Pemicu Penyakit Paru Obstruktif Kronis, Bukan Cuma Menyerang Perokok

Reporter

Bisnis.com

Selasa, 20 Desember 2022 20:20 WIB

Ilustrasi fibrosis paru-paru. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru-paru inflamasi kronis yang menyebabkan aliran udara terhambat dari paru-paru sehingga sulit bernapas. Penyakit paru ini biasanya menyerang perokok.

Faktanya, penelitian terbaru menunjukkan setengah dari kasus PPOK di seluruh dunia disebabkan oleh risiko yang tidak terkait dengan tembakau. Justru penderita PPOK karena terpapar polusi udara, paparan asap atau gas di tempat kerja, dan penghirupan asap pasif.

Dua kondisi paling umum yang termasuk dalam PPOK adalah emfisema dan bronkitis kronis. Gejala PPOK meliputi kesulitan bernapas, keterbatasan aktivitas, batuk, produksi lendir (dahak) yang berlebihan, dan mengi. Dr. Girish Jaywant, dokter dan konsultan masalah paru-paru di Mumbai, India, mengatakan, PPOK biasanya disebabkan paparan jangka panjang terhadap gas berbahaya atau partikel. Namun, sebagian besar penyakit ini dikaitkan dengan yang menikmati kebiasaan merokok.

Tapi kini, bukti yang berkembang menunjukkan PPOK karena merokok hanya menyumbang 35 persen dari kasus secara global. Jaywant mencantumkan beberapa faktor risiko utama lain untuk PPOK pada perokok yang tidak merokok.

Perokok pasif
Terpapar asap rokok juga dikenal sebagai perokok pasif dan dapat menyebabkan PPOK pada orang dewasa.

Advertising
Advertising

Paparan bahan kimia dan asap
Paparan debu, gas, dan asap di tempat kerja sangat terkait dengan risiko pengembangan PPOK. Paparan terus menerus juga dapat merusak paru-paru secara bertahap dari waktu ke waktu.

Paparan polusi udara jangka panjang
Saluran pernapasan memiliki paparan langsung ke lingkungan luar dan lebih rentan terhadap polutan di udara. Paparan berlebihan terhadap polutan ini dapat memperburuk gejala pasien dengan penyakit pernapasan yang sudah ada sebelumnya, seperti asma, dan bahkan membuka jalan bagi kasus penyakit pernapasan lain termasuk PPOK.

Polusi udara dalam ruangan
Biogas masih banyak digunakan di berbagai negara dan di rumah yang berventilasi buruk. Paparan asap ini terbukti merusak paru-paru. Selain itu, polusi udara dalam ruangan akibat pembakaran dupa dan obat nyamuk bakar juga berkontribusi terhadap PPOK. Bahkan, pembakaran satu obat nyamuk bakar di ruangan tertutup dapat menghasilkan tingkat polusi yang sebanding dengan 100 batang rokok.

Faktor genetik
PPOK dapat diturunkan dalam keluarga jika ada kekurangan genetik seperti alfa-1-antitripsin.

Semua hal di atas menegaskan PPOK bukan lagi hanya penyakit perokok tetapi juga ancaman diam-diam yang membayangi populasi umum. Dengan kemampuan untuk menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru, tindakan pencegahan dan intervensi tepat waktu sangat penting untuk penatalaksanaan serta pemahaman PPOK.

Diagnosis PPOK pada bukan perokok
Jika langkah pertama dapat mengidentifikasi faktor risiko PPOK, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi tingkat paparan dengan mendiagnosis dampaknya (jika ada) pada paru-paru. Untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan mengevaluasi tingkat keparahan penyakit sejak dini, mengunjungi dokter untuk meminta tes spirometri adalah tindakan terbaik.

Diagnosis dini sangat penting dalam pengelolaan yang efektif penyakit pernapasan kronis ini. Spirometer adalah perangkat diagnostik yang mengukur jumlah udara yang dapat dihirup dan diembuskan serta waktu yang diperlukan untuk mengembuskan napas sepenuhnya setelah menarik napas dalam-dalam. Ini adalah tes fungsi paru standar emas dan rekomendasi panduan untuk diagnosis PPOK. Selain itu, ada beberapa tindakan pencegahan yang perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan paru-paru dengan lebih baik, meliputi:

-Nonperokok dapat menurunkan risikonya dengan mencoba menjauh dari perokok.

-Jauhi zona polusi udara, area dengan konsentrasi polutan dan debu yang tinggi, asap beracun, asap knalpot, dan bahan kimia kuat.

Jika tidak dapat dihindari, gunakan masker. Ini terutama berlaku bagi yang terpapar asap atau debu di tempat kerja seperti pekerja konstruksi.

Melindungi diri dengan menghindari pertemuan besar dan mendapatkan vaksin flu tahunan terhadap infeksi PPOK, yang belum ada obatnya tetapi dapat dikelola dan dicegah agar tidak bertambah parah. Langkah paling penting dalam memperlambat perkembangan PPOK adalah mengidentifikasi pemicu dan menjaga jarak aman darinya, berkonsultasi dengan dokter, dan mengkomunikasikan pemicunya. Diagnosis dini dan kepatuhan terhadap rencana perawatan yang ditentukan oleh dokter, diikuti gaya hidup sehat, dan pencegahan faktor risiko.

Baca juga: Kurang Gizi Perburuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

21 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

2 hari lalu

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

Topik tentang mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut tranparansi biaya pendidikan menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

2 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

2 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

3 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

7 hari lalu

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

Pada Sabtu pagi pukul 07.02 WIB Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 122 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Baca Selengkapnya

IMD Rilis Hasil Survei Smart City Index dan Persoalannya, Tiga Kota di Indonesia Masuk Daftar

9 hari lalu

IMD Rilis Hasil Survei Smart City Index dan Persoalannya, Tiga Kota di Indonesia Masuk Daftar

Jakarta, Medan, dan Makassar masuk dalam daftar survei Smart City Index 2024.

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

13 hari lalu

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.

Baca Selengkapnya

Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

15 hari lalu

Hati-hati, Asap Rokok Tingkatkan Risiko Kanker Paru hingga 20 Kali Lipat

Hati-hati, asap rokok dapat meningkatkan 20 kali risiko utama kanker paru, baik pada perokok aktif maupun pasif. Simak saran pakar.

Baca Selengkapnya

Benarkah Tidur di Lantai atau dengan Kipas Angin Sebabkan Paru-paru Basah?

16 hari lalu

Benarkah Tidur di Lantai atau dengan Kipas Angin Sebabkan Paru-paru Basah?

Dokter meluruskan beberapa mitos seputar paru-paru basah, termasuk yang mengaitkan kebiasaan tidur di lantai dan kipas angin menghadap badan.

Baca Selengkapnya