TEMPO.CO, Jakarta - Aksi Presiden Joko Widodo memegang payung birunya sendiri saat menemui peserta Aksi Damai 212 pada Jumat kemarin dinilai sebagai tindakan gentleman oleh pengamat mode dan gaya hidup, Sonny Muchlison. "Yang dilakukan Jokowi itu telah mendobrak stigma bahwa pria yang membawa payung terkesan tidak jantan," katanya, Jumat malam, 2 Desember 2016.

Pada Jumat, 2 Desember, dalam guyuran hujan, Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa menteri menuju Lapangan Monas, Jakarta Pusat, untuk menunaikan salat Jumat bersama peserta aksi. Jokowi membaur bersama massa, menggelar sajadah, dan menunaikan salat Jumat. Saat berjalan dari Istana Negara di Jalan Medan Merdeka Utara menuju Monas itulah Jokowi membuka payung biru dan memegangnya sendiri—tidak dipayungi oleh Pasukan Pengawal Presiden.

Apa yang dilakukan Jokowi ini mendapat respons ramai di media sosial dan dikomentari netizen.

Baca juga: Soal Berpayung Sendiri, Jokowi Terinspirasi Obama?

Sonny menilai tindakan Jokowi itu sangat alamiah, dan tidak dimaksudkan untuk pencitraan. "Itu merupakan sikap kasualitas Jokowi," kata dia. Alasannya, Jokowi paling tahu panjang langkahnya, dan kalau dipayungi justru akan ribet mengatur langkah. "Jokowi menggunakan sendiri payung biru itu karena dia bukan tipe yang senang ribet."

Menurut Sonny, memegang sendiri payung birunya justru menimbulkan kesan keren. "Memang cowok payungan jadi terkesan kemayu? Ya, enggaklah." kata dia. Sonny membandingkan, di Eropa cowok berpayungan merupakan hal biasa, dan bukan problem gender.

Di Eropa, kata dia, para prianya sadar soal cuaca. Setiap malam mereka mencari tahu informasi apakah turun hujan atau tidak esok, agar pagi harinya siap mengantisipasi. Tentu saja tidak harus berpayung biru, jika ramalan cuaca memprediksi esok bakal hujan.

HADRIANI P.