Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Kamis, 18 April 2024 14:40 WIB

Warga berebut sesaji saat mengikuti prosesi Pesta Lomban di laut Jepara, Jepara, Jawa Tengah, Rabu 17 April 2024. Pesta Lomban yang diadakan nelayan sepekan setelah Idul Fitri dengan melarung sesaji berupa kepala kerbau serta hasil bumi ke tengah laut itu sebagai bentuk syukur dan harapan para nelayan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki dan keselamatan saat melaut. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap bulan Syawal, masyarakat di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng), akan dimeriahkan dengan aneka tradisi syawalan. Inilah asal usul Pesta Lomban, sebuah tradisi budaya di Jepara yang digelar sebagai bentuk rasa syukur masyarakat setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh atau Syawalan.

Dilansir dari jurnal berjudul Nilai Kearifan Lokal dalam Tradisi Lomban Masyarakat Jepara, karya Dewi Puspita Ningsih dari Universitas NU NTB, istilah Lomban oleh sebagian masyarakat Jepara disebutkan dari kata “lomba-lomba” yang berarti masyarakat nelayan masa itu bersenang-senang melaksanakan lomba-lomba laut yang seperti sekarang masih dilaksanakan setiap pesta Lomban, namun ada sebagian mengatakan bahwa kata-kata lomban berasal dari kata “lelumban” atau bersenang-senang. Pesta Lomban merupakan pesta masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Jepara dalam bentuk sedekah laut.

Namun kini sudah menjadi milik keseluruhan masyarakat Jepara, bukan nelayan saja. Semuanya mempunyai makna yang sama yaitu merayakan hari raya dengan bersenang-senang setelah berpuasa Ramadhan sebulan penuh. Yang pasti, bada lomban merupakan momen bagi para nelayan untuk bersenang-senang dalam merayakan Idul Fitri setelah menunaikan puasa sebulan penuh.

Pesta lomban itu sendiri telah berlangsung lebih dari satu abad yang lampau. Berita ini bersumber dari tulisan tentang lomban yang dimuat dalam Kalawarti/Majalah berbahasa Melayu bernama Slompret Melayu yang terbit di Semarang pada paruh kedua abad XIX edisi tanggal 12 dan 17 Agustus 1893 yang menceritakan keadaan lomban pada waktu itu, dan ternyata tidak berbeda dengan apa yang dilaksanakan masyarakat sekarang. Diceritakan dalam pemberitaan tersebut, bahwa pusat keramaian pada waktu itu berlangsung di teluk Jepara dan berakhir di Pulau Kelor.

Pesta Lomban masa kini telah dilaksanakan oleh warga masyarakat nelayan Jepara bahkan dalam perkembangannya sudah menjadi milik warga masyarakat Jepara. Hal ini nampak partisipasinya yang besar masyarakat Jepara menyambut Pesta Lomban. Dua atau tiga hari sebelum Pesta Lomban berlangsung pasar-pasar di kota Jepara nampak ramai seperti ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Advertising
Advertising

Ibu rumah tangga sibuk mempersiapkan pesta lomban sebagai hari raya kedua. Pedagang bungkusan ketupat dengan janur (bahan pembuat kupat dan lepet) juga menjajakan ayam guna melengkapi lauk pauknya. Malam hari sebelum acara pesta Lomban berlangsung, biasanya diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Pada saat pesta Lomban berlangsung semua pasar di Jepara tutup tidak ada pedagang yang berjualan semuanya berbondong-bondong ke Pantai Kartini. Pesta Lomban dimulai sejak pukul 07.00 WIB dimulai dengan upacara Pelepasan Sesaji dari TPI Jobokuto. Upacara ini dipimpin oleh pemuka agama desa Jobokuto dan dihadiri oleh Bapak Bupati Jepara dan para pejabat Kabupaten lainnya.

Upacara pemberangkatan sesaji kepala kerbau yang dipimpin oleh Bapak Bupati Jepara, sebelum diangkut ke perahu sesaji diberi doa oleh pemuka agama dan kemudian diangkat oleh para nelayan ke perahu pengangkut diiringi Bupati Jepara bersama dengan rombongan. Sementara sesaji dilarung ke tengah lautan, para peserta pesta lomban menuju ke “Teluk Jepara” untuk bersiap melakukan Perang Laut dengan amunisi beragam macam ketupat dan lepet tersebut.

Tradisi upacara yang masih bertahan dapat memberi gambaran bahwa masyarakat nelayan masih memegang teguh adat istiadat yang diwarisi secara turun-temurun. Kepercayaan terhadap leluhur, roh halus merupakan manifestasi keteguhan hati yang masih mengakar pada diri nelayan Jepara dalam hal nguri-uri atau merawat kebudayaan leluhurnya. Masyarakat Jepara percaya bahwa jika mereka melestarikan warisan budaya leluhurnya maka kehidupan mereka juga akan senantiasa terjaga dan terhindar dari marabahaya yang diakibatkan oleh alam.

Pilihan Editor: Tradisi Lebaran Sapi Syawal di Boyolali

Berita terkait

Hendak Ambil Tangkapan Ikan, Nelayan di Bangkalan Malah Temukan Buaya 3 Meter

5 hari lalu

Hendak Ambil Tangkapan Ikan, Nelayan di Bangkalan Malah Temukan Buaya 3 Meter

Buaya masuk ke hutan mangrove di Bangkalan saat air pasang diduga karena tertarik oleh ikan-ikannya yang terperangkap jala nelayan.

Baca Selengkapnya

BI Prediksi Penjualan Eceran April 2024 Tumbuh, Ditopang Belanja Idul Fitri

7 hari lalu

BI Prediksi Penjualan Eceran April 2024 Tumbuh, Ditopang Belanja Idul Fitri

BI memperkirakan kinerja penjualan eceran bulan April 2024 tetap tumbuh, didorong oleh momen Idul Fitri.

Baca Selengkapnya

Survei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat

8 hari lalu

Survei Bank Indonesia: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Meningkat

Survei Konsumen Bank Indonesia atau BI pada April 2024 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi meningkat.

Baca Selengkapnya

Pemkab Kukar Berhasil Tuntaskan Program 25 Ribu Nelayan Produktif

8 hari lalu

Pemkab Kukar Berhasil Tuntaskan Program 25 Ribu Nelayan Produktif

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) berhasil menjalankan program 25 ribu nelayan produktif, bahkan melebihi target pencapaian.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tradisi Merti Desa Mbah Bregas di Sleman, Keteledanan dari Sosok Pengikut Sunan Kalijaga

15 hari lalu

Mengenal Tradisi Merti Desa Mbah Bregas di Sleman, Keteledanan dari Sosok Pengikut Sunan Kalijaga

Pelaksanaan upacara adat Merti Desa Mbah Bregas di Sleman hanya dilangsungkan satu tahun sekali, tepatnya Jumat kliwon pada Mei.

Baca Selengkapnya

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

17 hari lalu

LPEM UI: Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh 5,15 Persen di Kuartal I 2024

Perayaan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul Fitri juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik lebih lanjut.

Baca Selengkapnya

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

17 hari lalu

BI: Inflasi di Jawa Tengah Turun setelah Idul Fitri, Berapa?

Daerah dengan catatan inflasi terendah di Jawa Tengah adalah Kabupaten Rembang yaitu 0,02 persen.

Baca Selengkapnya

Jadi Tuan Rumah Agenda World Water Forum, Bali akan Gelar Upacara Segara Kerthi

18 hari lalu

Jadi Tuan Rumah Agenda World Water Forum, Bali akan Gelar Upacara Segara Kerthi

Segara Kerthi merupakan kearifan lokal memuliakan air di Bali, akan ditunjukkan kepada dunia, khususnya kepada delegasi WWF.

Baca Selengkapnya

Harga Naik, Toko Ritel Batasi Penjualan Gula Pasir

18 hari lalu

Harga Naik, Toko Ritel Batasi Penjualan Gula Pasir

Sejumlah toko ritel melakukan pembatasan penjualan gula pasir imbas dari naiknya harga gula.

Baca Selengkapnya

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

18 hari lalu

Sektor Manufaktur Masih Ekspansif dan Inflasi Terkendali

Sektor manufaktur tunjukan tren kinerja ekspansif seiring Ramadhan dan Idul Fitri 2024. Sementara itu, inflasi masih terkendali.

Baca Selengkapnya