Makan Di Luar Sebagai Sebuah Tradisi?

Reporter

Minggu, 4 Mei 2014 17:01 WIB

Suasana di restoran Elysee, Kemang, Jakarta. Restoran ini mengusung konsep fusion, paduan menu Barat dan Asia. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo

TEMPO.CO, Jakarta - Yuswohady dari Inventure melihat fenomena ini lebih dalam lagi. Menurut dia, ketika masyarakat sudah maju, perkembangan sosialnya ada tiga: peningkatan edukasi, kemakmuran, dan relasi sosial.


Berkaitan dengan dine-out, dia melihatnya sebagai bagian dari hal terakhir: relasi sosial. Ketika kehidupan makin kompleks dan sibuk, koneksi sosial makin renggang. Dulu, orang masih punya banyak waktu sehingga bisa makan siang dan makan malam bersama keluarga setiap hari. Kini, hal itu tak mungkin dilakukan.

"Tapi manusia secara naluriah adalah makhluk sosial, mereka butuh bersosialisasi. Maka, diciptakanlah selebrasi, perayaan, dengan makan bersama di luar pada akhir pekan," kata Yuswohady. "Sebetulnya ini tragis, bagaimana sebuah keluarga dalam satu rumah perlu selebrasi sekadar untuk makan bersama. Tapi itulah yang terjadi."

Nonie mengakui hal tersebut. "Inti dari makan di luar adalah mencari suasana. Saat ini, karena sedikitnya masyarakat urban memiliki waktu bersama dengan keluarga atau pasangannya, maka mereka memilih dine-out."

Pergi berombongan ini juga menjelaskan mengapa restoran dengan menu multinasional berada di deretan teratas restoran favorit di Jakarta Dine Index. “Karena dengan mudah bisa mengakomodasi berbagai macam selera anggota rombongan itu,” kata Kim lagi.

Bagaimana dengan posisi restoran Indonesia dalam survei itu? “Masih terlalu sedikit restoran Indonesia yang bermain di kelas atas, sebut saja seperti Loro Djonggrang, Harum Manis, Bebek Bengil, ataupun misalnya Te Sa Te—grup Sate Khas Senayan--yang baru muncul belakangan membidik pasar menengah,” ujar Kim. Kebanyakan restoran Indonesia justru bermain di segmen menengah ke bawah.

Menurut Yuswohady, pilihan ini sesuai dengan perubahan preferensi mereka. "Kelas menengah ini makin pintar dengan pengetahuan yang luas, sehingga selera mereka berubah dan mereka mampu membelinya," ujar penulis sekitar 40 buku mengenai pemasaran, termasuk Crowd: Marketing Becomes Horizontal, ini.(Baca :Kisah Penikmat Dine-Out)


Ia juga mengutip konsep kebutuhan dan motivasi manusia dari Abraham Maslow. Begitu suatu masyarakat menembus angka psikologis GDP per kapita US$ 3.000, seperti kelas menengah Indonesia, maka kebutuhan dasar sudah lewat. "Mereka mulai naik ke atas, masuk ke kebutuhan yang lebih maju, seperti penghargaan diri, status sosial, kebutuhan bersosialisasi, dan sebagainya."

Artinya, seperti kata Steven Kim, dine-out di Jakarta bukan sekadar makan. “Jadi, ini bukan lagi soal berapa besar porsi yang disantap, tapi juga soal rasa, ambience, serta konsep restoran,” kata Kim. Itulah yang menjelaskan kenapa keputusan orang untuk memilih sebuah restoran bukan karena telah membaca rekomendasi makanannya, melainkan lebih kepada faktor visual: presentasi makanan dan interior ruangannya.

HADRIANI P | QARIS TAJUDIN| SUBKHAN | KURNIAWAN


Berita Terpopuler
Ternyata Ada Kanker yang Dapat Disembuhkan
Gerakan Move On untuk Pendidikan Anak Indonesia
Memberi Kesempatan Anak Autis Berkarya dan Bekerja
Berbagai Manfaat Keju Bagi Tubuh

Advertising
Advertising

Berita terkait

Inilah 50 Restoran Terbaik Asia 2024

33 hari lalu

Inilah 50 Restoran Terbaik Asia 2024

Acara penghargaan restoran terbaik Asia ini diadakan pada Selasa malam, 26 Maret 2024 di Seoul di Grand InterContinental Seoul Parnas.

Baca Selengkapnya

PPKM Seluruh Indonesia Diperpanjang, Ini Daftar Lengkap Poin Aturannya

10 Mei 2022

PPKM Seluruh Indonesia Diperpanjang, Ini Daftar Lengkap Poin Aturannya

Terdapat beberapa poin penting dalam aturan terbaru mengenai perpanjangan PPKM se-Indonesia.

Baca Selengkapnya

Dinas Pariwisata Sebut Artis Top Dilarang Live Music di Restoran & Kafe, Sebab..

27 Agustus 2020

Dinas Pariwisata Sebut Artis Top Dilarang Live Music di Restoran & Kafe, Sebab..

Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta' Gumilar Ekalaya menjelaskan larangan mendatangkan artis top ke restoran & kafe.

Baca Selengkapnya

Asosiasi Restoran Amerika Rilis Pedoman Operasional Baru

30 Mei 2020

Asosiasi Restoran Amerika Rilis Pedoman Operasional Baru

Pedoman baru operasional restoran selama wabah corona ini berlaku untuk pemilik, pegawai, dan pengunjung.

Baca Selengkapnya

Uniknya Physical Distancing di Restoran, Pakai Topi Bersungut

18 Mei 2020

Uniknya Physical Distancing di Restoran, Pakai Topi Bersungut

Pengelola restoran berkreasi dengan tetap menerapkan physical distancing atau jarak antar-individu.

Baca Selengkapnya

Menikmati Nuansa Vintage di Legend Coffee Malioboro

18 Maret 2019

Menikmati Nuansa Vintage di Legend Coffee Malioboro

Legend Coffee, sebuah tempat kongkow asik di tengah Kota Yogyakarta, berdekatan dengan kawasan Malioboro.

Baca Selengkapnya

Hari Raya Imlek, Coba Menu Kantonis di Restoran Hakkasan

5 Februari 2019

Hari Raya Imlek, Coba Menu Kantonis di Restoran Hakkasan

Restoran Hakkasan bertempat di lantai 25 dan 26 Hotel Alila SCBD dan baru dibuka pada Jumat, 8 Februari 2019.

Baca Selengkapnya

Ketahui Rasa Gelato yang Rentan Mengandung Rum dan Alkohol

1 Oktober 2018

Ketahui Rasa Gelato yang Rentan Mengandung Rum dan Alkohol

Restoran Iceberg Caffe Pizza and Gelato ini sengaja menyesuaikan pakem rasa gelato dengan penduduk Indonesia yang sebagian besar muslim.

Baca Selengkapnya

Ngopi atau Ngeteh di Kafe Pinggir Danau

29 April 2018

Ngopi atau Ngeteh di Kafe Pinggir Danau

Belum dua bulan dibuka, keberadaan kafe di kawasan Sentul ini sudah diketahui banyak orang.

Baca Selengkapnya

Menikmati Kopi Racikan Barista Kopilot

21 April 2018

Menikmati Kopi Racikan Barista Kopilot

Kafe di Jakarta Timur mungkin belum semeriah di wilayah Jakarta lainnya. Namun berbahagialah warga setempat punya Kopilot di Cipayung.

Baca Selengkapnya