TEMPO.CO , Jakarta - Penelitian World Health Organization (WHO) pada 2005 menunjukkan sekitar 150 orang di Indonesia bunuh diri setiap hari. Dalam setahun, jumlahnya diperkirakan mencapai 50 ribu orang.
Data ini dipaparkan Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, Diah Setia Utami dalam sosialisasi Hari Kesehatan Jiwa Sedunia di Auditorium Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan, Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2012. "Di Indonesia banyak sekali contoh depresi. Misalnya, orang membunuh hanya karena perkara uang yang tidak seberapa," kata Diah.
Di dunia, kata Diah, berdasarkan data WHO 2002, 154 juta orang mengalami depresi. Diah menjelaskan, penelitian WHO 2001 menunjukkan gangguan depresi menjadi penyebab ke-4 disabilitas atau tidak mampunya seseorang menjalankan aktivitas normal sehari-hari. Pada 2020 nanti, diproyeksikan gangguan depresi akan menjadi penyebab ke-2 disabilitas setelag penyakit jantung iskemik.
Sekalipun depresi telah menjadi masalah, kata Diah, fasilitas untuk menunjang kesehatan jiwa masih sedikit. Minimnya penunjang itu, kata Diah, bisa dilihat dari sumber daya manusia yang kurang dan belum seriusnya pemerintah daerah menjalankan Undang-Undang Kesehatan Jiwa.
Diah mengatakan, jumlah psikiater di Indonesia hanya 600. Padahal, mereka harus menangani sekitar 240 juta warga Indonesia. "Perbandingannya satu banding 400 ribu," kata dia. Padahal, di negara lain, terdapat 1 psikiatri di setiap 100 ribu orang.
Selain masalah sumber daya manusia, kata Diah, pemerintah daerah belum menjalankan Undang-Undang Kesehatan Jiwa. "Padahal, dalam Undang-Undang kesehatan Jiwa sebenarnya sudah jelas hak-hak pasien gangguan jiwa," kata Diah. Banyak dokter umum juga belum berani memberikan tindakan medis pada penderita gangguan jiwa sekalipun berampul-ampul obat untuk disuntikkan sudah tersedia.
Diah mengatakan, gangguan jiwa seperti depresi pasti menyebabkan produktivitas seseorang menurun. "Kalau cemas, mana bisa kerja?" kata dia. Sedangkan, kata Diah, orang yang terkena flu, misalnya, masih bisa bekerja.
Direktur Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan, M. Riza Syah, menjelaskan tuntutan gaya hidup, persaingan, dan masalah sosial menjadi penyebab depresi masa kini. "Orang tertuntut punya mobil, tapi belum mampu, misalnya. Itu bisa (menyebabkan) depresi," kata dia.
Riza mengatakan, penanganan gangguan jiwa juga belum populer di masyarakat. Selama ini, kata dia, masyarakat kurang tepat memahami gangguan jiwa. "Konsultasi dengan psikiater takut dianggap gila," kata dia.
Padahal, menurut Riza, gangguan jiwa tidak selalu berbentuk psikoptik atau jenis-jenis gangguan berat lainnya. Banyak orang mengalami gangguan jiwa namun tersamarkan dengan penyakit fisik seperti maag, pusing, atau tidak bisa tidur. "Padahal, bisa jadi itu adalah tanda dia sedang mengalami depresi. Harus segera ditangani," kata dia.
GADI MAKITAN
Berita terpopuler lainnya:
Makanan Cepat Saji Buruk untuk IQ Anak
Gaya Busana Tantri Kotak Jadi Sayembara
Ibu Hamil Darah Tinggi, IQ Anak Rendah
Hipertensi pada Ibu Hamil Kurangi Kecerdasan Anak
Batik Bukan Sekadar Kain
Momen Istimewa Hewan Kesayangan
Berita terkait
Starlink Jalin Kerja Sama di Sektor Kesehatan, Trenggono Tak Mau Ketinggalan Lihat Peluang bagi Nelayan
2 jam lalu
Layanan internet Starlink dari perusahaan SpaceX milik Elon Musk, menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan
Baca SelengkapnyaKemenkes Minta Jemaah Haji Waspada Virus MERS-CoV, Ini Penularan dan Gejalanya
1 hari lalu
Kemenkes minta jemaah haji mewaspadai virus MERS-CoV pada musim haji. Berikut gejalanya dan risiko terinfeksi virus ini.
Baca SelengkapnyaTak sampai Sepekan, Dua Orang Lompat dari Jembatan Barelang Batam hingga Tewas
3 hari lalu
Dua orang tewas usai melompat dari Jembatan Barelang di Kota Batam dalam waktu yang berdekatan
Baca SelengkapnyaApa Itu Sistem KRIS yang Bakal Menggantikan Kelas BPJS Kesehatan?
3 hari lalu
KRIS merupakan sistem baru dalam mengatur rawat inap yang melayani pengguna BPJS Kesehatan.
Baca SelengkapnyaSistem Kelas BPJS Kesehatan Diubah, Iuran Harus Pertimbangkan Finansial Masyarakat
6 hari lalu
Pemerintah mewacanakan penghapusan sistem kelas BPJS Kesehatan dan menggantikannya dengan sistem KRIS sejak tahun lalu
Baca SelengkapnyaTim SAR Belum Temukan Pria yang Loncat dari Jembatan Barelang Batam, Sempat Telepon Pacar
7 hari lalu
Pria itu diduga melompat setelah meminjam handphone seorang pengunjung Jembatan Barelang. Kota Batam.
Baca Selengkapnya4 Vaksin Wajib Bagi Jamaah Haji 2024, Dua Jamaah dari Provinsi Ini Ada Tambahan Vaksin Polio
10 hari lalu
Jamaah Haji 2024 wajib menerima 3 vaksin, namun khusus jamaah dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, ada penambahan vaksin polio.
Baca SelengkapnyaKasus Kematian Brigadir RAT, Beda Pernyataan Polda Sulawesi Utara dan Si Pengusaha Tambang
10 hari lalu
Kematian Brigadir RAT masih menyisakan misteri. Untuk apa ia di Jakarta, padahal tugasnya di Manado? Kenapa beda keterangan Polda Sulut dan pengusaha?
Baca SelengkapnyaJumlah Kematian Akibat Senjata Api di Amerika Serikat Capai Rekor Tertinggi
13 hari lalu
Amerika Serikat tengah menjadi sorotan pasca-penembakan terbaru di Buffalo dan legalisasi senjata api di Tennessee. Bagaimana fakta-faktanya?
Baca SelengkapnyaIni Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan
13 hari lalu
Presiden Jokowi menyoroti urgensi peningkatan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Apa pesan untuk pemimpin baru?
Baca Selengkapnya