Sebab Banyak Orang Mau Punya Bisnis Sendiri tapi Masih Takut
Reporter
Swa.co.id
Editor
Yayuk Widiyarti
Jumat, 16 Agustus 2019 09:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah survei bertajuk “Survei Kewirausahaan 2019 (The Asia Pacific Entrepreneurship Insights Survey 2019)” dibuat Herbalife Nutrition. Survei yang dilakukan mulai Mei hingga awal Agustus 2019 ini dilakukan di 9 negara di Asia Pasifik, yaitu Australia, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, dan Thailand.
Survei tersebut mengungkapkan bahwa 7 dari 10 orang atau 71 persen responden Asia Pasifik bercita-cita untuk memiliki bisnis sendiri. Keinginan untuk menjadi wirausaha di Indonesia menjadi terkuat dibanding negara lain di Asia Pasifik, mayoritas responden Indonesia (96 persen) mengaku memiliki mimpi untuk mulai membuka usaha sendiri, disusul Filipina (92 persen), Thailand (89 persen), dan Malaysia (86 persen).
Direktur senior dan manajer umum Herbalife Nutrition, Andam Dewi, mengatakan tingginya semangat untuk berwirausaha di kalangan masyarakat Indonesia cukup menggembirakan. Namun, masih banyak anggapan bahwa memulai bisnis sendiri adalah hal yang sangat menakutkan bagi sebagian orang.
“Survei ini menghadirkan temuan-temuan yang dapat menjadi wawasan baru tentang persepsi dan sikap dalam memulai berwirausaha. Survei ini pun menjadi masukan bagi kami untuk memahami bagaimana perusahaan dapat mendukung seseorang untuk melakukan lompatan dan menjadi seorang pengusaha dan menggapai mimpinya di suatu hari,” katanya.
Saat ditanya kapan untuk memulai berwirausaha, mayoritas responden di Indonesia (64 persen) menyebutkan mengikuti instuisi mereka untuk menentukan kapan memulai berwirausaha. Apabila mereka membuka usaha, sebanyak 52 persen responden Indonesia lebih dimotivasi oleh keinginan untuk menyalurkan minat sekaligus menambah pendapatan.
Mayoritas (94 persen) responden di Indonesia juga merasa atau beranggapan bahwa berwirausaha akan mendatangkan kebahagiaan lebih besar bagi mereka dibanding bekerja untuk orang lain. Yang menggelitik, berdasarkan temuan survei, 71 persen di antara mereka yang berkeinginan untuk bermimpi atau bahkan telah memiliki bisnis sendiri, bermimpi akan datang suatu hari dimana mereka dapat menghadap bos dan mengajukan surat pengunduran diri.
Sama halnya dengan responden Indonesia, responden di negara lain di Asia Tenggara juga memiliki mimpi yang sama untuk bisa meyampaikan pengunduran diri dari tempat kerjanya saat ini dan memiliki bisnis sendiri. Dengan rincian: Malaysia 76 persen, Thailand 74 persen, dan Filipina 73 persen.
Selain mimpi dan motivasi seperti di atas, responden yang berkeinginan untuk memulai bisnisnya sendiri juga beranggapan bahwa dengan memulai atau memiliki bisnis sendiri, mereka akan memperoleh beberapa keuntungan di antaranya, fleksibilitas jam kerja (75 persen), berkesempatan untuk menambah pendapatan (69 persen), menjadi bos atas diri sendiri (56 persen), dan memiliki kepuasan dalam melakukan pekerjaan (53 persen).
Meskipun telah banyak manfaat dan keuntungan yang dianggap akan datang seiring dengan keberanian memulai bisnis, hampir 7 dari 10 responden beranggapan bahwa dirinya tidak pernah memiliki kesempatan untuk memulai usaha sendiri. Sementara di lain pihak, 81 persen responden menyatakan bahwa mereka bingung akan banyaknya prospek bisnis yang potensial untuk dilakukan.
Saat ditanya apa yang menjadi alasan utama untuk tidak memulai berwirausaha atau menjalankan bisnis sendiri, mayoritas responden (76 persen) menyatakan bahwa permodalan menjadi faktor pertimbangan utama, sedangkan 44 persen responden juga menganggap minimnya pengetahuan pengelolaan keuangan dan pasar menjadi hambatan dalam memulai bisnisnya sendiri.
Meski mengetahui hambatan yang umum dirasakan serta berbagai risiko yang mungkin akan dihadapi saat memulai atau menjalankan usaha sendiri, 8 dari 10 (88 persen) responden Indonesia memilih untuk menggunakan uang mereka sendiri sebagai sarana pembiayaan awal untuk bisnis mereka. Sebagian kecil (33 persen) memilih untuk menggunakan pinjaman atau sumber pendanaan dari keluarga sedangkan, 25 persen akan menjadikan fasilitas pinjaman untuk usaha kecil untuk membiayai bisnis baru mereka.
“Dari hasil survei tersebut kita dapat mengetahui dan mengamati bahwa responden di Indonesia akan berpikir matang untuk memulai bisnis baru. Tak hanya potensi penghasilan yang jelas, tapi juga perlu memikirkan biaya awal, termasuk sumber dan besarannya. Meskipun demikian, memulai bisnis akan selalu datang dengan manfaat dan risikonya sendiri. Oleh karena itu, penting untuk menyalurkan keahlian dan pengetahuan yang tepat guna membantu kita untuk memulai perjalanan kewirausahaan, sambil belajar untuk mengurangi risiko-risiko yang muncul,” ujar Andam.