Alasan Cina Menerapkan Swab Anal yang Memicu Kontroversi
Reporter
Antara
Editor
Rini Kustiani
Senin, 1 Februari 2021 08:16 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Swab anal menjadi alternatif tes Covid-19 selain lewat hidung dan sampel darah. Pemerintah Kota Beijing, Kota Qingdao, dan Kota Yangzhou, Cina, mewajibkan wisatawan menjalani swab anal menjalang akhir masa karantina.
Tes swab anal ini berlaku di daerah yang masuk kategori berisiko tinggi penularan Covid-19. Seperti diketahui, semua penumpang pesawat internasional yang mendarat di Cina harus dikarantina. Saat karantika akan berakhir, petugas menerapkan tes swab anal kepada pendatang.
Seperti namanya, swab anal dilakukan dengan cara memasukkan kapas lidi ke anus untuk mengambil sampel lendir. Direktur Pusat Kesehatan Masyarakat Universitas Fudan, Shanghai, Lu Hongzhou mengatakan, pengambilan sampel melalui anus atau swab anal lebih akurat ketimbang swab pada umumnya yang mengambil sampel lendir dari tenggorokan atau hidung.
"Ada kemungkinan hasilnya salah jika mengambil sampel dari hidung atau tenggorokan," kata Lu Hongzho. Para ilmuwan mendapati bahwa virus di hidung dan tenggorokan lebih cepat hilang daripada di anus. Sebab itu, banyak ditemukan kasus Covid-19 tanpa gejala.
Baca juga:
Rekomendasi Pengaturan Waktu Tes Covid-19 Bagi yang Sering Bepergian
Metode tes Covid-19 swab anus tersebut memicu perdebatan. Warganet yang pernah menjalani swab anal menceritakan pengalamannya. "Kamu harus mengangkat bokong di atas kasur dan merasakan kapas lidi masuk di anus," katanya seperti dikutip dari Beijing News. "Kalau sampelnya dianggap belum cukup, mungkin petugas akan melakukan swab anal beberapa kali."
Pemerintah Kota Shanghai pernah menerapkan metode swab anal pada awal 2020 kemudian tidak lagi menerapkannya. Lu Hongzhou menambahkan, kebijakan swab anal hanya diterapkan kepada para pendatang lewat penerbangan internasional dan kelompok berisiko tinggi untuk memastikan akurasi hasil tes Covid-19.