TEMPO.CO, Jakarta--Di tangan desainer India Rahul Mishra, bunga bisa tumbuh di atas pakaian. Tentu bukan bunga sungguhan. Bunga-bunga itu dibikin dari bordir yang disusun sedemikian rupa hingga akhirnya timbul dan membentuk efek tiga dimensi. “Itu semua dibuat dari teknik bordir tradisional India,” ujar Mishra dalam wawancara khususnya kepada Tempo akhir Oktober lalu.
Mishra menjadi pembuka Jakarta Fashion Week 2016. Dia merupakan jawara kompetisi International Woolmark Prize 2014. Ini merupakan ajang pencarian desainer kelas dunia yang digelar oleh perusahaan wol Australia Woolmark. Pemenang kompetisi ini antara lain Yves Saint Laurent dan juga Karl Lagerfeld yang saban tahun membikin heboh lewat rumah mode Chanel dan Fendi.
Di JFW 2016, Mishra menggabungkan dua koleksi mutakhirnya yang dibawakan pada Paris Fashion Week. Dua koleksi itu menuai pujian. Termasuk dari kolumnis mode Vogue Suzy Menkes. “Saya sama sekali tidak berharap Suzy bakal memberikan komentar positif,” ujar Mishra.
Koleksi musim semi 2016 miliknya, memang menawarkan banyak hal unik. Mengusung tema Fourth Dimension, Mishra menunjukkan kalau masa lalu, masa kini, dan masa depan bisa berpadu dalam satu pakaian. Di tengah demam print tiga dimensi, dimensi keempat yang muncul bagi Mishra justru berasal dari sentuhan tangan manusia.
Maksudnya, seluruh koleksi pakaian terbaru itu, dibikin dengan tangan oleh banyak perajin. “Kami tidak menempatkan mereka di bangunan kumuh di tengah kota. Sebaliknya, kami justru membiarkan mereka untuk bekerja dari rumah masing-masing di desa. Dekat dengan keluarga mereka,” ujar Mishra.
Setiap pakaian yang rata-rata dibanderol seharga USD 1,400 atau senilai Rp 19 juta itu biasanya dikerjakan oleh empat hingga lima perajin. Potongan bordir yang dibuat, kemudian ditempelkan dan dijahit secara hati-hati pada bahan wol merino ataupun bahan lainnya. Lantas apakah pakaian yang dibikin oleh Mishra menjadi terlampau berat? “Sama sekali tidak. Anda bahkan bisa melipatnya dalam koper, atau bahkan bermain bola pingpong dengan kostum ini,” kata Mishra sambil tertawa.
Ketimbang terjebak pada tipikal desain yang terinspirasi kebudayaan India yang kental, semacam siluet cholii ataupun sari, Mishra memang lebih memilih merancang pakaian dengan siluet barat. Misalnya, gaun pendek ataupun blus dengan detail tiga dimensi tadi. “Bagaimanapun, desain harus tetap dipikirkan dengan matang,” kata dia. Mishra tidak ingin terlalu harfiah dalam ikut menafsirkan kerajinan tangan tradisional India.
SUBKHAN J. HAKIM