Gempa Lombok, Pentingnya Pengetahuan Siaga Bencana Sejak Dini

Reporter

Tempo.co

Editor

Mitra Tarigan

Senin, 6 Agustus 2018 18:53 WIB

Sejumlah siswa Sekolah Dasar melindungi kepala dengan tas mereka ketika proses evakuasi saat simulasi tanggap bencana gempa bumi dan tsunami di kawasan Tanjung Benoa, Badung, Bali, 15 Agustus 2017. Kegiatan ini sebagai upaya meningkatkan kesiagaan para siswa dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami di Indonesia. Johannes P. Christo untuk TEMPO

TEMPO.CO, Jakarta - Gempa Lombok terjadi pada Ahad 5 Agustus 2018 dengan kekuatan paling besar 7 skala richter. Gempa susulan pun sempat terjadi. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendata hingga 6 Agustus 2018 pukul 10.00 WIB, tercatat 91 orang meninggal dunia, 209 orang luka-luka, ribuan jiwa masyarakat mengungsi dan ribuan rumah rusak. Diperkirakan jumlah korban dan kerusakan akibat dampak gempa Lombok ini akan terus bertambah.

Baca: Liburan di Bali, Ini Efek Gempa Lombok pada Ayudia Bing Slamet
Masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak paham menghadapi situasi bencana. Mereka tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Umumnya hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang siaga bencana. Ditambah lagi dengan panik yang melanda, membuat badan tidak memberikan respon seharusnya untuk menyelamatkan diri dan akhirnya hal yang seharusnya diprioritaskan justru terlupakan.

Psikolog Pendidikan dan Inisiator Gerakan Peduli Musik Anak, Karina Adistiana mengatakan saat bencana terjadi, terkadang orang dewasa lupa untuk menyelamatkan anak kecil. Padahal anak kecil menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan saat terjadi bencana.

Karina mengatakan masyarakat Indonesia seharusnya memiliki pengetahuan tentang siaga bencana sejak anak usia dini. Maklum, Indonesia adalah negara dengan risiko tinggi bencana alam. "Memang ada beberapa simulasi siaga bencana yang dilakukan. Tapi kegiatan itu tidak berlangsung terus menerus dan sangat jarang," katanya saat dihubungi 6 Agustus 2018.

Karina bekerja sama dengan Kelompok Riset Kesehatan Mental Komunitas Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan didukung oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia berkolaborasi mengenalkan program siaga bencana pada anak usia dini. Program ini berupaya untuk menyampaikan pesan kesiagaan bencana melalui lagu dan gerak. Ia menilai musik dan gerakannya adalah cara yang efektif untuk menyampaikan pesan pada anak sesuai dengan tahap perkembangannya. Ditambah lagi, musik dan gerak merupakan hal yang menyenangkan bagi anak, sehingga anak bersemangat untuk mengikuti program ini.

Ilustrasi gempa. geo.tv

Salah satu negara yang telah berhasil mengenalkan program siaga bencana pada anak usia dini adalah Taiwan. Karina dan timnya sempat menghadiri International Conference on School's Disaster Risk Reduction and Resilience Education in Practice (ICSDRR) dan mengikuti kunjungan sekolah di Taiwan pada tanggal 11-13 April 2018. Di Taiwan, pengenalan siaga bencana menjadi bagian dari kurikulum pendidikan anak usia dini. Di sana, pengetahuan siaga bencana dikenalkan dimulai dari menumbuhkan kecintaan terhadap alam. Dengan begitu, anak lebih mengerti tentang penerimaan bencana yang terjadi di lingkungan mereka. "Hal ini bisa membantu mengurangi trauma pasca bencana pada anak," katanya.

Advertising
Advertising

Karina sempat mengunjungi salah satu sekolah Pendidikan Anak Usia Dini yang menerapkan kesiagaan bencana. Saat itu, Karina melihat simulasi anak-anak usia 2-3 tahun melakukan simulasi siaga bencana. Taiwan adalah negara yang rawan terkena topan. "Saat bel darurat berbunyi, anak-anak 2-3 tahun itu langsung ambil topi pelindung dan berjalan tertib tanpa suara ke luar ruangan titik kumpul dalam waktu kurang dari 1 menit. Itu kan hebat," katanya kagum melihat kegiatan sebulan sekali itu.

Karina mengatakan Indonesia perlu mencontoh metode itu. Maklum saat alarm darurat berbunyi, biasanya para pelajar Indonesia banyak yang berlarian dan berhamburan secara tidak tertib. "Bahkan sering kali, gurunya malah tidak tahu apa yang harus dilakukan," katanya.

Baca: Gempa Lombok, 4 Prinsip Keamanan Jepang yang Bisa Dicontoh

Pelajaran siaga bencana, kata Karina sebaiknya diajarkan secara berkelanjutan agar masyarakat, khususnya anak-anak ingat dan terbiasa. Dengan begitu, bila ada bencana seperti Gempa Lombok, maka masyarakat akan lebih awas dengan menyelamatkan yang lebih prioritas.




Berita terkait

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

1 hari lalu

Perlunya Contoh Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Karakter Anak

Psikolog menyebut pendidikan karakter perlu contoh nyata dari orang tua dan guru kepada anak karena beguna dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Selengkapnya

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

1 hari lalu

Mayoritas Gaji Dosen di Bawah Rp 3 Juta, SPK: 76 Persen Terpaksa Kerja Sampingan

Hasil riset Serikat Pekerja Kampus: sebagian besar dosen terpaksa kerja sampingan karena gaji dosen masih banyak yang di bawah Rp 3 juta.

Baca Selengkapnya

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

2 hari lalu

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Sebelum memperjuangkan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah wartawan kritis kepada pemerintah kolonial. Ia pun pernah menghajar orang Belanda.

Baca Selengkapnya

Makna Logo Pendidikan Tut Wuri Handayani, Ada Belencong Garuda

2 hari lalu

Makna Logo Pendidikan Tut Wuri Handayani, Ada Belencong Garuda

Makna mendalam dibalik logo pendidikan Indonesia, Tut Wuri Handayani

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

2 hari lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya

Politikus di Rusia Diguncang Silang Pendapat soal Isu Gay

2 hari lalu

Politikus di Rusia Diguncang Silang Pendapat soal Isu Gay

Alexandr Khinstein menilai politikus yang bertugas di lembaga pendidikan atau anak-anak tak boleh penyuka sesama jenis atau gay.

Baca Selengkapnya

Gagas Pengungsian Ramah Lingkungan, Mahasiswa UI Pertahankan Juara CIOB

3 hari lalu

Gagas Pengungsian Ramah Lingkungan, Mahasiswa UI Pertahankan Juara CIOB

Mahasiswa FTUI kembali memenangkan kompetisi proyek konstruksi inovatif yang diadakan CIOB. Tim UI mencetuskan shelter ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

USAID Kerja Sama dengan Unhas, ITB dan Binus

6 hari lalu

USAID Kerja Sama dengan Unhas, ITB dan Binus

Program USAID ini untuk mempertemukan pimpinan universitas, mitra industri, dan pejabat pemerintah

Baca Selengkapnya

Gibran Dorong Program CSR Lebih Banyak Diarahkan ke Sekolah-Sekolah

7 hari lalu

Gibran Dorong Program CSR Lebih Banyak Diarahkan ke Sekolah-Sekolah

Gibran mengatakan para penerima sepatu gratis itu sebagian besar memang penerima program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta.

Baca Selengkapnya

Saran IDAI untuk Relawan yang Bantu Anak Korban Bencana Alam

7 hari lalu

Saran IDAI untuk Relawan yang Bantu Anak Korban Bencana Alam

Relawan yang ikut membantu bencana alam diminta untuk memperhatikan kebutuhan anak-anak yang menjadi korban.

Baca Selengkapnya