TEMPO Interaktif, Garis-garis potongan tegas, manset, dan beberapa saku. Juga warna-warna yang dominan hijau, hitam, dan abu-abu. Wujudnya tak melulu jaket atau setelan klimis.
Sebagaimana ia merefleksikan tema-tema yang akan mewarnai lini koleksi musim gugurnya, Marcus Wainwright dari rumah mode Rag & Bone memiliki sedikit pencerahan. "Anda tak bisa sungguhan memodifikasi terhadap sebuah jaket luar," katanya. "Itu satu siluet yang bakal keren selamanya."
Pada koleksi yang ditampilkan Jumat lalu, Wainwright melansir sebuah parade mini jaket-jaket besar militer, parka-parka kamuflase, dan, tentu saja, variasi jaket lapangan dengan multisaku dan aneka manset khusus.
Wainwright tampil dalam New York Fashion Week, New York, Amerika Serikat, yang berakhir pada Kamis pekan lalu, bersama para desainer, seperti Gwen Stefani, Richard Chai, Wayne Lee, dan Philip Lim, yang menyuntikkan koleksinya dengan keteraturan militer dan memangkas bunga basi. Jaket-jaket luar, parka-parka, dan jas-jas hujan tak sepenuhnya menyelimuti panggung peraga buat musim gugur, musim yang ditandai baju berlapis, penggunaan bulu mewah, dan pada titik berlawanan yang ekstrem busana sport ringkas.
Tapi semua tidak harus begitu. Pengaruh-pengaruh militer alias army look sudah meluas sebelum pekan peragaan di Kota Big Apple itu. Tahun-tahun sebelumnya, interpretasi dari busana pertempuran telah menginfiltrasi dunia gaya, menjejaki suatu trayek dari kampus dan stadion konser, serta merasuk ke banyak catwalk dari Balmain, Marc Jacobs, Celine, dan Burberry. Lalu, kembali ke publik via toko-toko besar macam DKNY dan Gap, tempat versi bergaya jaket lapangan--sebagai jawaban buat pengendara motor--banyak memasok untuk musim semi.
"Fashion hari ini adalah lanskap tak beraturan, ketika ide-ide dan tren eksis secara bersamaan," ujar Simon Doonan, Direktur Kreatif untuk Barneys New York, pekan lalu. Sebagai catatan, ujar Doonan, pendekonstruksian dan interpretasi panggung peraga untuk arahan tertentu adalah basi, kalau tak boleh disebut kuno. "Itu tak berlaku lagi."
Mitos-mitos dan dalam pandangan populer, tren musim semi terpicu oleh imajinasi-imajinasi para perancang. Tingginya imajinasi perancang busana sebagai ramalan budaya mungkin terpatri saat Christian Dior melansir rancangannya, New Look, pada akhir 1940-an.
Selama beberapa dekade, perkembangan tren tampak bisa ditebak jika tak terhindarkan: dihasilkan dari busana Eropa, bermigrasi ke koleksi siap pakai kelas atas, dan akhirnya diadaptasi serta diencerkan menjadi versi buat konsumsi massa. Belakangan, banyak tren dimulai di level jalanan, lalu naik mempengaruhi panggung catwalk.
Setahun lalu, saat desainer Anthony Keegan berpikir koleksi Musim Gugur 2010 untuk Commonwealth Utilities, sebuah label busana pria menilai, "Konsep seragam militer telah merasuk di benak masyarakat."
Sungguh mengejutkan setelah hampir satu dekade Amerika memerangi Irak dan Afganistan dan banyak film-film terinspirasi dari sana. Koleksinya yang ditampilkan pada 14 Februari lalu bertajuk "An Officer and A Gentleman". "Lihatlah para pelaut bercampur dengan para bankir di Wall Street yang berbalut setelan Kiton dan Brioni yang sangat 'romantis dan heroik'," kata Keegan.
Pada Armani Exchange (AX), yang menghadirkan lini musim gugurnya dua pekan lalu, festival rock Glastonburry di Inggris adalah poin tinggal landas dari garis yang terpengaruh oleh (baju) seragam. Maria Chen, petinggi pengembangan produk AX, menyebutkan, dia terinspirasi oleh penggerak tren macam Alexa Chung, Gemma Ward, dan Kate Moss. "Tampak keren dan sangat gaya saat blazer atau parka berpadu padan dengan rok jersey lembut."
Kontrasnya, Elie Tahari mencoba melakukan feminisasi dalam koleksi jaket serbaguna serta penambahan sling dan capelets pada kedua bahu dan tas, yang mengingatkan kita pada seragam tentara Israel pada akhir 1960-an. Percampuran ide seragam pada gaya busana terbentang hingga 1960-an. Sempat meredup oleh protes-protes antiperang.
Belakangan, jaket-jaket lapangan, manset, dan parka-parka cenderung naik lagi tanpa ironi. Kebanyakan menghapus makna politik tertentu, tapi lebih ke arah postur heroik. Tengoklah majalah Nylon bulan ini dalam artikel "An Army of Many". Majalah mode Vogue, edisi Maret 2010, juga menulis 12 halaman berjudul "Boot Camp".
The New York Times/dwi arjanto
Legenda Jins
JAKARTA - Di antara perabot kayu jati bercorak klasik, beberapa pria dan perempuan muda bergaya percaya diri. Busana yang mereka kenakan laiknya mahasiswa dan mahasiswi di kampus. Bercelana jins dan baju kasual meruapkan keakraban. Inilah geliat peragaan kecil koleksi terbaru jins Levi's bertajuk "Levi's Modern Vintage" di Batavia Cafe, Kota, Jakarta, Kamis sore pekan lalu di depan puluhan jurnalis.
Koleksi anyar ini tetap mengutamakan kenyamanan. Levi's menampilkan bahan premium bertekstur dengan teknik finishing vintage. Paduan detail elemen, seperti kancing, kantong, dan rivets, yang diambil dari jins Levi's masa lalu, membuat koleksi jins ini lebih modern. "Fashion sering kali mengadaptasi elemen-elemen dari masa lalu yang dibuat sedemikian rupa untuk dapat memberi tampilan lebih modern dan inovatif," kata Bangbang Subagdja, Senior Product Manager Levi's Indonesia.
Koleksi anyar ini hadir dengan potongan regular straight, slim straight, dan boot cut untuk pria. "Bagi para wanita berupa potongan skinny, slim, straight, dan boyfriend fit," ucap Anna Maria, Women's Product Manager Levi's Indonesia.
dwi