Masih Terdengar Seram, Ini 5 Bahan Pengawet yang Sering Dipakai
Reporter
Sehatq.com
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 10 Februari 2020 21:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sudah bukan rahasia lagi bahwa banyak produk makanan yang menggunakan pengawet demi menjaga mutu dan kesegarannya. Seperti namanya, bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat pembusukan yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur.
Meski istilah pengawet terdengar menakutkan, bahan pengawet makanan sebenarnya tidak seseram itu dan tidak semuanya berbahaya. Dalam kadar tertentu, pengawet dinilai aman untuk dikonsumsi manusia. Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 36 Tahun 2013, BPOM telah mengatur jenis-jenis pengawet yang boleh digunakan dalam pangan, serta batas maksimum penggunaannya. Apa sajakah bahan pengawet makanan yang dinilai aman untuk dikonsumsi tersebut?
1. Asam sorbat
Asam sorbat dapat ditemukan secara alami dalam buah-buahan, terutama jenis beri. Ketika digunakan sebagai pengawet, asam ini harus diolah terlebih dulu. Asam sorbat paling sering dipakai untuk makanan. Mulai dari wine, keju, roti, kue-kue, serta daging. Jenis pengawet ini efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur, yang dapat merusak makanan dan menyebabkan penyakit.
Meski dinilai aman untuk penggunaan reguler serta tidak terkait dengan kanker atau masalah kesehatan serius lainnya, asam sorbat bisa memicu alergi pada beberapa orang. Reaksi alergi yang timbul biasanya tergolong ringan.
2. Asam benzoat dan natrium benzoat
Asam benzoat lebih banyak digunakan dalam bentuk garamnya, yakni natrium benzoat. Karena versi asamnya tidak bisa larut dalam air. Natrium benzoat bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang berpotensi berbahaya, sehingga dapat mencegah pembusukan.
Jenis bahan pengawet makanan ini sangat efektif untuk makanan asam seperti soda, jus lemon kemasan, saus salada, kecap, dan bumbu lainnya. Hanya saja, keamanan natrium benzoat kerap dipertanyakan. Berbagai penelitian telah mengaitkan bahan pengawet makanan ini dengan peningkatan risiko peradangan, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan obesitas. Walau begitu, masih dibutuhkan studi lebih lanjut dan lebih luas untuk membuktikan efek samping bahan pengawet makanan ini.
<!--more-->
3. Sulfit
Dikenal juga sebagai sulfur dioksida, sulfit banyak digunakan dalam makanan. Misalnya, daging, buah-buahan, jus buah, sayur, sirup, wine, dan selai. Bahan pengawet makanan ini mampu mencegah mikroorganisme masuk ke dalam makanan, sehingga mutu dan kualitasnya tetap terjaga. Selain itu, sulfit juga dapat membantu dalam mempertahankan warna pada makanan.
Sulfit bisa menyebabkan alergi pada beberapa orang, dan ini lebih rentan terjadi pada orang-orang yang mengidap asma. Jika Anda adalah penderita asma dan merasa kekambuhan gejala dipicu oleh bahan pengawet makanan ini, Anda bisa melakukan tes alergi untuk memastikannya. Bila hasil tes menunjukkan bahwa Anda alergi terhadap sulfit, Anda disarankan untuk menghindari jenis pengawet ini. Cermati bagian label pada kemasan sebelum membeli makanan atau minuman apapun. Sulfit bisa dicantumkan dengan istilah lain, seperti potassium bisulfite atau metabisulfite.
4. Nitrat dan nitrit
Nitrat dan nitrit berguna untuk mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya, menambah rasa asin pada makanan, serta memberi warna merah atau merah muda pada daging. Keduanya sering dimasukkan ke dalam daging olahan, seperti sosis, bacon, dan ham. Kedua bahan pengawet makanan ini kerap dianggap sebagai penyebab daging olahan bisa meningkatkan risiko kanker. Meski demikian, belum ada penelitian yang benar-benar dapat membuktikan klaim tersebut.
Masalah lainnya juga bisa timbul jika nitrit terkena panas tinggi sekaligus tercampur asam amino. Proses ini dapat mengubah nitrit menjadi senyawa yang bernama nitrosamine. Ada banyak jenis nitrosamine dan sebagian besar diketahui dapat menyebabkan kanker. Baik nitrat maupun nitrit dapat ditemukan pada sayur dan mampu diproduksi sendiri oleh tubuh manusia.
5. Nisin
Nisin adalah bahan pengawet makanan yang dihasilkan dari bakteri asam laktat bernama Lactococcus lactis subspesies lactis. Menurut banyak penelitian, nisin dapat melawan berbagai jenis bakteri Gram-positif dan spora. Akan tetapi, senyawa ini dinilai kurang efektif dalam membasmi bakteri Gram-negatif, ragi, dan jamur. Nisin banyak digunakan untuk keju alami maupun olahan, produk susu, roti, makanan kaleng, daging serta ikan, yoghurt, saus salada, dan minuman beralkohol.
Seperti dilansir Sehatq, memang ada beberapa jenisnya yang aman untuk dikonsumsi dalam kadar tertentu. Meski begitu, terlalu banyak mengonsumsi makanan olahan berarti Anda telah memasukkan banyak pengawet ke dalam tubuh. Hal ini bisa meningkatkan risiko obesitas, hipertensi, penyakit jantung, hingga kanker. Oleh karena itu, senantiasa perhatikan komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam label yang tercantum di kemasan. Jangan sampai ada yang merugikan kesehatan Anda.
SEHATQ