Festival Cheng Beng: Kremasi Sudah Dilakukan Sejak Zaman Kuno

Selasa, 3 April 2018 15:53 WIB

Tempat sembahyang pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

TEMPO.CO, Jakarta - Festival Cheng Beng adalah saat di mana masyarakat Tionghoa melakukan sembahyang atau ziarah ke makam para leluhurnya.

Festival Cheng Beng yang tahun ini puncaknya jatuh pada 5 April 2018, juga mengingatkan kita pada sebuah ritual proses pemakaman.

Proses pemakaman menjadi sebuah ritual religius kembalinya ruh diri kepada Yang Maha Kuasa. Heterogenitas dalam kehidupan tergambar oleh beberapa opsi dalam proses pemakaman. Salah satunya adalah kremasi. Di Indonesia sendiri, stereotip kremasi melekat dengan budaya Bali. Menunjukkan proses pembakaran jenazah merupakan suatu prosesi yang sangat sakral.

Baca juga: Festival Cheng Beng Saatnya Mengingat Leluhur, Puncaknya 5 April

Dilansir dari situs Death Reference, kremasi adalah proses pembakaran seluruh tubuh manusia hingga pada bagian tubuh yang paling lunak. Sisa kerangka dan abu jenazah biasanya digunakan untuk proses upacara keagaman, upacara kepada jenazah dan upacara kepada abu setelah jenazah dibakar. Seorang ahli antropologi, Robert Hertz, menggambarkan upacara kremasi ke dalam dua fase pemakaman. Fase pertama adalah fase ‘basah’, yang merupakan proses perawatan dan pembusukan jenazah sebelum dibakar. Fase kedua adalah fase ‘kering’, yaitu proses pengurusan abu jenazah setelah dibakar.
Prosesi pembakaran simbolis harta benda untuk bekal leluhur pada Festival Cheng Beng di Krematorium Cilincing, Jakarta 1 April 2018. Tempo/ANASTASIA DAVIES

Perbedaan antara pemakaman dengan kremasi dan penguburan adalah kecepatan transformasi jenazah. Dengan dibakar (kremasi), proses penghancuran jenazah memakan waktu tidak lebih dari dua jam. Sedangkan, dengan penguburan akan memakan waktu berbulan-bulan, dipengaruhi oleh faktor metode yang digunakan juga kondisi tanah sekitar penguburan.

Berikut ini 3 hal utama tentang kremasi yang dirangkum dari berbagai sumber:

1. Kremasi dilakukan sejak zaman kuno
Terdapat bukti arkeologi yang menunjukkan ritual kremasi dari zaman kuno. Pada zaman kuno klasik, kremasi dikaitkan sebagai metode pemakaman militer sesuai dengan penghargaan yang diberikan kepada tentara tewas. Keterkaitan ini dijelaskan dalam Iliad dan Odyssey Homer, yang merupakan dua sastra tertua Yunani berisi puisi penggambaran perang Troya. Baca: Stephen Hawking Dikremasi, 11 Tokoh Dunia Ini pun Pilih Kremasi

Pelukis Prancis abad ke-17, Nicolas Poussin menggambarkan kremasi dalam sebuah cerita klasik lain dengan karya teranyarnya, The Ashes of Phocion. Dalam karya lukisannya ini, Nicolas memperlihatkan sosok istri yang dengan setia mengumpulkan abu dari suaminya, seorang pemimpin perang yang dipermalukan sehingga mendapatkan proses ritual kremasi yang tidak layak.
ilustrasi kremasi di India (Pixabay.com)

Advertising
Advertising

Berbeda halnya dengan ritual kremasi pada Raja Romawi Kuno. Ritual pembakaran dilakukan sekaligus dengan pelepasan seekor elang diatas api unggun yang membakar jenazah Raja. Hal ini menjadi simbol atas pendewaan dan pelepasan roh kaisar.

Alasan pergeseran ritual pemakaman dari kremasi menjadi penguburan tidak diketahui secara jelas. Kemungkinan yang dikemukakan para ahli adalah adanya faktor perubahan gaya atau bahkan ketersediaan kayu untuk kepentingan ritual.

2. Kremasi sebagai metode
Ritual kremasi berkembang tidak hanya sebagai sebuah kebiasaan dalam aspek sosial. Dalam medan perang, kremasi digunakan untuk mempercepat pengurusan jenazah tentara yang tewas karena musuh, atau ketika wabah besar dari penyakit yang menewaskan ribuan hingga jutaan orang seperti peristiwa Black Death pada abad ke-17.

Penggunaan ritual kremasi terkejam sepanjang sejarah kehidupan manusia yaitu saat zaman Holocaust. Holocaust merupakan peristiwa pembantaian massal skala besar di bawah rezim Nazi pimpinan Adolf Hitler. Secara sistematis, Hitler membunuh sekitar enam juta orang Yahudi, baik laki-laki, wanita bahkan anak-anak, di Eropa dari tahun 1941 hingga 1945. Tidak hanya orang Yahudi, orang-orang Gipsi, homoseksual dan orang yang memiliki sakit mental juga termasuk ke dalam pembantaian ini karena menurut Hitler tidak dapat diterima secara budaya pada pemerintahannya.

2. Kontradiksi metode kremasi
Dengan meningkatnya dominasi Kekristenan di Eropa setelah abad kelima, kremasi secara bertahap ditinggalkan dan diganti dengan metode penguburan sebagai simbol penguburan serta kebangkitan Kristus. Charlemagne, salah satu Kaisar Romawi merubah metode kremasi pada tahun 789 M. Tahun 1658, Sir Thomas Browne memperkenalkan hydriotaphia, sebuah wacana penguburan menggantikan metode kremasi. Dan para revolusioner Prancis juga mendorong wacana bahwa kremasi merupakan teguran dari ajaran kekristenan di tahun 1790-an. Orang-orang Kristen menganggap kremasi sebagai simbol penyembah berhala dan merupakan budaya Yahudi.
ilustrasi kremasi penaburan abu jenazah (Pixabay.com)

Akhir abad ke-20, ada sedikit kekhawatiran dari masyarakat terhadap efek merugikan emisi gas rumah kaca dan industri. Penerapan undang-undang yang lebih ketat juga terjadi kepada ritual kremasi terkait proses pembakarannya.

3. Kremasi di zaman sekarang
Praktik tradisional kremasi menempatkan sisa-sisa abu jenazah di guci atau wadah lain, dan kemudian menyimpannya di columbaria (bangunan sebagai tepat penyimpanan wadah abu jenazah). Baca: Bekerja Jauh dari Anak? Intip Tips Ahli Agar Keluarga Tak Ricuh

Seiring perkembangan zaman, praktik kremasi melahirkan tradisi baru. Dimana para anggota keluarga yang ditinggalkan, memindahkan abu jenazah yang dikremasi di simpan di krematorium kemudian meletakkan atau menyebarkan abu tersebut ke lokasi tertentu. Entah pegunungan, sungai, kebun, atau tempat rekreasi dan liburan yang menjadi lokasi pilihan atau kesukaan dari almarhum. Tujuan penyebaran ini untuk mengakui bahwa almarhum telah menghabiskan waktu yang menyenangkan dan berkesan selama di dunia dan telah kembali ke Tuhan.

DEATH REFERENCE | CREMATION ASSOCIATION

Berita terkait

Rujak Uleg Surabaya yang Tak Sekedar Festival

1 jam lalu

Rujak Uleg Surabaya yang Tak Sekedar Festival

Pemerintah Kota Surabaya menggelar Festival Rujak Uleg 2024 di Balai Kota, Ahad pagi, 19 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Dekat dengan Kedua Anak, Ruth Sahanaya Tidak Gengsi Minta Maaf Bila Salah

3 hari lalu

Dekat dengan Kedua Anak, Ruth Sahanaya Tidak Gengsi Minta Maaf Bila Salah

Ruth Sahanaya menceritakan kedekatan hubungannya dengan kedua putrinya, Nadine Emanuella Waworuntu (28) dan Amabel Odelia Waworuntu (23).

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo

6 hari lalu

Kilas Balik Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Berbau Rasial di Jakarta dan Solo

Selama 4 hari lebih, kerusuhan Mei 1998 menghantam berbagai kota di Indonesia termasuk Jakarta dan Solo, mengguncang masyarakat, bahkan memicu trauma

Baca Selengkapnya

Mengenal Kitaro, Komponis Jepang yang akan Tampil di Rainforest World Music Festival

10 hari lalu

Mengenal Kitaro, Komponis Jepang yang akan Tampil di Rainforest World Music Festival

Rainforest World Music Festival akan dimeriahkan Kitaro, komponis peraih Grammy

Baca Selengkapnya

Jaksa KPK Akan Panggil Keluarga Syahrul Yasin Limpo di Persidangan untuk Konfirmasi Temuan

10 hari lalu

Jaksa KPK Akan Panggil Keluarga Syahrul Yasin Limpo di Persidangan untuk Konfirmasi Temuan

Jaksa KPK Meyer Simanjuntak menyebut institusinya akan menghadirkan keluarga bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai saksi.

Baca Selengkapnya

Netanyahu Dipaksa Mundur oleh Demonstran Israel dalam Upacara Peringatan Holocaust

13 hari lalu

Netanyahu Dipaksa Mundur oleh Demonstran Israel dalam Upacara Peringatan Holocaust

Seorang pria mendesak Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu untuk mundur dalam upacara Hari Peringatan Holocaust

Baca Selengkapnya

Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

14 hari lalu

Delegasi Indonesia Partisipasi di Festival Hakata Dontaku

Festival Hakata Dontaku adalah festival kesenian dan budaya terbesar di Fukuoka Jepang. Indonesia menampilkan angklung, tari Bali, dan tari Saman

Baca Selengkapnya

Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

19 hari lalu

Diperingati Setiap 30 April, Begini Sejarah Lahirnya Musik Jazz

Tanggal 30 April diperingati sebagai Hari Jazz Sedunia. Bagaimana kisah musik Jazz sebagai perlawanan?

Baca Selengkapnya

Hari Kartini, Sosiolog Ungkap Masalah yang Masih Dialami Perempuan

28 hari lalu

Hari Kartini, Sosiolog Ungkap Masalah yang Masih Dialami Perempuan

Hari Kartini merupakan momentum refleksi masih banyak persoalan terkait perempuan dan anak. Ini harapan sosiolog.

Baca Selengkapnya

13 Bom di Jakarta Menerima Penghargaan Ho Chi Minh City International Film Festival

30 hari lalu

13 Bom di Jakarta Menerima Penghargaan Ho Chi Minh City International Film Festival

Film 13 Bom di Jakarta menerima dua penghargaan bergengsi dari Ho Chi Minh City International Film Festival

Baca Selengkapnya