Demam Akik: Batu Garut Jadi Barang Investasi (3)
Jumat, 12 Juni 2015 17:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Booming batu akik memang unik. Berbeda dengan booming lukisan, tanaman anturium, atau ikan koki, pembeli batu akik datang dari semua lapisan, dari kalangan bawah hingga atas. Sebarannya pun merata di seluruh pelosok Nusantara. “Pemburu batu akik mulai orang desa seudik-udiknya sampai orang kota sekota-kotanya,” ucap Junaedi, pedagang di Pasar Rawa Bening, Jakarta Timur.
Batu mulia di perut bumi Indonesia memiliki sejarah sangat panjang. Ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, Sujatmiko, mengatakan proses pembentukan batu mulia berhubungan dengan kegiatan magma di perut bumi yang keluar lewat saluran tubuh gunung api. Indonesia memiliki banyak gunung berapi. Itulah sebabnya hampir semua provinsi di Indonesia kaya batu mulia. Lokasi batu mulia itu tersebar menurut jalur magma gunung api purba. Batu tertua di Indonesia berupa fosil karang laut yang ditemukan di Papua. Umurnya lebih dari 400 juta tahun. “Di Papua, batu mulia itu bergelimpangan di sungai,” ujar Sekretaris Jenderal Masyarakat Batu Mulia Indonesia ini.
Sebelumnya Baca:
Demam Akik: Dari Pulau Bacan Hingga Ibu Kota (1)
Demam Akik: Lebih Untung Ketimbang Menambang Emas (2)
Perencana keuangan Eko Indarto dari Finansial Conculting melihat minat masyarakat terhadap batu akik bukan gejala sesaat. “Sebagai barang koleksi, boom batu akik akan bertahan lama,” tuturnya. Batu akik, menurut Eko, belum mempunyai standar pengakuan seperti emas, tapi saat ini sudah mulai dilirik sebagai barang investasi.
Selain bacan, batu akik yang kini menjadi primadona adalah batu pancawarna dari Garut, Jawa Barat. Batu itu dihasilkan dari penambangan di punggung Gunung Kencana, Desa Sukarame, Kecamatan Caringin. Kawasan ini tidak jauh dari Samudra Hindia atau sekitar 20 kilometer dari bibir Pantai Rancabuaya.
Tempo menyambangi lokasi penambangan itu, yang tidak jauh dari tempat tinggal Edong, orang pertama yang menemukan batu tersebut, di Kampung Cikarawang. Untuk sampai ke lokasi penambangan, diperlukan waktu sekitar 20 menit menyusuri jalan setapak. Di pinggir jalan setapak ini, terdapat tebing dengan kemiringan 70-80 derajat.
Sepintas...
<!--more-->
Sepintas, lubang berdiameter sekitar 1 meter di lokasi penambangan ini mirip sarang ular di kemiringan tebing. Di setiap mulut lubang, satu-dua pria bertubuh kekar keluar-masuk sambil memegang senter. Tubuh mereka belepotan keringat bercampur tanah. Dari dalam lubang inilah, batu akik dengan sebutan batu edong oleh warga sekitar itu ditemukan.
Selanjutanya baca:
Demam Akik: Inilah Batu Super yaling Diburu Kolektor (4)
Deman Akik: Meroket Setelah Obama Sentuh Bacan
Batu edong memiliki lima warna: merah cabai, hijau, hitam, kuning, dan putih tulang. Maman, pensiunan pegawai Perusahaan Listrik Negara, yang mulanya menjual batu Garut dengan cara berkeliling ke Tasikmalaya, Bandung, Cirebon, dan Jakarta, mengaku saat ini memasok batu akik Garut ke Jepang dan Belanda. “Cincin ini harganya sekarang di Belanda Rp 500 juta,” ujarnya sambil menunjukkan sebuah cincin bermata batu Garut.
Selain warna, batu Garut yang paling banyak diburu adalah yang memiliki corak lukisan, baik menyerupai pemandangan alam, benda, hewan, atau orang. “Batu yang bergambar ini harganya fantastis,” kata Maman. Menurut dia, harga batu pancawarna bergambar bisa mencapai Rp 1 miliar. “Harga batu ini tidak standar,” ucapnya.
TIM TEMPO
Berita Menarik:
Heboh GOJEK: Diprotes dan Diancam, Ahok Justru Pasang Badan
Ibu Angkat Angeline Diduga Sogok Agus Rp 2 M agar Mengaku