Hari Pers Nasional, Bedanya Wartawan Dulu dan Sekarang
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Sabtu, 10 Februari 2018 21:01 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Peringatan Hari Pers Nasional pada 9 Februari baru saja selesai di Padang, Sumatera Barat. Presiden Joko Widodo yang menghadiri acara itu berpesan agar pada era melimpahnya informasi saat ini, pers justru semakin diperlukan. "Untuk menyampaikan kebenaran, sebagai penegak fakta-fakta, dan pilar penegak aspirasi masyarakat," ujarnya pada peringatan itu.
Mantan Wakil Ketua Dewan Pers tahun 2006–2010 Sabam Leo Batubara, membagikan kisahnya di dunia pers pada Tempo. Menurut Leo, kisah yang paling bersejarah dalam kariernya sebagai wartawan adalah menjadi utusan Menteri Penerangan, Muhammad Yunus, bersama dua rekannya untuk berinteraksi dengan DPR guna merancang Undang-undang Pers yang baru. “Undang-Undang itu adalah Undang Undang pertama yang isinya melindungi kemerdekaan pers,” kata Leo saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 10 Februari 2018.
Leo mengakui, kemajuan teknologi dapat mempermudah para wartawan untuk menjalankan profesinya. Masalahnya hanya bagaimana mereka bisa menggunakan internet secara bijak agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya. Baca: Terkadang Sepatu Paspampres Bisa Lebih Bagus dari Sepatu Jokowi
Ia kemudian membagi kisahnya sebagai wartawan tanpa didukung oleh keberadaan teknologi internet. “Contohnya, dulu kalau ada pertandingan olahraga di Malang, wartawan dikirim ke Malang. Lalu, naskah hasil liputan perlu dikirim ke Surabaya, dititipkan ke pilot, lalu pilot antarkan ke lapangan terbang (tujuan). Sekarang, wartawan bisa langsung kirim berita untuk naik ke percetakan (atau diunggah). Kontribusi internet luar biasa. Internet jadi primadona sekarang.”
Dalam peringatan Hari Pers Nasional, Leo juga menyampaikan pesan yang ingin dia suarakan pada wartawan Indonesia, khususnya para wartawan muda. “Hai wartawan Indonesia. Ingat, informasi Anda sangat dibutuhkan oleh rakyat. Rakyat kita ini sebagian besar adalah warga yang paling membutuhkan informasi yang mencerdaskan supaya kualitas hidupnya makin baik. Supaya kalau mereka bertani, mereka bisa bertani lebih baik. Kalau soal kesehatan, supaya mereka bisa tahu tentang kesehatan lebih baik. Inilah tantangan bagi para wartawan.” Baca: Mau Jadi Paspampres, Harus Ganteng? Simak Syaratnya
Ia juga berharap, wartawan bisa menjadi seorang profesional yang memihak pada kebenaran dan warga. “Seperti ucapan penulis Bil Kovac yang mengatakan bahwa kesetiaan utama wartawan adalah pada kebenaran dan warga. Loyalitas jurnalisme adalah kepada warga. Kewajiban utamanya adalah kebenaran," kata Leo. Hal ini yang perlu disebarluaskan.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa untuk menghasilkan masyarakat yang cerdas, Indonesia membutuhkan media yang cerdas pula. “Jangan lupa. Media berkualitas hanya mungkin terwujud kalau wartawannya cerdas-cerdas dan kompeten. Kalau wartawan tidak cerdas-cerdas, bodoh-bodoh, bagaimana cara dia memasok informasi yang mencerdaskan?”
CHITRA PARAMAESTI | MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA