Gejala Mirip, Bedakan Serangan Jantung dan Sindrom Patah Hati

Reporter

Bisnis.com

Jumat, 26 Maret 2021 20:05 WIB

Ilustrasi wanita sedih atau patah hati. Freepik.com

TEMPO.CO, Jakarta - Masalah jantung bisa menjadi efek patah hati atau putus cinta dan seringkali disebabkan oleh situasi stres dan emosi yang ekstrem. Kondisi tersebut juga dapat memicu penyakit fisik yang serius, bisa disebut kardiomiopati stres, kardiomiopati takotsubo, atau sindrom balon apikal.

Dilansir dari Mayo Clinic, orang dengan sindrom patah hati mungkin mengalami nyeri dada mendadak atau mengira mengalami serangan jantung. Sindrom patah hati hanya mempengaruhi sebagian jantung, yang untuk sementara mengganggu fungsi pemompaan normal.

Bagian jantung lain terus berfungsi normal atau bahkan mungkin mengalami kontraksi lebih kuat. Gejala sindrom patah hati dapat diobati dan kondisi biasanya membaik dalam beberapa hari atau minggu, bisa menyerupai serangan jantung.

Gejala umum termasuk nyeri dada dan sesak napas. Nyeri dada yang berlangsung lama atau terus-menerus bisa menjadi tanda serangan jantung. Jadi, penting untuk menanggapinya dengan serius dan menghubungi dokter. Jika mengalami nyeri dada, detak jantung yang sangat cepat atau tidak teratur, atau sesak napas setelah kejadian yang membuat stres, segera hubungi layanan medis darurat.

Penyebab pasti sindrom patah hati masih belum jelas. Diperkirakan lonjakan hormon stres, seperti adrenalin, dapat merusak jantung untuk sementara waktu. Bagaimana hormon-hormon ini dapat melukai jantung atau apakah ada hal lain yang bertanggung jawab masih belum jelas.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sulit Lupakan Mantan Kekasih usai Putus Cinta, Coba Kiat Berikut

Penyempitan sementara arteri besar atau kecil jantung diduga berperan. Orang yang mengalami sindrom patah hati mungkin juga memiliki perbedaan dalam struktur otot jantung. Sindroma patah hati seringkali didahului oleh peristiwa fisik atau emosional yang intens. Beberapa pemicu potensial sindrom patah hati adalah:
-Kematian orang yang dicintai atau juga putus cinta.
-Diagnosis medis yang menakutkan.
-Kekerasan dalam rumah tangga.
-Kehilangan atau bahkan menang lotere.
-Pertengkaran hebat
-Kejutan
-Berbicara di depan umum
-Kehilangan pekerjaan atau kesulitan keuangan.
-Perceraian
-Stres fisik, seperti serangan asma, infeksi COVID-19, patah tulang, atau operasi besar.

Ada juga kemungkinan beberapa obat, meski jarang, dapat menyebabkan sindrom patah hati dengan menyebabkan lonjakan hormon stres. Obat-obatan yang dapat menyebabkan sindrom patah hati meliputi:
-Epinefrin (EpiPen, EpiPen Jr.), yang digunakan untuk mengobati reaksi alergi yang parah atau serangan asma yang parah.
-Duloxetine (Cymbalta), obat yang diberikan untuk mengobati masalah saraf pada penderita diabetes atau sebagai pengobatan untuk depresi.
-Venlafaxine (Effexor XR), pengobatan untuk depresi Levothyroxine (Synthroid, Levoxyl), obat yang diberikan kepada orang yang kelenjar tiroidnya tidak berfungsi dengan baik.
-Stimulan yang tidak diresepkan atau ilegal, seperti metamfetamin dan kokain.

Apa perbedaan sindrom patah hati dengan serangan jantung? Serangan jantung umumnya disebabkan oleh penyumbatan arteri jantung yang lengkap atau hampir seluruhnya. Penyumbatan ini disebabkan oleh pembentukan gumpalan darah di lokasi penyempitan akibat penumpukan lemak (aterosklerosis) di dinding arteri.

Pada sindrom patah hati, arteri jantung tidak tersumbat meski aliran darah di arteri jantung bisa jadi berkurang. Ada sejumlah faktor risiko yang diketahui terkait sindrom patah hati, termasuk:
-Seks. Kondisi ini lebih sering mempengaruhi wanita daripada pria.
-Usia. Tampaknya kebanyakan orang yang mengalami sindrom patah hati berusia lebih dari 50 tahun.
-Riwayat kondisi neurologis. Orang yang memiliki kelainan saraf, seperti cedera kepala atau gangguan kejang (epilepsi) memiliki risiko lebih besar mengalami sindrom patah hati.
-Gangguan kejiwaan sebelumnya atau saat ini. Jika pernah mengalami gangguan seperti kecemasan atau depresi, Anda mungkin memiliki risiko lebih tinggi mengalami sindrom patah hati.

Dalam kasus yang jarang terjadi, sindrom patah hati berakibat fatal. Namun, kebanyakan orang yang mengalami cepat sembuh dan tidak memiliki efek jangka panjang. Komplikasi lain dari sindrom patah hati termasuk:
-Cadangan cairan masuk ke paru-paru (edema paru).
-Tekanan darah rendah (hipotensi)
-Gangguan detak jantung.
-Gagal jantung

Mungkin juga Anda mengalami sindrom patah hati lagi jika mengalami peristiwa stres lain. Namun, kemungkinan hal ini terjadi rendah. Sindroma patah hati terkadang terjadi lagi meski kebanyakan orang tidak akan mengalami kejadian kedua.

Banyak dokter merekomendasikan pengobatan jangka panjang dengan beta blocker atau obat serupa yang memblokir efek hormon stres yang berpotensi merusak jantung. Mengenali dan mengelola stres dalam hidup juga dapat membantu mencegah sindrom patah hati, meski saat ini tidak ada bukti kuat.

Berita terkait

Awas, Marah Sebentar Saja Tingkatkan Risiko Serangan Jantung

2 hari lalu

Awas, Marah Sebentar Saja Tingkatkan Risiko Serangan Jantung

Peneliti menyebut amarah buruk buat fungsi pembuluh darah, mengganggu fungsi arteri, yang selanjutnya terkait risiko serangan jantung.

Baca Selengkapnya

Bahaya Konsumsi Paracetamol Sembarangan, Perlu Perhatikan Dosis yang Tepat

3 hari lalu

Bahaya Konsumsi Paracetamol Sembarangan, Perlu Perhatikan Dosis yang Tepat

Paracetamol tidak dapat dikonsumsi sembarangan karena memiliki efek dan bahaya bagi kesehatan. Perhatikan dosis yang disarankan.

Baca Selengkapnya

Sejarah Hari Ini, Kilas Balik Kematian Ibu Tien Soeharto 28 Tahun Lalu

6 hari lalu

Sejarah Hari Ini, Kilas Balik Kematian Ibu Tien Soeharto 28 Tahun Lalu

Walaupun telah meninggal, mendiang Ibu Tien Soeharto tetap dikenang dalam perjalanan sejarah bangsa.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ungkap PR Besar di Bidang Kesehatan: Pintar kalau Sakit Mau Apa?

10 hari lalu

Jokowi Ungkap PR Besar di Bidang Kesehatan: Pintar kalau Sakit Mau Apa?

Presiden Jokowi mengungkapkan PR besar Indonesia di bidang kesehatan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Apakah Jantung Bocor Bisa Disembuhkan?

11 hari lalu

Apakah Jantung Bocor Bisa Disembuhkan?

Jantung bocor terjadi ketika salah satu dari empat katup di jantung Anda tidak menutup rapat.

Baca Selengkapnya

Penelitian Sebut Diet Ini Bisa Turunkan Risiko Gagal Jantung

17 hari lalu

Penelitian Sebut Diet Ini Bisa Turunkan Risiko Gagal Jantung

Diet sayur dan rendah gula, yang dikenal sebagai diet EAT-Lancet, membantu mengurangi risiko gagal jantung. Bagaimana hubungannya?

Baca Selengkapnya

7 Tanda-tanda Kucing Mengalami Dehidrasi

18 hari lalu

7 Tanda-tanda Kucing Mengalami Dehidrasi

Dehidrasi terjadi ketika kucing kehilangan lebih banyak cairan dari yang mereka konsumsi.

Baca Selengkapnya

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

23 hari lalu

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.

Baca Selengkapnya

Gejala Penyakit Jantung yang Biasa Muncul saat Bangun Tidur

24 hari lalu

Gejala Penyakit Jantung yang Biasa Muncul saat Bangun Tidur

Penelitian baru-baru ini menemukan gejala penyakit jantung yang biasanya terjadi di pagi hari. Berikut penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Makanan Bersantan Siap Menyerbu Saat Lebaran, Ahli Gizi: Jangan Dipanaskan Berulang

26 hari lalu

Makanan Bersantan Siap Menyerbu Saat Lebaran, Ahli Gizi: Jangan Dipanaskan Berulang

Anda sudah siapkan opor, rendang hingga gulai untuk hidangan Lebaran? Ingat pesan dokter gizi soal makanan bersantan

Baca Selengkapnya