TEMPO.CO, Jakarta - Alergi pada bayi adalah masalah yang sering dialami dalam masa hidup pertamanya di dunia. "Angka kejadiannya 3-7 persen di dunia," kata dokter Zainudin Munasir, Sp A (k) dalam acara pencegahan primer alergi di Hotel JW Marriot, Selasa, 17 Februari 2015.
Di Indonesia, ia menambahkan, datanya memang belum ada. Dari pasien yang datang di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sekitar tujuh tahun lalu, angkanya sekitar 7 persen dari total pasien alergi. Kini, jumlahnya naik menjadi 4,1 persen. "Angka ini bisa naik terus karena makin banyak yang tidak mendapat ASI," kata Zainudin.
ASI adalah kekebalan utama bayi terhadap segala penyakit, termasuk alergi. Namun, meski sudah diberi ASI, Zainudin mengatakan, tetap saja bayi bisa alergi. "Bisa jadi karena makanan ibunya semasa menyusui," ujarnya. Ibu tidak sadar bahwa sudah menurunkan faktor genetik alergi (Alergen) yang bisa muncul lewat makanan.
Ibu yang alergi, kata dokter Noroyono Wibowo, Sp OG, bisa memberikan potensi janin juga menderita alergi sebesar 30 persen. Kalau ayahnya juga memiliki alergi, peluang anak menderita alergi lebih besar. Untuk menghindarinya, ia menyarankan agar dilakukan pencegahan sebelum dan semasa hamil. Misal, menjaga berat badan agar tidak obese hingga menghindari makanan yang memicu terjadinya peradangan.
Zainudin mengingatkan, meski diprediksi anak membawa bakat alergi, ibu yang menyusui tidak boleh pantang terhadap apa pun untuk menjaga nutrisi. Asal, kata dia, bayi yang diberi ASI tersebut tidak menunjukkan gejala alergi. Kalau bayi tidak toleran dan berisiko, baru ibunya menjalani diet.
DIANING SARI