TEMPO.CO, Jakarta - Pertengahan Januari lalu, Mel Ahyar meluncurkan koleksi cheongsam untuk Imlek yang dijual terbatas di department store Galeries Lafayette.
Selama ini, sebagian rancangannya memang sudah menempati gerai khusus di department store premium tersebut. Warna koleksi Mel tidak didominasi merah atau emas, yang identik dengan tahun baru Cina. Dia justru memilih warna hitam dengan detail aplikasi flora pada bagian dada pakaian tersebut. Mel menyebut koleksinya sebagai Black Phoenix. (Baca: Begini 7 Tren Mode Tahun Depan)
Pilihan warna itu tidak jauh dari palet warna koleksi terakhir desainer peraih penghargaan Coup de Couer dari desainer Emmanuel Ungaro pada 2006 itu. Pada akhir tahun lalu, dia menampilkan koleksi bertajuk Suvarnabhumi.
“Butuh waktu sekitar tiga bulan untuk melakukan riset dan menemukan temanya,” kata Mel.
Anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia tersebut tidak sembarangan mencomot kisah kejayaan Sriwijaya sebagai inspirasi koleksinya kali ini.
“Saya berdiskusi juga soal situasi yang kira-kira terjadi pada saat itu, apa yang terjadi dari berbagai percampuran budaya di Sriwijaya,” kata Mel. Melalui riset literatur, Mel akhirnya menemukan kisah cinta putri Sriwijaya. “Karena ada perbedaan latar belakang budaya, kisah cinta itu tidak kesampaian.”
Konsep itu kemudian dibicarakan bersama dengan ilustrator Diela Maharani, yang kemudian membuat gambar sketsanya. Gambar itulah yang dituangkan Mel ke dalam desain pakaiannya. Lalu, wajah putri Sriwijaya yang mengenakan perhiasan lengkap tapi tanpa senyum itu pun kemudian muncul dalam koleksinya. (Baca: 16 Perancang Muda Ramaikan IPMI Trend Show)
“Proses pengerjaannya menjadi baju sendiri justru lebih singkat dibanding risetnya,” kata Mel.
Ihwal desainer favorit, Mel mengaku kagum terhadap desainer senior, seperti Biyan Wanaatmadja dan Edward Hutabarat. “Mereka punya konsistensi yang hebat untuk terus bertahan di industri mode,” katanya. Konsistensi yang sama pula yang dinantikan dari Mel.
