TEMPO.CO, Jakarta -Menjalani dua fungsi sebagai seorang istri sekaligus ibu, namun di sisi lain adalah seorang pekerja kantoran menjadi dilema tersendiri bagi kaum Hawa. Dengar penuturan Kinar, 41 tahun yang berprofesi sebagai staf administrasi di kantor rektorat Universitas Indonesia, Depok.
“Saya mesti pintar bersiasat dan membagi waktu. Kadang pontang-panting tetapi saya harus berani ambil resiko. Saya bekerja seizin dan untuk membantu suami. Maka, setiap pagi sebelum ngantor saya harus mengurusi Rara dan Hafid yang berangkat sekolah pukul 6.30,” kata wanita bgerjilbab ini yang sudah siap dengan tugas domestiknya sejak pukul 6 pagi. Di bangun tidur jam 4 dini hari dan langsung sigap, cekatan menyeleesaikan tugas-tugas domestiknya.
Menurut psikolog rumah tangga, Retno Pudjiati menjadi seorang istri sekaligus ibu merupakan sebuah kesempurnaan dan kebahagiaan yang tidak tergambarkan. “Tetapi bila si wanita ini juga bekerja agak menjadi dilema juga karena mesti pintar berbagi peran menyelesaikan tugas di rumah dan tugas di kantor,” kata Retno.
Psikolog alumni Universitas Indonesia ini menerangkan di satu sisi, si wanita tersebut mesti mengejar karier dan memberikan perhatian pada suami dan anak. Bisa dibayangkan untuk menjalani dan menjaga supaya keduanya seimbang atau berjalan beriringan bukan sosl mudah. “Sebaiknya ada komitmen dulu kepada suami dan anak-anak. Dengan meletakan dasar hal ini menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah antara karir dan rumah tangga,” kata dia.
Sedini mungkin kendati anak-anak masih kecil misalnya tetap dilibatkan diberi tahu dan pemahaman kalau ibunya bekerja mebantu ayah dan keluarga. “Ada banyak wanita yang sesekali mengajak atau melibat anak-anak dengan mengajaknya ke kantor. Hal ini positif supaya si anak tahu apa yang dikerjakan ibunya,” kata Retno.
Baca Juga:
Atau hal lain yang juga penting adalah, setelah komitmen, pemahaman, meberi pengertian juga tetap melakukan komunikasi. Retno mengingatkan supaya wanita yang bekerja juga bisa menyisihkan sedikit waktunya di saat break atau rehat kantor untuk telepon anak-anak dan suami. “Sepintas soal ini sepele, tapi kalau tidak diterapkan dari awal akan menciptakan komunikasi yang pasif.”
Lebih jauh Retno menjelaskan ada beberapa wanita yang sudah merasa percaya bahwa dengan adanya pembantu di rumah yang bertugas mengawasi anak-anak. “Sebaiknya tetap melakukan komunikasi dengan cara apapun dan sesering mungkin. Kalau dari awalnya dianggap remeh, maka bukan tidak mungkin hal-hal besar bermula dari hal sepele.”
HADRIANI P
Topik Terhangat:
#Ujian Nasional | #Bom Boston | #Lion Air Jatuh | #Preman Yogya
Baca juga:
Cantik dengan Treatment Vampire
Peragaan Budaya dan Malam Sosial Mutiara Pertiwi
Kebaya, Sebuah Catatan Perjalanan
40 Persen Orang Tua Beri Obat Tak Cocok Buat Anak