Berhenti Merokok, Kunci Cegah PPOK dan Kanker Paru
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Minggu, 28 November 2021 15:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dua dari sekian banyak penyakit bisa dicegah dengan berhenti merokok, yakni penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan kanker paru. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2002 menunjukkan PPOK menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskular dan kanker yang menjadi penyebab kematian di dunia.
Di Indonesia, diperkirakan 4,8 juta orang menderita PPOK dan angka ini bisa bertambah dengan semakin banyak jumlah perokok karena 90 persen penderita PPOK perokok atau mantan perokok. Spesialis paru dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Aditya Wirawan, mengatakan dari sisi gejala umum dan derajat skala sesak PPOK, dimulai dari derajat 0 hingga derajat 4.
Derajat 0 yaitu tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat, derajat 1 yaitu sesak timbul bila berjalan cepat atau berjalan menanjak, derajat 2 yaitu berjalan lebih lambat dari orang sebayanya karena sesak. Derajat 3 muncul setelah berjalan 100 meter atau setelah berjalan beberapa menit, dan derajat 4 sesak muncul saat mandi atau berpakaian. Menurut Aditya, sesak yang dialami penderita PPOK disebabkan terjadinya perubahan struktur anatomi paru.
"Kantung paru menjadi melebar sehingga udara mudah masuk namun udara tersebut sulit keluar sehingga produksi dahak akan meningkat. Fenomena ini dikenal dengan fenomena bottle neck," katanya.
Untuk mendiagnosa PPOK, pasien sebaiknya berkonsultasi ke dokter. Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan, pemeriksaan, dan melakukan tes spirometri. Jika ditemukan pada fase awal, PPOK dapat lebih mudah ditangani dan tidak berkembang ke tahapan yang lebih parah.
Aditya mengatakan PPOK termasuk penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati namun berbahaya jika tidak ditangani. Dia mengimbau orang-orang memeriksakan kesehatan paru secara rutin dan menghindari pajanan zat berbahaya, salah satunya dengan berhenti merokok.
Selain PPOK, kanker paru juga bisa dicegah dengan menghindari dan berhenti merokok. Spesialis paru dari Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Gatut Priyonugroho, mengatakan banyak orang merasa perokok bisa tetap sehat dan tidak terkena kanker paru atau ada pula penderita kanker paru tidak berobat namun masih hidup sampai saat ini. Padahal, orang-orang sebaiknya melihat dari penelitian-penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
Di tengah angka harapan hidup yang meningkat saat ini, tren penyakit bergeser menjadi penyakit tidak menular, seperti stroke, jantung, dan kanker, termasuk kanker paru. Hal ini juga dibarengi dengan jumlah dan proporsi perokok yang meningkat.
Berdasarkan data dari UNICEF terkait profil remaja di Indonesia tahun 2021, sebanyak 59,7 persen mulai merokok setiap hari pada usia di bawah 19 tahun. Kasus kanker paru di Indonesia menempati urutan ketiga kanker terbanyak (8,6 persen), setelah kanker payudara (16,7 persen) dan kanker leher rahim (9,3 persen).
Dalam satu tahun, setengah dari penderita kanker paru meninggal dunia. Rokok menjadi salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kejadian kanker. Kanker merupakan suatu benjolan yang bersifat ganas, bisa menyebar ke tempat lain dan merusaknya. Tidak semua benjolan adalah kanker sehingga sebaiknya dikonsultasikan ke dokter terlebih dulu agar dapat didiagnosis dengan tepat.
Kanker disebabkan mutasi gen, di mana sel-sel dapat membesar dan memperbanyak diri secara abnormal. Sel-sel yang abnormal ini tumbuh secara tidak terorganisir dan bersifat ganas. Sel kanker dapat menyebar ke bagian lain sehingga sebaiknya dideteksi dini untuk mencegah perluasan yang lebih parah.
Mutasi gen sendiri dapat terjadi akibat terkena paparan zat berbahaya secara terus menerus, salah satunya yang terkandung dalam rokok. Beberapa zat berbahaya yang dapat menyebabkan kanker dan terdapat dalam rokok di antaranya Benzoapiren dan Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH).
Sejak 1970-an, zat-zat ini diketahui menyebabkan kanker pada seluruh hewan yang diteliti pada tikus, mencit, monyet, baik dihirup maupun ditelan atau disuntikkan. Asap rokok bahkan mengandung PAH yang tinggi.
Rokok juga mengandung zat arsenik, suatu zat yang digunakan untuk membunuh dan berasal dari gunung berapi, pestisida, baterai, dan lainnya. Terdapat 0,8-2,4 mcg atau setara 20 batang rokok, sementara kadar mematikannya sekitar 1 mg atau lebih.
Rokok juga mengandung polonium-210 atau zat radioaktif. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyatakan merokok menjadi penyebab utama yang dapat dicegah terhadap kejadian kanker dan kematian akibat kanker. Peluang perokok aktif 4,6 kali lipat lebih besar mengalami kanker paru dibanding orang yang tidak merokok.
Jadi, untuk mencegah kanker paru, langkah utama adalah dengan menghindari penyebabnya, yaitu berhenti merokok. Rokok yang dapat menimbulkan kanker bukan akibat asap yang tertimbun di badan melainkan zat-zatnya perlahan merusak DNA sehingga mengakibatkan mutasi gen. Selain itu, upaya yang tidak kalah penting yakni melakukan pemeriksaan kesehatan paru secara rutin setidaknya setahun sekali.
Baca juga: Cegah Stadium Lanjut Kanker Paru dengan Deteksi Dini