Pentingnya Peduli Kesehatan Jiwa Selayaknya Kesehatan Fisik tanpa Takut Stigma
Reporter
Antara
Editor
Yayuk Widiyarti
Jumat, 5 Juli 2024 12:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menjaga kesehatan fisik saja tidak cukup tapi harus diimbangi kesehatan jiwa yang baik agar hidup lebih tenang, tenteram, dan produktif. Hanya saja, masyarakat kebanyakan umumnya masih enggan menyadari dan peduli terhadap kesehatan jiwa karena stigma dan atribut yang diberikan terhadap berbagai perilaku yang dikaitkan dengan kesehatan mental.
Dr. dr. Warih Andan Puspitosari, Sp.Kj (K), dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang juga pakar kesehatan jiwa dan mental mengingatkan jika dibandingkan masalah kesehatan fisik, masalah kesehatan jiwa dan mental di Indonesia sangat terlihat jauh kesenjangannya. Layanan kesehatan jiwa atau masalah mental di Indonesia belum merata.
Data menunjukkan 90 persen orang di Indonesia belum mendapatkan penanganan yang tepat untuk masalah mental di enam bulan pertama sehingga kita perlu meningkatkan layanan kesehatan mental yang merata dan setara di Indonesia. Penyakit mental belum diperlakukan selayaknya penyakit fisik yang secara normatif dianggap sebagai sesuatu yang biasa untuk diperbincangkan, dikeluhkan, dan diatasi dengan dukungan dari orang sekitar.
Ketika fisik mulai merasa tidak nyaman, orang bisa mengeluhkan badannya terasa pegal, kepala pusing, perut mulas, dan sebagainya tanpa rasa canggung atau malu mengungkapkannya. Tidak demikian jika memiliki keluhan kesehatan mental. Orang yang merasa cemas berlebihan atau sedih terus menerus atau bersikap temperamental berlama-lama mengurung diri, sulit tidur. Perasaan tersebut hanya secara terbuka diungkapkan pada orang di sekitar yang sudah dipercaya.
Masyarakat kebanyakan dengan mudah memvonis orang yang mengalami perubahan mental tanpa lebih dulu mencari tahu akar permasalahan. Apalagi saat ini muncul istilah-istilah di kalangan generasi muda terkait kesehatan mental yang jelas-jelas merugikan individu tertentu. Media massa dan media sosial berperan besar dalam membentuk persepsi masyarakat tentang gangguan mental.
Pengaruh media sosial
Media sosial kerap mengaburkan batas antara depresi berat dengan stres, kecemasan ringan, kepanikan, sekadar sebagai sebuah julukan untuk memberi kesan keren tetapi justru menyesatkan. Kerap ditemui di media sosial istilah-istilah toksik, gaslight, narsisis, dan sebagainya yang digunakan warganet untuk menjuluki orang yang mengacu pada gangguan mental yang disalahartikan hingga tidak tepat penggunaannya.
Kata toksik sebagai bahasa gaul di media sosial kerap dipakai oleh pengguna dengan konteks untuk membicarakan orang dalam hubungan sosial, bisa hubungan percintaan atau keluarga, yang berlebihan. Padahal, setiap orang menurut ahli jiwa pernah mengalami kondisi itu tapi bukan dalam konteks gangguan jiwa melainkan sebatas konteks kesehatan jiwa biasa, seperti stres pikiran, bisa terjadi pada setiap orang.
Masyarakat awam tidak memiliki kompetensi menyatakan orang mengalami gangguan jiwa karena perlu tahap diagnosis dan panduan yang dipahami ahli dan profesional. Kesadaran masyarakat Indonesia terkait kesehatan mental saat ini cukup baik, dibuktikan dengan banyaknya platform digital, organisasi, dan LSM yang bergerak di bidang kesehatan mental di kota-kota besar yang mengkampanyekan kesehatan mental.
Kampanye dan sosialisasi hingga ke akar rumput tentang kesadaran dan kepedulian terhadap penyakit mental perlu digencarkan seiring tingginya stimulan yang memicu timbulnya masalah kesehatan mental, khususnya masyarakat perkotaan yang kental dengan tekanan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari kemacetan, tekanan ekonomi, polusi, kepadatan permukiman.
Masalah kesehatan jiwa atau mental ini adalah salah satu yang serius dan harus menjadi perhatian dan kepedulian bersama. Apalagi setelah pandemi COVID-19 yang berdampak besar terhadap kesehatan mental masyarakat dan individu, bisa menjadi pelajaran berharga untuk menyayangi, tidak hanya kesehatan fisik tetapi juga kesehatan mental masing-masing.
Pilihan Editor: 3P Ciri Orang Alami Gangguan Jiwa, Ini yang Perlu Dilakukan