil kebijakan di masa modern. Meski mereka sadar betapa berbahaya konsumsi dan peredaran tembakau, namun godaan mendapatkan penghasilan dari penjualan tembakau membuat mereka ragu melarang konsumsi rokok secara total. “Jadi, jangan heran kalau hingga kini upaya pengendalian tembakau masih menghadapi jalan terjal,” ucapnya.
Baca juga: Tren Perokok Dunia, dari yang Dulu Banyak dari Negara Maju, Kini Sebaliknya