TEMPO.CO, Kuala Lumpur - Ada yang berbeda dari pemandangan di Hotel Sheraton Kuala Lumpur, Malaysia, pada awal November lalu. Di hotel itu sedang berkumpul para ahli kesehatan paru-paru. Pertemuan ini digagas Boehringer Ingelheim--perusahaan farmasi asal Jerman--dan membawa kabar tak sedap. (Baca: Mutasi EFGR, Si PenandaKanker Paru)
"Sekitar 85 persen penderita kanker paru-paru di dunia tidak punya sejarah merokok," ujar Profesor Keunchil Park dari Samsung Medical Center Sungkyunkwan, Seoul. Sebagai organ pengolah oksigen, fungsi paru-paru terpengaruh terhirupnya zat lain ke dalam tubuh.
Asap rokok, Park melanjutkan, menjadi faktor perusak terbesar bagi organ tersebut--mencapai 85 persen dibanding sumber lain. "Korban ada kemungkinan adalah perokok pasif," kata Park.
Para ahli mengidentifikasi "korban" itu terpapar kanker paru-paru non-sel kecil atau non-small cell lung cancer (NSCLC). Ini merupakan jenis kanker paru yang paling banyak ditemui.
selanjutnya: perempuan lebih berisiko
<!--more-->
Perokok harus siap berhadapan dengan kanker paru-paru sel kecil atau small cell lung cancer (SCLC)--mencapai 14 persen dari total pasien. Kajian teranyar menunjukkan perempuan perokok dua kali lebih berisiko dibanding pria. "Jenis ini sangat cepat menyebar meski di tahap awal," kata Park. (Baca: Begini Cara Terapi Target untuk Kanker Bekerja)
Asap rokok, yang menyebarkan 4.000 zat kimia berbahaya, tak sendirian dalam mendorong terjadinya kanker paru-paru. Menurut Park, ada sedikitnya tiga penyebab lain. Pertama adalah asbes, yang banyak digunakan sebagai atap rumah. Material ini menyebarkan serat halus tak kasatmata yang bisa terhirup dan merusak sistem pernapasan. Beberapa negara, termasuk Jepang, telah melarang penggunaan asbes untuk atap rumah.
Penyebab lain kanker paru-paru adalah gas radon. Senyawa dengan simbol kimia Rn ini biasa muncul di rumah dengan sirkulasi buruk. Radon ada secara alami, tapi mudah hilang begitu ada ventilasi dibuka. Ketiga, polusi udara, yang oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, disebut sebagai sumber kanker dari lingkungan. Polusi udara berasal dari alat transportasi, pembangkit listrik, emisi industri dan pertanian, serta pemakaian pemanas dari permukiman.
Penanganan bagi penderita kanker paru-paru dibedakan berdasarkan stadium. Di tahap awal, ketika penyebarannya masih di sekitar paru-paru, umum digunakan operasi dan radioterapi. Jika sudah akut, menurut Profesor Keith Kerr dari University of Aberdeen, Skotlandia, solusinya hanya kemoterapi.
"Sekarang sudah dikembangkan terapi target," katanya dalam kesempatan yang sama. Terapi dengan sasaran ini memiliki keuntungan karena obatnya hanya menyerang sel yang sakit. Berbeda dengan kemoterapi yang juga menghajar sel sehat. Hanya, Kerr melanjutkan, terapi target baru bisa digunakan untuk penderita kanker paru-paru non-sel kecil. (Baca: Ternyata Ada Kanker yang Dapat Disembuhkan)
DIANING SARI | HP
Terpopuler
Puteri Indonesia Pariwisata Siap Berlaga di Warsawa
Vol Au Vent dan Pomelo Salad di Resto Patheya
Proyek untuk Sanitasi Lebih Baik di Masa Depan
40 Persen Penduduk Tak Punya Akses Sanitasi Layak
Pekerja Sif Malam Lebih Cepat Gemuk