Gila Kerja Menjadi Ciri Toxic Productivity, Begini Gejala dan Akibatnya
Reporter
Tempo.co
Editor
S. Dian Andryanto
Minggu, 5 September 2021 10:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Selama pandemi Covid-19, banyak mahasiswa yang mengalami toxic productivity. Melihat banyak waktu luang selama di rumah, membuat banyak pemuda mengikuti berbagai aktivitas untuk tetap produktif di kala pandemi. Namun, hal ini dapat menciptakan toxic productivity bagi pemuda. Apa itu toxic productivity?
Dikutip dari laman thehealthy.com, menurut Erika Ferszt, psikolog organisasi di London, toxic productivity adalah ketidakmampuan untuk mengerjakan suatu aktivitas dengan alasan untuk melakukan aktivitas itu. Ia melanjutkan bahwa aktivitas yang dilakukan harus dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan diri.
Sejalan dengan Ferszt, dr. Erikavitri Yulianti pada webinar How to be Productive during a Pandemic yang dikutip dari laman news.unair.ac.id pada Ahad 11 Juli 2021, menyatakan bahwa toxic productivity adalah obsesi untuk terus produktif dengan melakukan aktivitas atau kegiatan secara terus menerus. Ia menjelaskan bahwa toxic productivity akan membuat seseorang untuk terus mengkritisi, selalu berpikir bahwa ia belum melakukan dan menghasilkan sesuatu, serta lupa atas pencapaian yang telah diraih.
Seseorang yang mengalami toxic productivity dapat dilihat dari beberapa gejala. Dikutip dari laman thehealthy.com, berikut empat gejala toxic productivity.
Merasa Gelisah Ketika Beristirahat
Waktu beristirahat sangat penting untuk tubuh dan otak mengembalikan energi yang sempat hilang ketika melakukan aktivitas. Beristirahat bisa dilakukan dengan berdiam di rumah atau pergi berekreasi. Namun, jika istirahat membuat seseorang gelisah, maka hal ini dapat menjadi gejala seseorang mengalami toxic productivity.
Selalu Menanyakan Alasan Untuk Mengerjakan Suatu Hal
Jika seseorang mulai mempertanyakan “Untuk apa melakukan itu? Apa manfaatnya?” untuk melakukan sebuah kegiatan seperti bermain, hal ini bisa menjadi tanda orang itu mengalami toxic productivity. Sebab, hal yang dipikirkan hanya melakukan aktivitas yang dapat memberikan manfaat baik atau buruk bagi perkembangan diri. Padahal tidak semua aktivitas harus ada alasannya.
Merasa Gelisah saat Bersosialisasi dengan Orang Lain
Salah satu kegiatan untuk melepaskan stres dan penat adalah dengan berkumpul bersama teman dan keluarga. Namun, bagi orang yang mengalami toxic productivity, hal ini membuatnya gelisah. Sebab, ia merasa telah menghabiskan waktunya dengan sia-sia hanya untuk bercengkrama.
Kesuksesan Menjadi Tidak Berarti
Pada umumnya, orang yang meraih kesuksesan akan merasa bahagia karena kerja kerasnya sudah terbayar. Namun, bagi seseorang yang mengalami toxic productivity, kesuksesan hanya bagian dari rutinitas produktifnya. Pada akhirnya, orang tersebut akan merasa hampa ketika menerima kesuksesan, atau merasa terlalu lelah untuk menghargai pencapaiannya.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA
Baca: Pakar Unair Paparkan Cara Menghindari Toxic Productivity di Masa Pandemi