Pekerja mewarnai kain batik di sebuah industri batik rumahan "Nanom" kampung Ringinanom, Kramat Selatan, Kota Magelang, Jateng (23/5). ANTARA/Anis Efizudin
TEMPO.CO, Jakarta - Siapa bilang waria hanya bisa menjajakan diri di jalan? Waria juga sekolah tinggi dan berkreasi. Yang terakhir diwakili lewat sosok Shuniyya Ruhama H., waria berkerudung yang menulis buku Jangan Lepas Jilbabku.
Shuniyya menjadi alumni Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, jurusan sosial politik dengan predikat cum laude. Ia menyelesaikan bangku kuliah dalam waktu 3 tahun 40 hari. Setelah lulus dari SMA Negeri 4 Yogyakarta pada 2000, dia melanjutkan kuliah ke Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia mengambil jurusan sosiologi di Fakultas Ilmu Pemerintahan dan Politik.
"Senang saja ambil sosiologi, bisa belajar banyak, ada ekonomi, sosial manajemen, hubungan kerja," kata Shuniyya kepada Tempo.
Setelah lulus, Shuniyya pun mantap memutuskan untuk tidak mencari pekerjaan. "Kampus UGM itu tempat pemimpin, bukan bersaing untuk mendapatkan pekerjaan," kata dia.
Idealnya, sebagai lulusan dari salah satu kampus terbaik, maka dia harus menjadi contoh dalam menciptakan lapangan kerja. "Bukan sebaliknya. Tapi semua itu kembali lagi ke pilihan setiap orang," kata dia. (Baca: Waria Yogya Merasa Lebih Solid dari Gay Atau Lesbi)
Shuniyya kini fokus menjalankan bisnis produksi kain batik. Sejak 2010 dirinya telah memiliki empat tempat pembuatan batik, yakni di Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, dan Kota Pekalongan.
Ada 70 pembatik yang dihidupinya. "Sebaik-baiknya manusia yang bisa bermanfaat bagi yang lain," ujarnya. Secara akademis, Shuniyya menyadari bahwa ilmu yang ia dapatkan saat kuliah tidak terpakai saat ini. "Tapi, secara praktis, ilmuku sangat aplikatif dan bisa terpakai terutama untuk menghadapi klien," katanya.
Sosialisasi Empat Pilar MPR, Bamsoet Ingatkan Sisi Gelap Kemajuan Teknologi
19 menit lalu
Sosialisasi Empat Pilar MPR, Bamsoet Ingatkan Sisi Gelap Kemajuan Teknologi
Hasil survei Digital Civility Index oleh Microsoft tahun 2020, menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling 'tidak sopan' di kawasan Asia Tenggara.