Mutasi EFGR, Si Penanda Kanker Paru
Editor
Retno Endah Dianing Sari
Jumat, 14 November 2014 06:10 WIB
TEMPO.CO, Malaysia-Kanker Paru adalah salah satu pembunuh senyap di Asia. Laporan Kanker Dunia tahun 2014 menunjukkan bahwa 20,8 persen kematian akibat kanker di Asia disebabkan dari kanker paru. Dan yang lebih menyayat adalah separuh dari kejadian kanker paru di dunia, terjadi di Asia. Dari pasien kanker paru Asia, ditemukan bahwa 40 persen di antaranya memiliki mutasi EFGR. Adapun mereka yang memiliki ras kaukasus hanya sekitar 10-15 persen selnya yang mengalami mutasi EFGR.
EFGR atau Epidermal Growth Factor Receptor, merupakan anggota keluarga enzim ErbB yang dikenal sebagai tirosin kinase. Satu keluarga ini berperan dalam tumbuh dan berkembangnya sel dalam tubuh. Sayang meski fungsinya bagus, perilakunya sering berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen tumor, setidaknya memiliki salah satu reseptor dari keluarga ini. Karena dia hiperaktif, maka membuat terjadinya pertumbuhan sel yang takterkontrol, menghambat kematian sel normal dan mencetuskan tumor. "Mutasi di EFGR adalah salah satu penanda ilmiah yang terbukti kebanyakan hanya ada di kanker paru," kata Profesor Tony Mok dari Universitas Cina di Hong Kong dalam acara Asia Pasific of Lung Cancer Conference di Hotel Shangrila, Kuala Lumpur 6-8 November 2014.
Kajian Universitas Cina, Mutasi EFGR terjadi pada lebih dari 40 persen penderita kanker tipe Non-small cell lung cancer (NSCLC). Jenis kanker paru yang menyerang dari 85 persen total penderita kanker. Sisanya yaitu 14 persen penderita kanker paru adalah mereka yang memiliki small cell lung cancer (SCLC). Mutasi di EFGR ini juga unik. "Dia ditemukan justru pada penderita kanker paru yang tidak punya sejarah merokok," kata Profesor Keith Kerr dari Universtias Aberdeen Skotlandia.
Ini belum dapat dijelaskan secara lebih detail, karena penelitian terus berlangsung. Adapun kenapa masyarakat Asia yang terkena kanker paru, kebanyakan memiliki mutasi EFGR. Padahal diketahui prevalensi merokok, masyarakat Asia sangat tinggi ketimbang masyarakat di Eropa maupun Amerika. Kerr menengarai, adalah efek kombinasi antara genetika masyarakat Asia dan mereka yang terkena asap rokok sebagai perokok pasif. Sehingga terjadi pengubahan genetika.
Dengan segala kekhasannya, mutasi EFGR ini sekarang menjadi andalan para ahli kanker atau onkolog untuk menyasar terapi target pasien NSCLC. Menurut Profesor Kai fa To dari Universitas Cina di Hong Kong, pengujian untuk mutasi EFGR paling sesuai untuk pasien NSCLC dengan jenis yang lebih spesifik lagi yaitu Adenocarcinoma. Hampir 50 persen, penderita NSCLC adalah adenocarcinoma yang dicirikan saluran lendir (mukus) di jalur pernafasannya tumbuh sel kanker. "Spesimen dari penderita tersebut sangat layak untuk diuji," kata To.
DIANING SARI