Sapardi Djoko Damono Pernah Tidak Puas dengan Karyanya, Sajak Apa
Reporter
Tempo.co
Editor
Mitra Tarigan
Senin, 20 Juli 2020 10:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sastrawan Indonesia, Sapardi Djoko Damono, meninggal pada Minggu, 19 Juli 2020, dalam usia 80 tahun. Tak hanya menghasilkan karya sastra, Sapardi Djoko Damono juga aktif mengajar dan menjadi penerjemah karya sastra dari bahasa asing ke Bahasa Indonesia.
Dalam wawancara dengan Koran Tempo yang terbit pada 16 JuLI 2017, Sapardi Djoko Damono mengatakan terbiasa menghabiskan 1 -2 jam untuk membuat satu puisi. Pernah pula ia yang menulis 18 buah sajak selama semalam. "Tapi ada juga yang sampai tiga tahun enggak selesai-selesai," katanya kepada Tempo.co.
Sapardi pun bercerita bahwa ada satu sajak berjudul Marsinah, yang membuatnya tidak merasa puas saat membuatnya. "‘Ini sajak apa kok kayak gini?’," katanya.
Menurutnya, hal yang membuatnya tidak puas tentang sajak berjudul Marsinah adalah sejarah masa itu. "Ketika tahun 1996–1998, ada mahasiswa dibunuh, ada buruh Marsinah di Surabaya yang diseret-seret," katanya.
Menurut Sapardi, orang yang marah sebaiknya menulis. Menulis dianggap bisa membuat tenang, sehingga bisa berpikir kritis dan bisa melepaskan diri dari keterlibatan emosional. "Kadang-kadang orang, kan, emosi. Saat itu saya marah betul, akhirnya saya tidak bisa menulis. Sajak Marsinah itu saya tulis tiga tahun dan tetap saya belum puas sampai sekarang," katanya.
Sapardi mengatakan masih tetap marah bila membaca sajak itu. "Kalau saya baca lagi, ‘Ah, ini mestinya enggak begini.’ Saya masih emosi, saya merasakan itu, orang lain juga pasti merasa," kata Sapardi Djoko Damono.