TEMPO.CO, Jakarta - Angka perceraian di Indonesia ternyata naik-turun sepanjang zaman. Pada 1950-an, angka perceraian di Indonesia paling tinggi di dunia. Namun, jumlahnya menurun pada 1970-an.
"Data itu dari sekilas sejarah perceraian yang disusun oleh Mark Cammack, guru besar dari Southwestern School of Law-Los Angeles, Amerika Serikat," kata Mariana Aminudin, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan Indonesia pada Kamis pagi, 11 April 2013.
Berdasarkan hasil penelitian Mark, pada 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan, 50 di antaranya berakhir dengan perceraian.
Pada 1970-an hingga 1990-an, tingkat perceraian di Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara menurun drastis. Sementara itu, di belahan dunia lainnya justru meningkat. Angka perceraian di Indonesia meningkat kembali secara signifikan sejak tahun 2001.
Mariana menilai frekuensi perceraian di Indonesia belakangan memang semakin fantastis. Misalnya pada 2009, perkara perceraian yang diputus oleh Pengadilan Agama dan Mahkamah Syariah mencapai 223.371 perkara.
Sedangkan dalam rentang sembilan tahun terakhir, kisaran tiap tahunnya rata-rata mencapai 161.656 perceraian. Sehingga, jika diasumsikan setahun terdapat 2 juta peristiwa perkawinan, 8 persen di antaranya berakhir dengan perceraian.
Dari semua perceraian itu, kata Mariana, 70 persen perceraian diajukan oleh pihak istri atau cerai gugat. “Sekarang yang menggugat cerai justru pihak wanita. Sikap kemandirian dan multitasking yang dimiliki para perempuan masa kini membuat mereka lebih berani bersikap,” kata dia.