Heboh Liverpool Kalah: Waspada Bullying, Ini Efeknya Bagi Korban
Reporter
Anastasia Pramudita Davies
Editor
Susandijani
Minggu, 27 Mei 2018 19:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Bullying terjadi lagi. Kini sasarannya kiper Liverpool, Loris Karius, pada pertandingan sepak bola laga final Liga Champions antara Liverpool dan Real Madrid, yang disiarkan tadi malam waktu Indonesia.
Pertandingan ini cukup menarik perhatian publik. Khususnya penjaga gawang Liverpool, Loris Karius, karena dua kesalahan yang dibuatnya mengantarkan Real Madrid menjadi juara.
Pada akhir pertandingan, Karius tampak menangis dan meminta maaf atas kekalahannya. Dampak kekalahan tersebut tersorot pada dua kesalahan Karius. Beberapa masyarakat, penggemar Liverpool, bahkan beberapa pemain sepak bola lain, mengomentari performa Karius.
Baca juga:
Roy Kiyoshi Meramal Ayu Ting Ting, Tilik 3 Cara Meramal Nasib
Vicky Prasetyo Ditalak? Jaga Hubungan Pernikahan dengan Cara Ini
Heboh Flash Sale Tokopedia, Intip 3 Trik Belanja Online
Tentu kekalahan Liverpool sangat membuat Karius tertekan dan sedih. Ditambah dengan berbagai kritik, belum lagi kata-kata yang mungkin menyakitkan dari berbagai pihak, kemungkinan menambah rasa bersalah Karius.
Menjadi korban bullying tidak hanya secara fisik. Namun ungkapan atau ucapan juga dapat menyerang sisi psikologis seseorang. Efeknya, seperti dilansir dari Live Science, seseorang yang dirundung akan merasakan tekanan stres, rasa gelisah berlebih, serangan panik, sulit tidur, bahkan mempengaruhi tekanan darah tingginya.
Dalam dunia kerja profesional, seseorang yang mengalami bullying menyebabkan dirinya tidak dapat melakukan pekerjaan sebaik mungkin. Masalah kinerja yang timbul meliputi kesulitan mengambil keputusan, ketidakmampuan bekerja atau berkonsentrasi, hilangnya harga diri, dan produktivitas menjadi rendah.
Selain itu, dalam lingkungan pekerjaannya, seseorang yang di-bully tidak hanya akan kehilangan motivasi. Namun mereka akan kehilangan waktu akibat disibukkan dengan berbagai hal yang muncul, seperti mencoba membela diri, menghindari pengganggu (yang mem-bully), mencari dukungan, dan merenungkan situasinya. Bahkan intimidasi dalam lingkungan pekerjaan dapat membuat korban trauma sehingga mereka merasa tidak berdaya dan bingung.
Diberitakan di Chicago Tribune, kesehatan mental tetap menjadi masalah yang umum di sebagian besar lingkungan kerja. Orang sering takut berbicara ketika ada sesuatu yang mengganggu dan khawatir hal tersebut akan menunjukkan kelemahan. Mereka ragu mencari bantuan seolah itu pertanda kerapuhan.
Terjadinya hal ini merupakan diagnosis nyata atas gangguan stres pasca-trauma bullying. Diagnosis ini dapat meningkat dari paparan berulang atas Bullying, tumbuh dari waktu ke waktu.
VERYWELLMIND | CHICAGOTRIBUNE