Kristen Stewart menghadiri acara peragaan busana Chane dalam Paris Fashion Week Haute-Couture di Grand Palais, Selasa (2/7), di Paris, Prancis. REUTERS/Gonzalo Fuentes
TEMPO.CO, Paris -Kota Paris selalu punya cara untuk mencuri perhatian, untuk apa pun itu. Di tengah lesunya pariwisata Eropa, Juni 2013 lalu, Kamar Dagang dan Komite Pariwisata Paris memulai kampanye menjadikan Paris lebih bersahabat.
Mereka menyebarkan 30 ribu cetakan pedoman layanan kepada para sopir taksi, pelayan resto, hotel, dan pertokoan. Buku kecil enam halaman itu berisi ucapan salam dalam delapan bahasa, termasuk Cina, serta petunjuk tentang kebiasaan belanja dan aturan budaya berbagai negara.
Kota yang memiliki seribu lebih bangunan arsitektur bersejarah ini menyadari reputasi buruk mereka di mata turis mancanegara. Tahun lalu, jumlah turis yang berkunjung ke Paris hanya mencapai 29 juta orang, nyaris tak ada peningkatan dibanding sebelumnya. Selama ini warga Paris dianggap kurang sopan, enggan membantu, dan tak bisa—atau bahkan tak mau—berbahasa asing.
Begitu pula di industri mode. Selama sepekan lalu, para perancang dan rumah mode yang meramaikan perhelatan pekan mode adibusana, Paris Haute Couture 2013, tampak berupaya mencari akal untuk menggenjot penjualan mereka yang belakangan merosot.
Mereka sedikit mengubah gaya dan cita rasa rancangan mereka demi memperluas pasar, terutama untuk membidik pelanggan-pelanggan di luar Eropa bagian barat, yang kini justru mendominasi hotel dan pusat belanja di Paris.
Dalam Paris Haute Couture awal Juli 2013, rumah mode terkemuka menyuguhkan beraneka pilihan adibusana. Desainer Stephane Roland membuat gaun-gaun panjang hitam yang boleh jadi akan disukai fashionista dari negara kawasan Teluk. Pelanggan dari Cina dan negara Asia Timur lainnya juga akan tertarik dengan gaun tie-dye tebal merah menyala dengan kerah dan bahu berciri putri kaisar melebar hingga ke bawah karya Alexis Mabile.
Sementara Elie Saab, selain membuka pertunjukannya dengan gaun panjang merah marun, menawarkan gaun-gaun perak berkilau selera wanita Moskow yang sadar tubuh.
Bahkan Chanel, motor adibusana Prancis, membuat cocktail dress berwarna cerah dan futuristik yang jauh berseberangan dengan gaun hitam nan bijaksana ala Coco Chanel, pendiri rumah mode itu. Dengan latar panggung berupa gambar bangunan-bangunan modern yang tampak dari balik reruntuhan tembok, Direktur Kreatif Chanel Karl Lagerfeld seolah ingin menunjukkan pentingnya dekonstruksi lewat penemuan-penemuan baru gaya busana agar sebuah rumah mode bisa selamat dari perubahan zaman.
Tapi peralihan gaya rancangan rumah-rumah mode yang melebarkan selera di Paris Haute Couture tersebut memancing perdebatan. Banyak yang khawatir identitas adibusana yang unik dan eksklusif seperti awal mula munculnya haute couture dua abad silam bakal luntur.
“Di satu sisi, Anda harus berpikir tentang klien Anda. Tapi begitu Anda mulai mengikuti mereka, dan hanya melayani mereka, Anda telah selesai,” kata editor-in-chief majalah Vogue Rusia, Aliona Doletskaya.