Membantu Literasi Keuangan Ibu-Ibu di Dusun Bahonglangi dalam RWE

Reporter

Tempo.co

Editor

Mitra Tarigan

Minggu, 13 Oktober 2019 11:20 WIB

Ibu-Ibu peserta kegiatan Rural Woman Empowerment di Desa Bahonglangi, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan/Rendra Hernawan

TEMPO.CO, Jakarta - Andi Appi Patongai sangat perhatian terhadap pendidikan di daerahnya, Sulawesi Selatan. Aktivis pendidikan ini pun melakukan berbagai kegiatan ke berbagai pelosok Sulawesi Selatan untuk meningkatkan literasi anak-anak bersama Yayasan 1000 Guru Sulsel.

Salah satu daerah yang pernah didatanginya adalah Dusun Bahonglangi, Desa Bontojai, Kecamatan Bontocani yang berada di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Untuk menggapai Dusun Bahonglangi, dibutuhkan perjalanan durasi 5 jam dengan mengendarai mobil ditambah jalan kaki selama 3 jam. Sejak 2016, Yayasan 1000 Guru Sulawesi Selatan dan Appi berfokus pada pemberdayaan anak-anak. Sayang ada banyak tantangan saat pelaksanaan yang terjadi. Salah satunya datang dari para orang tua mereka, khususnya ibu-ibu yang sempat melarang anak-anak itu untuk mengikuti kelas. Ibu-ibu itu lebih menyuruh anak-anak mereka untuk membantu orang tua ke ladang.

Suasana belajar dalam kegiatan Rural Woman Empowerment di desa Bahonglangi, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan/Rendra Hernawan

Appi menemukan permasalahan mendasar di Dusun Bahonglangi yaitu keterlibatan kaum perempuan dalam menentukan pendidikan anak-anaknya. Tingkat putus sekolah di Bahonglangi sangat tinggi, hampir semua anak hanya menyelesaikan pendidikan SD. Salah satu faktor terbesar banyaknya anak putus sekolah adalah karena jarak sekolah sangat jauh dan anak-anak lebih baik langsung mencari uang atau diminta untuk bertani untuk membantu kebutuhan keluarga.

Jarak yang harus ditempuh ke sekolah setingkat SMP mencapai 10-15 kilometer dengan berjalan kaki, melewati hutan lebat dengan waktu tempuh mencapai 4-5 jam. Jika harus bersekolah, anak-anak pun harus mengurus administrasi di kabupaten berbeda yang membuat mereka harus bolak-balik dan sulit sekali melakukan berbagai kegiatan administrasi itu seorang diri.

Appi mengatakan masih ada beberapa wanita yang masih belum bisa membaca. Karena tingkat literasi yang rendah, mereka pun sering membedakan uang untuk belanja hanya berdasar warna saja tanpa mengetahui nominalnya. Belum lagi mereka tidak pandai menabung dan sering sekali rugi dalam mengelola keuangan mereka. Ibu-ibu dusun itu juga menjual beras merah atau madu yang mereka miliki sesuai harga yang diinginkan tengkulak. Mereka pun dulu menjual ternak sapi mereka dengan harga sangat murah, yaitu hanya Rp 3 juta. "Kami sering sekali berhutang untuk memenuhi kebutuhan kami karena kami tidak bisa mengelola keuangan," kata Ecce, salah satu warga Dusun Bahonglangi.

<!--more-->

Menggunakan pendekatan kekeluargaan, Appi dan tim banyak berdiskusi dengan kaum perempuan di sana dan menemukan sebuah solusi. Hampir semua perempuan di Dusun Bahonglangi buta aksara dan kurang percaya diri untuk bergaul dan berkomunikasi dengan pihak luar. Oleh karena itu, hasil pertanian mereka hanya dikonsumsi sendiri dan tidak untuk dijual. Anak mereka tidak lanjut sekolah karena alasan ekonomi dan kurangnya Sumber Daya Manusia untuk menggarap sawah dan mencari madu di hutan. Mereka pada dasarnya ingin menyekolahkan anak-anaknya, tapi terhambat kemampuan finansial. Jika lanjut sekolah, anak harus keluar dari Dusun Bahonglangi yang terletak di pedalaman hutan yang lebat. Mereka juga harus menyewa rumah dan hidup terpisah. Hal ini membutuhkan lebih banyak biaya hidup dibanding hidup bersama. Di sisi lain, Dusun Bahonglangi memiliki potensi yang sangat besar.

Setelah melakukan pemantauan kondisi keluarga dan ibu-ibu itu sejak 2017, maka di awal tahun 2018 Appi dan teman-temannya mantap melaksanakan proyek Rural Woman Empowerment (RWE). Sebulan dua kali, tim relawan ini aktif berkunjung ke lokasi kegiatan dan mengajar 28 orang wanita di desa itu tanpa meminta imbalan. Biasanya mereka berangkat pada Jumat dari Makassar dan kembali lagi pada Ahad. Para relawan hadir dan tinggal di rumah warga setempat selama 3 hari dan membimbing para peserta.

Suasana belajar kegiatan Rural Women Empowerment di desa Bahonglangi, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan/Rendra Hernawan

Peserta program adalah perempuan Bahonglangi berusia 18-50 tahun. Mereka diberi pelatihan dan dibekali keterampilan untuk meningkatkan kemahiran calistung. RWE juga memberikan pelatihan pengelolaan keuangan keluarga, keterampilan berwirausaha, serta pelatihan-pelatihan lain yang mendukung mereka dalam menjalankan usaha kecil yang akan dirintis dari program ini.

Dalam pelaksanaannya, peserta RWE dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas A, B dan C. Pada kelas A (13 orang), peserta telah mengenal dan membedakan angka dari digit 1-3, dan dapat membaca maupun menulis tetapi masih kurang lancar. Rata-rata usia peserta kelas A adalah 19-40 tahun. Kebanyakan mereka bukan masyarakat asli Dusun Bahonlangi tetapi telah menikah dan berumah tangga dengan warga setempat. Sebagian kecil peserta kelas A sempat datang ke kota untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. Klasifikasi kedua, kelas B yang berisi 7 orang. Pada kelompok ini peserta telah mengenal dan membedakan angka dari digit 1-2, tetapi masih kurang dalam membaca dan menulis. Rentang usia mereka adalah 20-40 tahun dan semuanya warga asli Bahonlangi. Kelompok terakhir adalah kelas C dengan jumlah 8 orang. Peserta kelompok ini belum mengenal huruf dan angka. Rentang usia peserta di atas 45 tahun. Umumnya peserta telah berumur dan memiliki kesulitan penglihatan. Awal 2019, sejumlah 20 orang yang berasal dari Kelas A dan B dilebur untuk mendapatkan pelatihan keuangan dalam keluarga, sedangkan sisanya fokus untuk memperlancar keterampilan calistung.

Awalnya semua wanita peserta RWE hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau membantu suami mereka untuk bertani namun Appi Patongai dan kawan-kawannya membantu ibu-ibu ini untuk melakukan kegiatan kewirausahaan untuk meningkatkan pendapatan keluarga mereka. 28 peserta ini dibagi dalam 4 kelompok usaha untuk penjualan beras merah dan madu hutan. Kegiatan kewirausahaan telah dilaksanakan sejak bulan Desember yang telah merambah ke luar Kabupaten Bone, bahkan Sulawesi Selatan.

<!--more-->

Banyak sumber daya alam yang masih asli tanpa pencemaran lingkungan. Beberapa di antaranya adalah hasil pertanian berupa beras merah, kopi, dan madu hutan. Kaum Perempuan belum menyadari bahwa SDM itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kota, khususnya di Makassar. Setelah Appi menjelaskan RWE, mereka sangat antusias untuk belajar dan mulai menjual produk ke luar daerah mereka. Berangkat dari kesadaran ini, kaum perempuan Bahonglangi ingin memaksimalkan penjualan hasil pertanian mereka sehingga dapat menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi. Untuk sampai pada tahap itu, mereka harus memiliki keterampilan calistung, mengelola keuangan keluarga, dan teknik memasarkan produk.

Advertising
Advertising

Ibu-ibu ini pun sudah mulai berani untuk berbicara di depan umum atau dengan masyarakat pendatang. Dulu ketika ada pendaki yang melintas daerah ini, tidak ada yang hendak menegur warga sekitar. Isu yang beredar di kalangan pendaki, penduduk dusun itu menakutkan dan suka main ilmu hitam. Sebaliknya, dari sudut pandang warga, mereka memang takut untuk menegur para pendaki atau pendatang yang datang ke dusun mereka. Maklum dulu bahasa Indonesia yang mereka bisa masih sangat terbatas, selain itu mereka juga tidak berani berbicara. Keahlian berbicara mereka di depan umum pun semakin membaik. Appi pernah mengajak mereka untuk berbicara di depan Bupati Bone terkait pengalaman dan kegiatan RWE di daerah mereka. Hasilnya pun memuaskan. Ibu-ibu ini semakin lancar berbicara di hadapan publik. Dari segi keuangan pun membaik. Setelah belajar tentang nilai uang mereka sudah bisa bernegosiasi untuk mendapatkan harga yang pas sesuai harga jual pasar. Mereka pun menjual ternak mereka dengan harga Rp 7-8 juta perekor.

Andi Patongai Aktivis Rural Women Empowerment untuk Wanita Pedalaman di Bahonglangi. TEMPO/Rendra Hernawan

Sekretaris Desa Bantojai, Nasruddin pun melihat perubahan yang terjadi pada ibu-ibu. Menurut Nasruddin, karena sangat rendahnya literasi masyarakat desa itu, maka warga itu biasanya menggunakan cap jempol sebagai tanda tangan mereka. Sekarang mereka sudah bisa tanda tangan sendiri. Selain itu, masih karena masalah literasi yang terbatas, dulu para ibu -ibu ini harus didampingi kepala dusun untuk mengurus keperluan administrasi di kantor desa. Namun saat ini para ibu-ibu ini sudah mau pergi ke desa sendiri untuk mengurus berbagai hal.

Kegiatan RWE berkembang pesat. Awalnya untuk pergi ke tempat itu, para relawan harus patungan bensin dan makan serta belanja bahan ajar peserta sebanyak Rp 250 ribu masing-masing, kali ini mereka lebih dipermudah. Appi dan teman-temannya mendapatkan dukungan dana sebanyak Rp 84 juta dari Konjen Australia di Makassar untuk program tahun 2018. Pemerintah Australia memberikan bantuan finansial berupa biaya akomodasi relawan yang berangkat ke lokasi. Selain itu, Appi juga mendapat bantuan dari donatur tidak tetap, baik perorangan maupun non perorangan. Bantuan ini berupa buku pelajaran, buku tulis, alat tulis, meja kecil, dan media ajar lainnya. Selain itu, dari kegiatan ini, Appi masuk menjadi salah satu dari 14 nominator pemenang Satu Indonesia Awards 2019 yang diselenggarakan Astra Indonesia pada Awal Oktober 2019.

Berita terkait

Polisi Gagalkan Penyelundupan Pekerja Migran di Badau Perbatasan Indonesia-Malaysia

1 hari lalu

Polisi Gagalkan Penyelundupan Pekerja Migran di Badau Perbatasan Indonesia-Malaysia

Supriyanto mengatakan puluhan pekerja migran tersebut rata-rata berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca Selengkapnya

Cara Berlatih Soal Melalui Framework Sebelum UTBK 2024

4 hari lalu

Cara Berlatih Soal Melalui Framework Sebelum UTBK 2024

Keberadaan framework SNPBM telah ada sejak tahun 2023 lalu, layanan ini bisa dimanfaatkan untuk mengetahui komponen soal dan uji coba soal UTBK 2024

Baca Selengkapnya

Update Info Terbaru Bencana Tanah Longsor di Tana Toraja

13 hari lalu

Update Info Terbaru Bencana Tanah Longsor di Tana Toraja

Proses pencarian dihentikan sementara usai BNPB menemukan 2 korban terakhir dalam bencana tanah longsor di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Baca Selengkapnya

Longsor di Tana Toraja, Tim Gabungan BNPB Temukan 20 Korban Meninggal

13 hari lalu

Longsor di Tana Toraja, Tim Gabungan BNPB Temukan 20 Korban Meninggal

BNPB melaporkan telah menemukan 20 korban dalam bencana longsor di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Baca Selengkapnya

Longsor di Tana Toraja, Warga yang Selamat Diungsikan ke Gereja

13 hari lalu

Longsor di Tana Toraja, Warga yang Selamat Diungsikan ke Gereja

Longsor di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, menelan 18 korban jiwa. Tim evakuasi membangun posko pengungsi di gereja setempat.

Baca Selengkapnya

Profil Korban Jiwa Penusukan di Australia: Ibu Baru, Mahasiswi Cina hingga Pengungsi Ahmadiyah

14 hari lalu

Profil Korban Jiwa Penusukan di Australia: Ibu Baru, Mahasiswi Cina hingga Pengungsi Ahmadiyah

Warga Australia berduka atas kematian lima perempuan dan seorang pria penjaga keamanan pengungsi asal Pakistan.

Baca Selengkapnya

Polisi Ungkap Pembunuhan Wanita Enam Tahun Lalu di Makassar, Pelaku Suami Sendiri

14 hari lalu

Polisi Ungkap Pembunuhan Wanita Enam Tahun Lalu di Makassar, Pelaku Suami Sendiri

Polres Makassar mengungkap kasus pembunuhan seorang ibu rumah tangga berinisial J, 35 tahun, yang terjadi pada enam tahun lalu

Baca Selengkapnya

Jemaah An-Nadzir Gowa Rayakan Idulfitri Lebih Awal, Dibantu Aplikasi Tentukan 1 Syawal

19 hari lalu

Jemaah An-Nadzir Gowa Rayakan Idulfitri Lebih Awal, Dibantu Aplikasi Tentukan 1 Syawal

Jemaah An-Nadzir meyakini penentuan Idulfitri 1445 Hijriah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Baca Selengkapnya

Polda Sulteng Gagalkan Peredaran 25 Kilogram Sabu Asal Malaysia

23 hari lalu

Polda Sulteng Gagalkan Peredaran 25 Kilogram Sabu Asal Malaysia

Ditresnarkoba Polda Sulteng menggagalkan narkotika jenis sabu sebanyak 25 kilogram yang hendak dibawa ke Kab. Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan.

Baca Selengkapnya

Hari Film Nasional Momen Tepat untuk Tingkatkan Literasi dan Apresiasi Film

28 hari lalu

Hari Film Nasional Momen Tepat untuk Tingkatkan Literasi dan Apresiasi Film

Hari Film Nasional bisa menjadi momen untuk menyoroti berbagai program peningkatan literasi dan apresiasi film

Baca Selengkapnya