Kapan Penderita Gagal Ginjal Harus Cuci Darah? Ini Prosedurnya
Reporter
Tempo.co
Editor
S. Dian Andryanto
Kamis, 21 April 2022 08:08 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketika seseorang mengalami gagal ginjal, maka kemungkinan timbul kekhawatiran jika harus menjalani cuci darah atau dialisis. Lalu sebanarnya, kapan penderita gagal ginjal harus melakukan cuci darah?
Cuci darah atau dialisis ialah sebuah prosedur yang penting dilakukan untuk penderita penyakit gagal ginjal.
Dikutip dari primayahospital.com, Dr Indah Fitriani, SpPD selaku Dokter Spesialis Penyakit Dalam mengatakan dialisis harus dimulai ketika manfaat dari berkurangnya tanda atau gejala uremikum melampaui risiko dan efek samping lain terhadap kualitas hidup pasien.
Keputusan untuk memulai dialisis dapat dilihat dari uremia-related signs and symptoms, estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR), laju penurunan eGFR, kualitas hidup pasien, dan pilihan pasien. eGFR merupakan tes terbaik untuk mengukur tingkat fungsi ginjal dan menentukan stadium penyakit ginjal seseorang.
Jenis Pasien Gagal Ginjal Perlu Cuci Darah
Keputusan untuk melakukan inisiasi dialisis ini seringkali kompleks. Pendekatan umum dapat dilakukan dengan kondisi:
1. Pasien dengan eGFR >15 ml/menit/1,73 m2. Pada pasien ini, tidak dilakukan inisiasi dialisis walaupun terdapat gejala yang mungkin terkait gagal ginjal stadium akhir (ESRD) karena biasanya pasien ini masih responsif dengan medikamentosa sehingga dialisis sangat jarang dilakukan.
2. Pasien asimtomatik dengan eGFR 5-15 ml/menit/1,73 m2. Pada kondisi pasien ini, dilakukan evaluasi ketat. Tidak dilakukan dialisis tanpa adanya tanda atau gejala terkait ESRD.
3. Pasien dengan eGFR 5-15 ml/menit/1,73 m2 dengan tanda atau gejala yang mungkin terjadi karena ESRD akan dilakukan tatalaksana konservatif. Jika tanda atau gejala terkait ESRD refrakter terhadap terapi, maka harus dilakukan inisiasi dialisis. Kecuali, jika adanya indikasi absolut dialisis sebaiknya jangan ditunda.
4. Pasien dengan eGFR <5. Pasien dengan kondisi ini dilakukan inisiasi dialisis walaupun tanpa tanda atau gejala terkait ESRD.
Melansir dari Emc.id, frekuensi perawatan cuci darah dilakukan sesuai dengan situasi kesehatan masing-masing pasien. Ada yang dilakukan selama tiga kali seminggu dalam sesi masing-masing selama tiga jam sampai lima jam. Tetapi ada juga yang dilakukan setiap enam atau tujuh kali seminggu selama dua sampai tiga jam sehari.
Sebelum cuci darah pertama dilakukan, perlu adanya persiapan cuci darah Pasien harus dibuatkan akses pembuluh darah agar darah mudah untuk masuk dan keluar tubuh.
Setelah prosedur cuci darah dilakukan, pasien harus menjaga kesehatannya dengan mengonsumsi makanan sehat agar asupan cairan protein dan garam tetap seimbang. Untuk mengatur pola makan yang sehat pasian dianjurkan untuk diskusi dengan dokter gizi. Pasien juga harus mengonsumsi obat-obatan yang telah diresepkan oleh dokter penyakit dalam.
Dokter akan memantau kondisi pasien sebelum, selama, dan sesudah cuci darah demi memastikan sisa-sisa metabolisme terbuang dengan baik. Selama sebulan sekali, dokter akan melakukan beberapa tes untuk memantau kondisi pasien.
RINDI ARISKA
Baca: Alasan 98 Persen Pasien Penyakit Ginjal Pilih Terapi Cuci Darah
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.