Kaitan Omicron dan Keparahan Penyakit Menurut Pakar

Reporter

Antara

Jumat, 24 Desember 2021 09:00 WIB

Ilustrasi virus Corona (Covid-19) varian MU. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak yang harus dipelajari tentang Covid-19 varian Omicron. Lebih banyak penelitian dilakukan untuk meningkatkan pemahaman pejabat kesehatan tentang varian yang sangat menular ini. Pakar kesehatan menyebut masih terlalu dini menyebut Omicron menyebabkan COVID-19 yang parah.

Sebuah studi dari Afrika Selatan menemukan risiko rawat inap untuk orang dewasa sekitar 30 persen lebih rendah dibandingkan dengan varian Delta. Tetapi, studi dari ICL menemukan varian Omicron tidak menunjukkan tanda-tanda lebih ringan dari Delta.

Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan terlalu dini untuk mengatakan Omicron menyebabkan penyakit yang lebih ringan atau parah. Sejauh ini, baru satu kematian dari varian Omicron yang telah diidentifikasi, yakni seorang pria Texas yang tidak divaksinasi, berusia 50 tahunan. Namun, perlu dicatat tidak semua kematian terkait COVID-19 dilaporkan ke otoritas kesehatan.

Sampai kita mempelajari lebih lanjut tentang Omicron, epidemiolog di Boston Children's Hospital, Dr. John Brownstein, seperti dikutip dari ABC News mengatakan, cara terbaik untuk melindungi diri yakni dengan mengikuti langkah-langkah mitigasi yang diketahui berhasil, termasuk vaksinasi dan pemakaian masker.

“Gunakan tes cepat sebagai cara untuk mengidentifikasi apakah Anda mungkin tertular dan kenakan masker berkualitas tinggi di dalam ruangan, terutama jika berada di sekitar orang-orang dengan status vaksinasi yang tidak diketahui," imbaunya.

Advertising
Advertising

Di sisi lain, salah satu fakta yang diketahui mengenai varian ini yakni menyebar lebih mudah daripada varian lain selama pandemi. Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), Dr. Rochelle Walensky, mengatakan data awal menunjukkan prevalensi Omicron berlipat ganda setiap dua hingga tiga hari, jauh lebih cepat daripada varian Delta yang pada puncaknya memiliki waktu dua kali lipat, sekitar tujuh hari.

Fakta lain, Omicron sebagian berdampak pada vaksin tetapi booster dapat membantu memberikan perlindungan. Data awal dari Pfizer-BioNTech menunjukkan orang dengan dua dosis vaksin memiliki tingkat antibodi penetralisir yang rendah terhadap varian tersebut. Kemudian, pada penerima suntikan booster, tingkat antibodinya meningkat 25 kali lipat. Sementara itu, data awal dari Moderna memperlihatkan booster 50 mikrogramnya meningkatkan kadar antibodi 37 kali lipat.

"Tampaknya, vaksin masih memberikan perlindungan luar biasa pada penyakit parah dan kematian, terutama jika ditingkatkan," kata Brownstein.

Selain itu, infeksi COVID-19 sebelumnya tidak melindungi dari infeksi ulang Omicron dengan cara yang sama seperti varian Delta. Sebuah studi baru-baru ini dari Imperial College London, yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, menunjukkan risiko infeksi Omicron lima kali lebih tinggi dibandingkan Delta.

Baca juga: Inilah Jenis Masker yang Direkomendasikan untuk Mencegah Varian Omicron

Berita terkait

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

12 jam lalu

Apa Saja Imunisasi yang Wajib Diberikan kepada Bayi Berusia 1-2 Bulan?

Bayi wajib melakukan imunisasi untuk mencegah bahaya kesehatan, terutama ketika berusia 1-2 bulan. Lantas, apa saja jenis imunisasi yang wajib dilakukan bayi?

Baca Selengkapnya

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

18 jam lalu

Mengapa Bayi Harus Diimunisasi?

Bayi harus menjalani imunisasi karena beberapa alasan tertentu yang akan dibahas dalam artikel ini.

Baca Selengkapnya

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

1 hari lalu

6 Bahaya Bayi yang Tidak Diimunisasi

Bayi penting untuk melakukan imunisasi secara rutin agar terhindar dari bahaya kesehatan mendatang. Lantas, apa saja bahaya bagi bayi yang tidak melakukan imunisasi?

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

1 hari lalu

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

Topik tentang mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut tranparansi biaya pendidikan menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

2 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

2 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

2 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya