Waspada Demam Berdarah di Musim Pancaroba

Reporter

Antara

Selasa, 1 Maret 2022 08:55 WIB

Petugas melakukan pengasapan atau fogging di sekitar rumah warga di Kota Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, 18 Maret 2020. Tahun ini sudah keempat kalinya Kabupaten Sikka berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) wabah demam berdarah dengue (DBD). Sebelumnya wabah itu terjadi pada tahun 2010, 2013 dan 2016. Wabah tersebut sudah terjadi berulang-ulang. Antara Foto/Kornelis Kaha

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis Anak Konsultan Penyakit Infeksi dan Tropis Anak dari Universitas Indonesia, Debbie Latupeirissa, mengingatkan berbagai masalah kesehatan memasuki musim pancaroba ini, yakni demam berdarah dengue (DBD).

"Memasuki musim pancaroba, berbagai masalah kesehatan di negara tropis kembali hadir. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah demam berdarah dengue (DBD), " ujar dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah – Bintaro Jaya itu.

DBD disebabkan virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes Aegepti. Penyakit ini ditandai dengan gejala khas seperti demam tinggi tanpa gejala lain, misalnya tanpa batuk, pilek, atau sesak napas. Beberapa pasien juga mengeluhkan gejala nyeri di belakang mata, sakit kepala, nyeri sendi, hingga munculnya bercak merah pada kulit atau perdarahan.

"Meski demikian, biasanya bercak merah pada kulit belum terlihat pada hari-hari awal," kata Debbie.

Menurutnya, walau termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya, tak jarang penyakit DBD menimbulkan korban jiwa jika tidak cepat ditangani. Terlebih lagi jika pasien DBD telah memasuki fase berbahaya dan terjadi pada anak-anak berusia lebih muda yang belum dapat mengutarakan kondisi. Oleh karena itu, tak sedikit pasien DBD kemudian dirawat di rumah sakit untuk dipantau lebih ketat kondisinya.

Advertising
Advertising

Mengenai perjalanan penyakit, ada tiga fase DBD, yakni hari 1-3 disebut fase febrile tanpa perdarahan. Dalam fase ini biasanya terjadi gejala awal seperti demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi, dan nyeri belakang bola mata. Setelah memasuki hari 4-5, demam cenderung turun. Pada tahap ini, pasien mulai memasuki fase kritis.

Dalam kasus pasien anak, kebanyakan orang tua tidak mewaspadai fase ini ketika demam turun sehingga mengira si kecil justru sudah mulai sembuh. Padahal, pada fase ini risiko terjadinya syok jauh lebih besar. Selain itu, dapat terjadi pula penurunan trombosit lebih jauh yang ditandai dengan perdarahan, seperti mimisan, gusi berdarah, atau timbul bintik-bintik merah pada kulit yang spontan.

Pada fase kritis terjadi perembesan plasma darah sehingga terjadi peningkatan kekentalan darah atau hematokrit dan hal ini penting diwaspadai. Pada fase ini, pasien memerlukan banyak cairan dengan banyak minum atau pemberian cairan infus.

"Jika kebutuhan cairan tidak tercukupi, risiko si kecil mengalami syok yang dapat membahayakan jiwa akan meningkat. Apalagi jika syok tidak teratasi dalam waktu cepat, kemungkinan akan terjadi komplikasi perdarahan hebat yang akan sulit diatasi," jelas anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu.

Perdarahan terjadi bukan hanya disebabkan jumlah trombosit yang sangat menurun tetapi juga gangguan fungsi pembekuan darah. Risiko lain yang dapat terjadi pada fase kritis ini yaitu gangguan kesadaran, gangguan fungsi ginjal, serta gangguan fungsi hati dan organ lain. Kondisi ini dapat terjadi pada kurang lebih 30 persen kasus dengue berat.

Baca juga: Mengapa Penyakit Demam Berdarah Rentan Meningkat Saat Musim Hujan?

Berita terkait

Pakar Ingatkan Gejala Lupus pada Anak yang Bisa Lebih Parah dari Dewasa

4 hari lalu

Pakar Ingatkan Gejala Lupus pada Anak yang Bisa Lebih Parah dari Dewasa

Dokter anak menjelaskan gejala penyakit lupus pada anak umumnya lebih gawat dibanding pada orang dewasa.

Baca Selengkapnya

3 Fakta Pasien Demam Berdarah di RSUD Chasbullah Bekasi yang Viral di Media Sosial

4 hari lalu

3 Fakta Pasien Demam Berdarah di RSUD Chasbullah Bekasi yang Viral di Media Sosial

Beredar video mengenai lonjakan kasus Demam Berdarah di Bekasi yang terdampar di ruang IGD RSUD Chasbullah Abdulmadjid, Kota Bekasi

Baca Selengkapnya

Pencegahan DBD Masih yang Paling Efektif untuk Mengatasinya

6 hari lalu

Pencegahan DBD Masih yang Paling Efektif untuk Mengatasinya

Mencegah lebih baik daripada mengobati, begitu juga dengan DBD. Berikut penjelasan Kemenkes.

Baca Selengkapnya

Peserta Sakit DBD Sebelum UTBK, Ini Kata Panitia di UNJ

8 hari lalu

Peserta Sakit DBD Sebelum UTBK, Ini Kata Panitia di UNJ

Ada berbagai cerita di tengah pelaksanaan UTBK SNBT di UNJ, diantaranya ada peserta yang sakit DBD.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

9 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Ibu Hamil Konsumsi Paracetamol, Apa yang Perlu Jadi Perhatian?

10 hari lalu

Ibu Hamil Konsumsi Paracetamol, Apa yang Perlu Jadi Perhatian?

Ibu hamil mengonsumsi paracetamol perlu baca artikel ini. Apa saja yang harus diperhatikan?

Baca Selengkapnya

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

11 hari lalu

Vaksinasi Masih Jadi Tantangan, Banyak Orang Termakan Mitos Keliru

Masih ada warga yang menganggap vaksinasi dapat menyebabkan kematian sehingga pelaksanaannya masih sering menemui kendala.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

11 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

12 hari lalu

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

Jangan memberi obat penurun demam seperti parasetamol saat anak mengalami demam usai imunisasi. Dokter anak sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

13 hari lalu

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

Kementerian Kesehatan Indonesia dan Brazil berkolaborasi untuk memformulasikan upaya mencegah peningkatan insiden penyakit Arbovirus seperti DBD

Baca Selengkapnya