Atasi Penyakit Tuberkulosis dengan Disiplin Tinggi Berobat

Reporter

Tempo.co

Editor

Mitra Tarigan

Senin, 11 Juli 2022 19:55 WIB

Kegiatan edukasi soal penyakit Tuberkulosis di Poli Tuberkulosis, Puskemas Menteng, Jakarta Utara Juni 2022/Tempo-Mitra Tarigan

TEMPO.CO, Jakarta - Umbara sempat merasakan batuk yang tidak tertahankan. Kejadian itu terjadi pada Januari 2022. Pria 64 tahun ini batuk selama sepekan, dan merasa meriang. Batuknya cukup parah hingga ia sangat sulit berbicara. Ia pun sering terbangun di malam hari karena batuk itu. Tidak pernah terlintas baginya soal penyakit tuberkulosis. "Saya merasa sesak sekali. Saya harus duduk dulu baru bisa bernapas," kata Umbara kepada Tempo pada akhir Juni 2022 di Jakarta.

Kala itu, Umbara menduga ia positif terkena Covid-19. Maklum akhir tahun lalu, kasus Virus Corona masih saja menghantui Indonesia. "Tapi hasil swab antigen saya negatif," katanya yang mengecek kondisinya ke Puskesmas Menteng.

Pasien Tuberkulosis Umbara (64) dan istrinya, Nurbani (56) pada Juni 2022/Tempo-Mitra Tarigan

Salah seorang petugas kesehatan di Puskesmas Menteng pun akhirnya meminta Umbara untuk melakukan tes dahak. Umbara diminta berdahak di dalam wadah. Sampel dahak dalam wadah itu dikembalikan ke Puskesmas untuk dicek lebih dalam. "Sesuai dugaan petugas kesehatan itu, ternyata saya terkena Tuberkulosis (TBC)," kata Umbara.

Tuberkulosis (TBC) atau TB adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang, dan otak. Indonesia adalah negara ketiga dengan kasus TB terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Indeks kasus tuberkulosis (TB) atau TBC di Indonesia mencapai 824 ribu kasus per tahun dengan jumlah kematian mencapai 93 ribu per tahun.

Sejak didiagnosis itu, Umbara pun memperbaiki pola hidupnya. Ia ogah begadang dan sudah siap tidur pukul 21.00 atau 22.00. Ia pun berusaha makan makanan bergizi untuk meningkatkan staminanya. Ia mendapatkan edukasi menyeluruh dari petugas kesehatan Puskesmas Menteng terkait penyakit TBC. Pria yang sudah merokok selama 48 tahun terakhir itu, akhirnya memutuskan untuk berhenti saat itu juga.

Advertising
Advertising

Kebiasaannya merokok ternyata membuat indera perasannya lebih banyak merasakan asin. "Saya tanya ke Puskesmas, mengapa indera perasa saya itu hanya merasakan asin, ternyata itu dampak merokok yang sudah lama saya lakukan," katanya.

Dokter Poli Tuberkulosis Klinik Puskesmas Menteng, Musdah Mulia mengatakan salah satu hal utama yang tidak bisa dianggap remeh adalah edukasi penyakit TB kepada masyarakat. Edukasi tidak hanya diberikan kepada pasien, namun juga keluarganya. Pasien TB minimal berobat 6 bulan, namun masalahnya saat berobat di bulan kedua, banyak pasien TB mulai lengah dan berhenti mengkonsumsi obat reguler mereka karena merasa sudah ada perbaikan gejala, seperti badan sudah mulai jarang meriang, batuk sudah mulai reda, dan nafas tidak terlalu sesak. "Padahal di fase ini, istilahnya bakteri hanya pingsan dan bisa aktif kembali. Salah satu informasi yang selalu kami ingatkan adalah jangan berhenti berobat setelah 2 bulan, harus sampai tuntas (minimal 6 bulan)," kata Musdah.

Kasus Tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu TB Sensitif Obat (TB SO) dan TB Resistan Obat (TB RO). Bagi penderita TB SO, pengobatannya biasanya berlangsung 6-9 bulan. Sedangkan pasien TB RO, harus menjalani program pengobatan selama 9-24 bulan. Umbara adalah pasien TB SO.

Istri Umbara, Nurbani, membantu sang suami dalam menjalani perawatan tuberkulosis itu. Ia mengatakan sesuai saran dokter di Puskesmas Menteng, pada tahap pengobatan awal Umbara perlu melakukan isolasi mandiri di rumah. "Jadi tidur di kamar sendiri, dan pakai peralatan makan sendiri. Selama sebulan awal, bapak juga tidur di kamar terpisah," katanya.

Dokter Poli Tuberkulosis Klinik Puskesmas Menteng, Jakarta Pusat, dr Musdah Mulia menjelaskan tentang penggunaan obat kepada pasien TB, Umbara (64 ) pada Juni 2022/Tempo-Mitra Tarigan

Penularan tuberkulosis terjadi ketika seseorang tidak sengaja menghirup percikan ludah (droplet) saat seseorang yang terinfeksi TBC bersin atau batuk. Oleh sebab itu, risiko penularan penyakit ini lebih tinggi pada orang yang tinggal serumah dengan penderita TBC.

Sebagai pendamping pasien tuberkulosis, Nurbani pun perlu melakukan tes Mantoux. Tes Mantoux atau tuberculin skin test (TST) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya paparan kuman TBC pada tubuh. "Hasil tes mantoux alhamdulillah negatif. Jadi (Nurbani) tidak perlu mengikuti Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)," kata dokter Musdah.

<!--more-->

Musdah menjelaskan, bila tes mantoux pendamping TBC hasilnya positif, maka perlu diberikan TPT. TPT adalah serangkaian pengobatan dengan satu jenis atau lebih obat antituberkulosis yang diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit TB. Pemberian TPT biasanya diberikan kepada orang-orang terdekat yang mengurus pasien TBC. Banyak keluarga pasien TB yang ogah mengonsumsi obat TPT, alasannya ia tidak terkena TB, mengapa malah harus ikut minum obat. Padahal mengkonsumsi obat TPT bisa meningkatkan imun tubuh keluarga pasien. Harapannya, dengan rutin mengikuti TPT para pendamping pasien ini bisa terhindar dari penyakit TBC.

Hubungan Tuberkulosis dan Diabetes Melitus

Biasanya para pasien TB Sensitif Obat (TB SO) harus mengikuti pengobatan TBC selama 6 bulan lamanya. Namun pada kasus Umbara, tim Puskesmas Menteng menyarankan untuk mengkonsumsi obat TB selama 9 bulan. "Alasannya karena saya pasien diabetes melitus," kata Umbara yang sudah menderita diabetes melitus sejak 2013.

Musdah mengatakan penyakit Diabetes Melitus, HIV dan TB adalah tiga penyakit yang saling berkaitan. "Ketiga penyakit itu seperti lingkaran setan. Setiap penyakit memperparah penyakit yang lainnya," kata Musdah.

Kepala Puskesmas Menteng, Jakarta Pusat, drg IGA Rusmala Dewi/Tempo-Mitra Tarigan

Bakteri TB biasanya mengenai masyarakat yang memiliki kekebalan tubuh rendah. Beberapa pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol, memiliki gula darah yang tinggi. Gula darah tinggi itu merupakan lingkungan yang baik untuk bakteri berkembang termasuk kuman TB.

Virus pada penyakit HIV juga menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Orang yang terinfeksi HIV 18 kali lebih mungkin mengembangkan tuberkulosis aktif. Kuman TB Latent yang tadinya tertidur atau pasif akan bangun dan aktif menyerang tubuh pasien HIV akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Karena tuberkulosis berhubungan dengan penyakit yang menyerang imun tubuh itu, tim Puskesmas Menteng pun melakukan inovasi khusus untuk menjaring lebih banyak pasien terduga Tuberkulosis di kawasan Jakarta Pusat. Kepala Puskesmas Menteng drg IGA Rusmala Dewi mengatakan timnya memiliki program Kotak TB alias Kolaborasi Temukan Suspect TB. "Kami turun ke lapangan untuk menjaring pasien TB dengan program Kotak TB," kata Dewi.

Dewi menjelaskan, selain nama program, Kotak TB juga menyediakan satu kotak berisi berbagai peralatan untuk mendeteksi pasien TB. Isi kotak itu adalah peralatan untuk mengambil sampel dahak juga form isian TB. Kotak TB itu ada di bagian pemeriksaan ISPA di Puskesmas Menteng, juga selalu dibawa para tenaga kesehatan yang harus ke lapangan dalam program apapun. "Misalnya ada program vaksinasi Covid-19 yang sempat intensif dilakukan selama pandemi, tim kami juga ketat mengecek warga yang mengalami gejala Tuberkulosis, salah satunya batuk yang berkepanjangan," kata Dewi.

Kotak TB inovasi Puskesmas Menteng, Jakarta Pusat/Tempo-Mitra Tarigan

Pada program reguler seperti Posbindu-PTM, petugas kesehatan pun selalu membawa kotak itu dan mengecek warga yang mengalami gejala TB. Posbindu - PTM adalah Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular yang merupakan kegiatan monitoring dan deteksi dini faktor resiko penyakit tidak menular terintegrasi seperti penyakit jantung, diabetes, penyakit paru, asma, dan kanker. "Sebelum adanya program Kotak TB, biasanya petugas kesehatan cek penyakit satu-satu ke lapangan. Cek TBC sendiri, cek penyakit penyakit tidak menular sendiri, melakukan vaksinasi sendiri. Sekarang bisa terintegrasi," kata Dewi.

<!--more-->

Program Kotak TB itu memperlihatkan dampak yang baik di wilayahnya. Selama ini, dalam sebulan biasanya terduga pasien TB yang terjaring oleh Puskesmas Menteng hanya 55 suspect TB (terduga TB). Namun pada September - Desember 2021 saat program Kotak TB dijalankan, tim Puskesmas Menteng berhasil menjaring 112 terduga TB per bulan. "Semua berkat kolaborasi antar pihak," kata Dewi yang mengaku tiada henti mengingatkan para stake holder seperti pengurus RW, Kelurahan, Kecamatan hingga Kepolisian setempat untuk ikut andil atasi masalah TB ini.

Disiplin Berobat

Dewi mengingatkan bahwa pasien TB tidak perlu takut atau malu ketika harus menjalani pengobatan tuberkulosis ke layanan kesehatan terdekat. Penyakit tuberkulosis itu ada obatnya, dan pasien bisa sembuh.

Keyakinan itu pula yang selalu diamini Umbara. "Saya ingin sembuh," kata Umbara yang ingin dekat dan bermain dengan cucu-cucunya.

BiliK dahak di Puskesmas Menteng, Jakarta Pusat/Tempo-Mitra Tarigan

Ia senang proses 7 bulan pengobatan yang sudah dijalaninya memberikan dampak baik. Berat badannya yang awalnya hanya 58 kilogram saat ini sudah naik menjadi 62,9 kilogram. Di masa pengobatan TB tingkat lanjut ini, ia sudah boleh bertemu dan bermain dengan cucunya, namun tetap dengan protokol kesehatan ketat. Ia selalu menggunakan masker ketika hendak mengajak cucunya bermain di taman bermain. Ia pun selalu mencuci tangan terlebih dahulu ketika sebelum makan, sebelum memegang cucu dan sesering mungkin. Selain rajin terus minum obat untuk menangani masalah diabetes melitusnya dan obat TB, dia juga tidak meludah sembarangan untuk mengurangi pencemaran bakteri TB di masyarakat. "Kuncinya itu disiplin," katanya.

Tentu saja ada berbagai tantangan yang dialami Umbara demi sembuh dari TB. Ia terkadang lupa apakah sudah mengkonsumsi obat harian TB nya atau belum, sehingga pernah suatu kali ia meminum obat TB sampai 2 kali dalam sehari. Ia pun terkadang merasa nyeri di beberapa bagian tubuhnya. "Bila ada yang membuat saya bingung, saya langsung Whats App Puskesmas Menteng, dan untungnya petugasnya menjawab dengan cepat," kata Umbara yang merasa jauh lebih tenang ketika mendapatkan penjelasan menyeluruh dari petugas kesehatan setempat.

Ilustrasi wanita batuk. Freepik.com/Jcomp

Pada pertemuan G20 bertajuk "Penanggulangan Tuberkolusis: Mengatasi Disrupsi Covid-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi di Masa Depan" di Yogyakarta Maret 2022 lalu, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, ada komitmen negara-negara anggota untuk menginvestasikan USD 20 miliar secara global guna menangani penyakit Tuberkulosis. Investasi USD 20 miliar per tahun itu selama periode 2023 hingga 2030. Perlu lebih banyak pihak yang bergandengan tangan untuk membantu menangani masalah penyakit Tuberkulosis ini. Pemerintah pun akan menggandeng lebih banyak komunitas guna menjaring kontak dengan pasien yang menjalani pengobatan demi mencapai target Indonesia bebas tuberkulosis pada 2030.

Baca: Tuberkulosis, Penyakit Jadul yang Masih Perlu Terus Indonesia Perangi

Berita terkait

Tips Beri Obat Demam pada Anak sesuai Dosis dan Tak Dimuntahkan Lagi

5 hari lalu

Tips Beri Obat Demam pada Anak sesuai Dosis dan Tak Dimuntahkan Lagi

Berikut saran memberikan obat demam pada anak sesuai dosis dan usia serta agar tak dimuntahkan lagi.

Baca Selengkapnya

Alasan Bawang Merah Tetap Diburu Meski Mahal

5 hari lalu

Alasan Bawang Merah Tetap Diburu Meski Mahal

Bawang merah merupakan komoditi penting yang dibutuhkan masyarakat. Apa saja manfaatnya untuk kesehatan?

Baca Selengkapnya

Jangan Langsung Beri Parasetamol saat Anak Demam, Ini Waktu yang Disarankan

6 hari lalu

Jangan Langsung Beri Parasetamol saat Anak Demam, Ini Waktu yang Disarankan

Parasetamol dapat diberikan ketika suhu anak 38 derajat Celcius ke atas atau sudah merasakan kondisi yang tidak nyaman.

Baca Selengkapnya

10 Efek Mengonsumsi Makanan Manis Berlebihan, Bisa Picu Sel Kanker

7 hari lalu

10 Efek Mengonsumsi Makanan Manis Berlebihan, Bisa Picu Sel Kanker

Ada banyak efek makanan manis yang tidak bagus untuk kesehatan, di antaranya bisa meningkatkan risiko diabetes hingga bertumbuhnya sel kanker.

Baca Selengkapnya

10 Gejala Diabetes yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Sering Haus

7 hari lalu

10 Gejala Diabetes yang Perlu Diwaspadai, Salah Satunya Sering Haus

Diabetes adalah salah satu penyakit mematikan. Ketahui beberapa gejala diabetes yang perlu diwaspadai. Mulai dari sering harus hingga kesemutan.

Baca Selengkapnya

Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

8 hari lalu

Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

Pakar menjelaskan kasus anemia aplastik akibat obat-obatan jarang terjadi, apalagi hanya karena obat sakit kepala.

Baca Selengkapnya

Pola Makan yang Perlu Diperhatikan Pasien Parkinson

9 hari lalu

Pola Makan yang Perlu Diperhatikan Pasien Parkinson

Sejumlah hal perlu diperhatikan dalam pola makan penderita Parkinson, seperti pembuatan rencana makan. Berikut yang perlu dilakukan.

Baca Selengkapnya

4 Obat Ini Diklaim Bisa Bikin Panjang Umur, Benarkah?

14 hari lalu

4 Obat Ini Diklaim Bisa Bikin Panjang Umur, Benarkah?

Empat macam obat umum ini disebut berpeluang membuat orang panjang umur. Simak sebabnya dan penjelasan peneliti.

Baca Selengkapnya

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

18 hari lalu

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

World Health Summit akan pertama kali digelar di Monash University. Ada beberapa tema yang akan dibahas oleh peneliti, salah satunya, demam berdarah

Baca Selengkapnya

Blokade Mulai Dibuka, Tiga Truk Bantuan Tiba di Rumah Sakit di Utara Gaza

21 hari lalu

Blokade Mulai Dibuka, Tiga Truk Bantuan Tiba di Rumah Sakit di Utara Gaza

Sebanyak tiga truk bantuan berisi bahan bakar, obat-obatan, dan pasokan medis pada Sabtu memasuki Gaza utara yang sebelumnya menghadapi blokade Israel

Baca Selengkapnya