AS Barack Obama dan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta. AP Photo/Adi Weda
TEMPO.CO, Jakarta - Batu akik mendadak jadi primadona. Pemicunya antara lain cendera mata batu bacan dari Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
Harga akik pun melambung. Sentra penjualan bertebaran—dari pusat belanja mewah hingga lapak pinggir jalan. Penggemar akik datang dari pelbagai kalangan: remaja, orang tua, pejabat, hingga kolektor mancanegara. Batu yang dulunya dikenal dekat dengan dunia mistis tersebut kini telah menjadi barang seni, simbol status, dan materi investasi.
Tempo menelusuri hingga lubang-lubang kelam penambang batu akik. Batu bacan banyak ditemukan di Desa Doko dan Palamea di Halmahera, Maluku Utara. Masyarakat semakin bergairah menambang lantaran pendapatan dari penambangan batu bacan lebih besar ketimbang penambangan emas. “Sekali menambang bisa mendapatkan Rp 30-50 juta,” ujar Samsudin, penduduk setempat.
Setiap dua minggu sekali, ada pembeli yang datang langsung ke Palamea. Satu bongkahan seberat 1 kilogram dengan warna hijau bening dihargai Rp 100 juta. Biasanya hasil penambangan batu bacan dibagi tiga: 30 persen untuk pemilik lahan, 5 persen untuk penyuplai bahan makanan, dan 65 persen untuk penambang. “Uang dibagi setelah bongkahan batu terjual,” kata Nurdin, penambang yang lain.
Selain bacan, batu akik yang juga tengah menjadi perhatian adalah yang berasal dari Sungai Dareh, aliran Sungai Batang Hari, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat—250 kilometer dari Padang. “Batu lumut Sungai Dareh saya jual Rp 8 juta,” tutur Jumroni, 35 tahun, penjual batu akik dari Kabupaten Dharmasraya. Ia menunjukkan batu 2 x 1 sentimeter berwarna hijau lumut.