Aki Edong, pemilik lokasi tambang batu mulia, menunjukkan bongkahan batu mulia yang akan dia jual dengan harga 200 juta/kg dikediamannya di Desa Caringin, Garut, Jawa Barat. 8 Februari 2015. TEMPO/Aditya Herlambang Putra
<!--more-->
Cerita batu temuan Edong yang warnanya berbeda dengan para penggali lainnya akhirnya menyebar. Mantan lurah setempat lalu menawar untuk membeli batu itu. Satu kuintal batu galiannya ditawar Rp 4 juta. Tanpa pikir panjang, Edong pun langsung menjualnya. Apalagi dia sedang sangat membutuhkan uang untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Tak lama berselang, rumah dan galian Edong pun banyak didatangi orang. Tidak hanya dari Garut, tapi juga banyak dari luar kota. Mereka berbondong-bondong untuk membeli batu galiannya. "Waktu itu ada orang Jakarta yang minta izin bila batu dari Abah dikasih nama sesuai nama Abah, yakni Edong," ujarnya.
Sejak itu, dia bersama anak dan menantunya terus melakukan penggalian dengan harapan mendapatkan batu yang sama. Penggalian batu itu dijalani Edong selama 10 tahun. Kini dia hanya mengawasi dan mengontrol hasil galian yang diperoleh anak-cucunya.
Setelah banyak dicari, kini Edong mulai menaikan harga batu dari galiannya. Dua bulan lalu, anak dan menantu Edong berhasil mendapatkan bongkahan batu seberat 1,5 kuintal. "Kami punya keinginan batu pancawarna yang didapat ini bisa terjual Rp 200 juta," ujar Ruhyana.
Batu pancawarna pun meledak. Jenis apa yang banyak dicari?